Jumat, 15 Mei 2015

PEWARA



PEWARA

A.                Pewara (Pembawa Acara)
Pembawa acara atau pranatacara atau biasa disebut Master of Ceremony, disingkat MC adalah orang yang bertugas sebagai tuan rumah sekaligus pemimpin acara dalam panggung pertunjukan, hiburan, pernikahan, dan acara-acara sejenisnya. Pembawa acara membawakan narasi atau informasi dalam suatu acara atau kegiatan, ataupun dalam acara TV, radio dan film.
Pembawa acara biasanya membaca naskah yang telah disiapkan sebelumnya, tapi sering juga mereka harus memberikan komentar atau informasi tanpa naskah. MC biasanya memperkenalkan peserta atau artis yang segera akan tampil di atas panggung, berdialog dengan penonton, dan secara garis besar berusaha menjaga tempo acara. Bergantung kepada acara yang dibawakan, seorang MC kadang-kadang dituntut untuk dapat membawakan lelucon atau anekdot.
           
B.                 Pengertian Pewara
Secara leksikal pewara artinya pembaca berita (wara yang berarti berita), sedangkan menurut singkatan adalah pembawa acara. Jadi pewara merupakan tugas yang dibebankan atau diberikan kepada seseorang oleh protokoler untuk membawakan atau membacakan skenario acara yang telah disusun berdasarkan susunan acara yang diberikan protokoler kepadanya.
Protokoler, orang yang mengatur tata cara penyambutan tamu (regional/nasional/internasional). Sedangkan protokol adalah dokumen yang berisikan tata cara penyambutan tamu resmi. Dalam kegiatan-kegiatan resmi sering pula kita dengar istilah protokol. Protokol secara leksikal, dalam bahasa Yunani berasal dari kata protos dan kolla. Protos berrati yang pertama, kola artinya lem/perekat. Pada awalnya istilah prokol digunakan bagi lembaran pertama dari suatu gulungan papirus. Kemudian istilah prtokol digunakan untuk menyebut seluruh gulungan papirus yang memuat dokumen Negara yang bersifat nasional, internasional, bahkan lokal. Pengertian protokol ternyata berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga istilah protokol sekarang diartikan:
1)   Sebagai dokumen yang berisikan tata cara penyambutan tamu (nasional, internasional serta daerah/lokal).
2)   Sebagai pemberian servis atau layanan kepada pimpinan/publik dalam acara/kegiatan resmi.
3)   Sebagai tolok ukur bagi daerah/unit kerja dalam menyelenggarakan acara/kegiatan resmi.
Dalam sebuah acara resmi kenegaraan, MC kadang-kadang berlaku sebagai perwira protokol. Pemimpin upacara dalam dunia musik hip-hop dan musik dansa elektronik, MC adalah sebutan untuk artis musik yang menciptakan atau membawakan lagu asli yang ditulisnya sendiri. MC berbeda dari DJ (disc jockey) yang memainkan musik untuk pesta dan mencampur berbagai macam musik yang sudah direkam sebelumnya. Shock G dari Digital Underground dalam buku berjudul How to Rap menyatakan bahwa istilah 'MC' dalam hip-hop "berasal dari kata Master of Ceremonies", sehingga tidak mengherankan bila terdapat "banyak nama rapper yang memakai awalan kata MC" (misalnya, MC Hammer). Pembawa acara televisi juga dilibatkan dalam penulisan naskah jika diperlukan. Tugas lain yang sering dilakukan oleh pembawa acara antara lain adalah mewawancarai tokoh, menjadi moderator diskusi, dan memberikan komentar pada suatu acara olahraga, parade, dan acara-acara lainnya.
            Di samping itu ada lagi istilah protokoler, yakni semua orang yang mengatur kelangsungan suatu acara, dan merupakan tulang punggung dari penyelenggaraan suatu acara/upacara. Jadi protokolerlah yang menetapkan tata cara penyelenggaraan suatu acara resmi. Sedangkan pewara hanyalah bagian dari keprotokoleran yang ditugasi membacakan/membawakan acara resmi waktu itu.

C.                Jenis Pewara
Pembawa acara sebagai suatu profesi banyak macamnya sesuai dengan jenis atau bentuk acara yang dibawakan. Jenis pewara berdasarkan profesi itu diantaranya sebagai berikut (Arief, 2001: 82-83) yaitu:
1)   Jika acara yang dibawakan oleh seorang pewara bersifat resmi atau seremonial, maka pewaranya disebut MC.
2)   Kalau pewara menyuguhkan acara hiburan, pewaranya disebut EM.
3)   Jika acara yang dibawakan membawakan produk dagang, pewaranya diistilahkan dengan CM.
4)   Kalau pewara memimpin acara kuis, maka pewaranya disebut QM.

Pembagian pewara didasarkan atas jenis acara yang dibawakan, yakni sebagai berikut (Arief, 2003: 170-171) yaitu:
1.                  Pembawa Acara Resmi (Pewara Acara Resmi)
Pewara resmi adalah acara yang memiliki aturan baku dan setiap aturannya harus dipatuhi oleh para hadirin atau orang-orang yang datang. Acara ini ditandai dengan adanya susunan acara yang pasti, bahasa yang formal atau resmi, dan hadirin yang datang memakai pakaian yang sesuai dengan acara. Acara resmi ini ada dua:
a.             Acara Resmi di dalam Ruangan
Ketentuan resmi atau tidak resminya acara dilihat dari adanya aturan-aturan yang ketat dan aturan itu harus dipatuhi oleh semua orang yang hadir dalam acara tersebut. Dan juga ditentukan oleh waktu, karena biasanya acara resmi itu waktunya sangat terbatas, dan orang yang hadirpun kadang-kadang ada pejabat dan orang-orang penting sehingga waktu merupakan tolok ukur bagi mereka untuk bisa hadir. Begitu pula pewara dalam dalam acara ini karena keresmian acara yang dipersiapkan sedemikian rupa itu maka pewaranya pun harus terkesan kaku sebab ia harus patuh pada beberapa aturan, misalnya tenang tidak banyak bergerak, anggun dan berwibawa, cara berdiri/duduk, serta pandangan tidak liar, agara acara terkesan khidmat dan sempurna. Juga penampilan pewara harus terkesan dipersiapkan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan acara saat itu. Contoh acara resmi di dalam ruangan ini adalah semua acara pembukaan-pembukaan/peresmian, acara wisuda/diesnatalis, sambut-kisah dan serah terima jabatan dan sebagainya.

b.             Acara Resmi di Lapangan
Acara resmi di lapangan harus terkesan seperti acara/upacara militer. Maka pembawa acara resmi di lapangan ini harus terkesan tegas, baik gerakan maupun ucapan. Sehingga tidak ada kesan main-main dan tidak serius. Contoh acara resmi di lapangan, semua bentuk upacara bendera di lapangan (upacara hari nasional, upacara bulanan, dan upacara hari Senin).

2.                  Pembawa Acara Hiburan (Pewara Hiburan)
Pewara hiburan adalah acara aturannya bebas dan berpakaiannya bebas. Ketentuan untuk pewara hiburan ini tidak terlalu keta seperti pada pewara resmi. Ketika membawakan acara hiburan pewara harus terkesan lincah, lincah bergerak dan lincah berbahasa (terutama dalam memilih dan menggunakan diksi) agara acara bisa terkesan lebih hidup dan marak. Dan juga pewara diharapkan mampu mengomentari setiap acara yang akan ditampilkan dengan tepat, menarik dan efektif. Tujuan dikomentari agar terkesan nyambung satu dnegan yang lainnya, serta juga dapat menambah pengetahuan pendengar dengan informasi tentang setiap bentuk hiburan yang ditampilkan. Misalnya tari: judulnya, temanya, banyak penarinya, makna setiap gerakan, dan dari daerah mana. Pada acara hiburan ini jangan terlalu berlebihan, baik bergerak maupun berbicara, karena akan terkesan kurang etis dan kurang pantas.

3.                  Pembawa Acara Setengah Resmi (Pewara Setengah Resmi)
Acara yang aturan di dalamnya tidak terlalu resmi, namun bahasa yang dipakai adalah bahasa yang baik dan sopan. Terkadang acara ini memiliki aturan berpakai tapi terkadang pakaian yang dipakai bebas. Acara ini dikatakan setengah resmi karena aturan-aturan dalam acara ini tidak terlalu ketat, dan yang menjadi protokoler/yang mengatur acara juga tidak terlalu disiplin menyelenggarakan acara. Dan juga suasana dalam acara tersebut tidak terlalu formal (mungkin karena tidak ada aturan yang ketat), tetapi terkesan seperti suasana kekeluargaan saja. Contohnya antara lain, suasana acara arisan, rapat, acara syukuran, dan acara ulang tahun.

D.                Syarat-syarat Pewara
            Banyak orang berpikir bahwa untuk menjadi pewara tidak terlalu sulit, asalkan terampil berbicara. Itu tidak benar, pewara haruslah memiliki syarat-syarat sebagai berikut (Arief, 2001:83) yaitu:
1.                  Syarat Fisik dan Penampilan
a.    Memiliki suara yang nyaman (pleasing), tidak melengking dan tidak terlalu rendah. Artinya memiliki suara bulat bagus sesuai dengan kodrat, kalau laki-laki terkesan maskulin, dan kalau perempuan feminim.
b.    Memiliki/mampu menghasilkan vokal bersih, nyaring, bening dan lembut. Dan juga tidak bersuara pecah yang mmeberi kesan tenggorokan pendnegar ikut tersa sakit (aklohor).
c.    Sehat sewaktu membawakan acara, pewara harus sehat agar terlihat bergairah dan bersemangat.
d.   Tidak cacat fisik, artinya pewara harus sempurna secara lahir untuk menghindari kesan yang tak baik, seperti munculnya cemooh atau bisik-bisik yang dapat mengganggu khidmatnya acara.
2.                  Syarat Ilmiah
a.    Memiliki pengetahuan, seperti pengetahuan kebahasaan atau terampil berbahasa maupun pengetahuan umum. Seorang pewara diharapkan kaya dengan kata-kata, agar mampu melahirkan kalimat-kalimat yang hidup dan menarik. Dan juga pewara yang baik itu memiliki informasi yang umum dan sedang hangat hangatnya untuk memperlancar penyampaian informasi atau acara, dan tidak terkesan kaku.
b.    Akan lebih sempurna jika pewara pernah mengikuti atau memperoleh teori tentang pewara, misalnya pernah mengikuti kursus atau diklat.
3.                  Syarat Kepribadian (Appearance)
a.    Mampu berpikir cepat dan tepat, artinya mampu mengambil keputusan dengan cepat dan benar.
b.    Bergairah, antusias artinya pewara harus tetap bersemangat dalam situasi yang bagaimanapun, menguntungkan ataupun tidak. Hal ini akan berkaitan nantinya dengan suasana acara yang dibawakannya. Jika pewara lesu dan tidak bersemangat maka acarapun jadi lesu dan tidak marak pula.
c.    Rendah hati, mungkin seorang pewara tahu benar bahwa dirinya punya kelebihan, kadang bisa membuat pewara jadi sombong dan terlihat angkuh ketika membawa acara. Hal ini bisa terlihat dari cara dan pemakaian bahasnaya. Kalau hal ini dirasakan atau terlihat oleh pendnegar/hadirin maka mereka akan bereaksi anti pati dan berbisik-bisik, akhirnya acara kurang khidmat.
d.   Memiliki daya humor dan fleksibel (tanggap) artinya seorang pewara yang ideal itu harus mampu segera menyesuaikan diri dengan situasi, misalnya dalam keadaan letih dan capek biasanya pendengar perlu humor-humor segar untuk menghilangkan kejenuhannya (terutama dalam acara tidak resmi/bebas). Sedangkan dalam acara resmi misalnya pewara perlu memvariasikan nada serta intonasi suara ketika membacakan/membawakan acara agar pendengar tidak bosan.
e.    Memiliki imajinasi yang positif, artinya dalam memimpin suatu acara seorang pewara hendaklah punya daya imajinasi yang tinggi dalam melihat situasi, kondisi, waktu dan tempat serta bentuk acara yang dipimpin, karena akan mempengaruhi suasana pada waktu itu.

Jadi, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pewara yang baik haruslah memenuhi kriteria menurut  Fidhiah (dalam Arief, 2003: 177-181) sebagai berikut:
1.                  Penampilan (performance)
1)   Pewara diharapkan berpakaian sopan, menarik dan terkesan familier. Pakaian pewara tidak harus mahal dan mewah, tetapi pantas, serasi dan sesuai dengan acara serta situasi dan kondisi.
2)   Pewara harus tampil dalam kondisi tubuh yang prima, sehat dan terkesan tangkas, cekatan dan fleksibel (tidak kaku dan loyo).
3)   Pewara harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Mampu menempatkan diri di tengah-tengah pendengar tidak member kesan berlebihan (over).
4)   Pewara harus mampu menumbuhkan rasa percaya diri dengan penampilannya, agar ia mampu memimpin acara.
5)   Seorang pewara diharapkan postur tubuhnya tinggi. Kalau perempuan terlihat anggun, dan kalau laki-laki terlihat gagah.
6)   Pewara hendaknya terlihat tampil siap dan teliti.
2.                  Sikap yang Baik
a.    Gerak dan Ekspresi
1)   Acara resmi pewaranya harus terkesan tenang, tidak tergesa-gesa, dan ada ekspresi berterima kasih untuk setiap orang yang dipanggil ke depan. Tetapi dalam acara resmi ini pandangan mata tidak bileh liar, karena akan terkesan kurang sopan.
2)   Acara tidak resmi/acara hiburan, pewaranya boleh bergerak, tapi bukan melompat-lompat, karena pewara tidaklah beryanyi/menari. Namun pewara ini boleh terkesan lincah, baik dari bahasa yang digunakannya maupun gerakannya agar tetap sopan.
b.    Diksi (Pilihan Kata)
Diksi yang digunakan pewara juga hendaknya terkesan dan bernilai rasa sopan dan rendah hati, sehingga mampu melahirkan simpatik pendengar pada pewara.

3.                  Bahasa yang Baik dan Benar
a.    Lafal/ucapan, pewara harus melafalkan/mengucapkan setiap bunyi bahasa dengan tepat dan jelas. Maka untuk ini diharapkan pewara mampu mengolah suaranya dengan teknik bernafas yang tepat, sehingga terlahirlah vocal yang bersih dan bulat.
b.    Intonasi dan nada harus tetap agar tidak terkesan kaku dan monoton. Dan juga, tempo pun harus tepat, artinya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Perlu diingat bahwa pewara tidak sama intonasi dan nadanya dengan penyiar, pembaca puisi/saritilawah.
c.    Diksi/Istilah
1)   Terkesan sopan, pewara harus hati-hati dalam memilih kata/istilah, karena kadang-kadang bisa melahirkan kesan tidak etis dan tidak sopan.
2)   Terkesan pandai, pewara juga harus menempatkan kata-kata yang sesuai dengan situasi dan kondisi, misalnya pemakaian istilah di lapangan: inspektur/Pembina, komandan/pemimpin dan lainnya. Kata disampaikan ( untuk pengganti kata yang mewakili agar terkesan etis, kata oleh untuk acara langsung dari yang bersangkutan (tidak diwakili/orangnya ada).
3)   Terkesan konsisten/disiplin, pewara harus konsisten dalam pemakaian diksi/istilah, gelar/pangkat seseorang. Kalau telah dimulai memanggil seseorang dengan gelar, maka yang lain pun harus dipanggil dengan gelarnya, karena hal ini sangat sensitive, dan dapat merusak khidmatnya acara.

d.   Logis dan Ekonomis, pewara harus mampu menyusun kalimat yang logis dan ekonomis (efektif dan efisien), agar tidak mubair dan buang-buang waktu. Misalnya:
1)   Kata sambutan dari Bapak Ketua Panitia, Bapak Amir, SH. Kepada Bapak dipersilakan (salah). Sambutan dari Ketua Panitia, kepada Bapak Amir, SH. Dipersilakan (betul).
2)   Tidak perlu salam penghormatan terlalu banyak, seperti halnya dalam pidato, karena pewara bukan berpidato.
3)   Tidak perlu banyak komentar setelah satu acara selesai, misalnya sesudah Kata sambutan/pidato-pidato tidak perlu ada komentar panjang lebar, karena tidak ada gunanya, hanya menghabiskan waktu saja.
4)   Tidak perlu membacakan susunan acara bila: materi acara banyak dan materi/susunan acara ada dalam undangan.
5)   Tidak perlu menyebutkan judul sambutan/pidato orang karena jika ada perubahan dalam penyampaian/ada tambahan, akhirnya kedengarannya kurang relevan.

4.                  Wawasan yang Cukup
Seorang pewara yang ideal diharapkan memiliki wawasan yang cukup, baik wawasan tentang kebahasaan, wawasan umum, maupun wawasan tentang teori pewara. Perpaduan yang proposional pada wawasan ini dapat merupakan kesempurnaan kualitas seorang pewara.
            Wawasan kebahasaan akan menunjang keberhasilan pewara, karena lafal/ucapan yang tepat dan jelas, tempo dan intonasi nada yang tepat dan bervariasi juga akan ikut menentukan keberhasilan seorang pewara. Dan juga pilihan kata yang tepat dan bervariasi sesuai dengan tuntutan konseptualnya, serta penataan kalimat yang efektif adalah modal utama demi kelancaran acara.
            Di samping itu, wawasan umum atau wawasan pengetahuan umum pun perlu terutama untuk memperkaya kosa kata, sehingga tidak kaku, dan terlihat lancer dan fleksibel dalam membawakan acara. Sedangkan pengetahuan tentang pewara juga tidak kalah pentingnya bagi calon pewara, misalnya apa yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan oleh seorang pewara, agar tampil professional dan tidak memalukan.

E.                 Teknik-Teknik Pewara
            Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum dan disaat hari pelaksanaan membawakan atau membacakan acara antara lain (Arief, 2001:84) yaitu:
1.                  Sebelum Hari Pelaksanaan
1)   Pastikan bahwa memang anda sebagai pewara pada acara itu.
2)   Pastikan ada gladi bersih, atau tidak.
3)   Pastikan susunan acara sudah diterima dua hari sebelum tampil.
4)   Pastikan apa anda memerlukan scenario acara atau tidak
2.                  Pada Hari Pelaksanaan
1)   Pewara sudah berada di tempat acara satu jam sebelumnya.
2)   Mulut harus sudah dibebaskan dari segala rasa, tiga puluh menit sebelumnya.
3)   Melakukan gerakan-gerakan pada mulut sebelumnya.
4)   Mengendalikan emosi, agar debar jantung anda terasa normal.
3.                  Sesaat Akan Tampil
1)   Duduk atau tempatilah tempat pewara, didampingi oleh seorang co-pewara.
2)   Bersikap sempurna.
3)   Selama berbicara tidak mendehem atau batuk.
4)   Jangan berkomentar banyak.
5)   Menyebut nama, pangkat, jabatan, dan gelar harus dengan konsisten dan benar.
6)   Tampakkan seulas senyum waktu mengakhiri acara.

Menurut Arief (2003: 181-185) teknik membawakan acara ini berkaitan dengan:
1.                  Persiapan yang Dilakukan Untuk Menjadi Pewara
1)   Mengetahui bentuk acara yang dilaksanakan. Dengan mengetahui bentuk acara, maka kita segera melaksanakan persiapan-persiapan. Apabila acara tersebut adalah acara resmi, maka koordinasi dengan seksi protokoler harus segera dilakukan. Hal ini untuk mempermudah tugas yang akan kita laksanakan, yang keseluruhannya diatur oleh seksi protokoler. Khusus untuk acara resmi, perlu dilakukan check a recheck nama-nama pejabat penting yang terlibat dalam acara yang akan mmeberikan laporan, sambutan atau amanat serta ceramah. Selain itu juga nama-nama pejabat penting yang hadir atau diundang.
2)   Apabila acara yang akan dipandu adalah acara tidak resmi, melainkan acara hiburan, maka pewara harus aktif sendiri rencana informasi ata keterangan sejelas mungkin tentang materi acara yang akan disajikan. Dengan informasi yang lengkap tentang materi acara, seorang pewara hiburan akan dnegan sangat atraktif mengantar acara, karena segala hal yang menyangkut atraksi cukup dikuasai. Terlebih lagi apabila informasi yang dilontarkan oleh pewara belum diketahui oleh publik.
3)   Melalui observasi/pengamatan ke tempat acara akan dilangsungkan, maka akan diketahui secara detail kualitas sound system yang digunakan, serta pengaturan tata tempat di mana posisi pewara ditempatkan. Untuk acara hiburan, malakukan observasi lokasi sangatlah penting, karena sekaligus dapat melihat pelaksanaan Gladi Resik, sebagai gambaran riil acara yang akan dipandu. Termasuk mengukur waktu yang diperlukan untuk masing-masing atraksi, sehingga kita bisa menyesuaikan dengan keseluruhan acara.

4)   Menyiapkan busana yang akan dikenakan pada pelaksanaan tugas. Sebagai catatan, seorang peara ketika melaksanakan tugas harus melihat dahulu ketentuan busana yang harus dikenakan undangan, sesuai dengan yang telag ditetapkan oleh seksi protokoler. Dari ketentuan ini pewara mengenakan busana yang sama namun harus dalam ukuran serta kadar yang terbaik dari busana yang dimiliki. Kalau boleh dibuat rumus, maka pewara harus berpenampilan. Pakaian bebas, rapi plus baru dibeli. Khusus untuk acara hiburan pewara harus tampil sebagaimana tampilnya seorang artis karena pada acara hiburan pewara adalah juga artis yang menjadi pusat perhatian publik. Mengingat penampilan seorang pewara merupakan sesuatu hal yang sangat mendukung lancer dan sempurnanya tugas, maka pemilihan busana merupakan hal yang sangat penting mendapat perhatian.

2.                  Kegiatan Pelaksanaan Tugas Menjadi Pewara
1)   Setelah menerima daftar acara, khususnya untuk acara tidak resmi, maka segeralah membuat catatan redaksional dari masing-masing acara. Buatlah redaksi dengan bahasa yang baik dan benar, serta tidak terlalu berkepanjangan, singkat, padat, dan tepat. Masing-masing nomor acara tulislah dalam lembaran kertas yang berukuran seperempat folio, susunlah lembar per lembar sesuai dengan urutan acara.
2)   Hadirlah jauh lebih awal dari kehadiran tamu undnagan. Dengan kehadiran yang lebih awal tersebut acara psikologis kita seolah yang berkuasa di ruang tersebut.
3)   Apabila ketika mulai tampil ada perasaan yang mengganggu karena bertatap pandang dnegan tamu-tamu. Segera hindari, karena bisa menimbulkan praduga yang salah ketika bertatapan dengan tamu yang kurang ceria wajahnya. Prasangka itu bisa mengganggu penampilan kita.
4)   Mengawali penampilan sekali lagi yakinkan diri dengan tugas yang sangat penting itu, dan ingatlah setiap penampilan kita hendaknya meninggalkan kesan yang baik. Karena dengan kesan yang baik itu kesinambungan karir sebagai pewara akan berjalan dengan mulus.

F.                 Susunan Acara dan skenario Acara
Susunan acara adalah susunan materi-materi acara yang akan mengisi suatu acara. Materi acara ini biasanya dirancang oleh protokoler, lalu diserahkan kepada pewara. Susunan acara ini berisikan urutan-urutan acara yang akan dibawakan/dibacakan pada saat acara berlangsung, dan biasanya berisikan garis-garis besar acara saja. Materi acara disusun sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni logis dan pantas sesuai dengan bentuk acara. Untuk materi acara yang berupa pidato/pembicaraan, seperti: laporan, sambutan atau sepatah kata, disusun dengan urutan dari yang berjabatan terendah dulu. Misalnya susunan acara pembukaan seminar:
1)   Pembukaan (oleh pewara).
2)   Laporan Ketua Panitia.
3)   Sambutan dari Dekan FBSS.
4)   Sambutan, sekaligus membuka seminar secara resmi oleh Rektor UNP.
5)   Pembacaan doa.
6)   Penutup (oleh pewara).

Jadi, untuk menyusun acara, jabatan ketua lebih rendah dari jabatan dekan, maka laporan ketua panitia dulu, baru sepatah kata/sambutan dekan. Begitu pula jabatan dekan lebih rendah dari rektor, maka dekan dulu yang berbicara, setelah itu baru rektor, begitu seterusnya.
Susunan acara ini boleh dibacakan oleh pewara waktu membuka acara kalau urutan materinya tidak terlalu banyak lebih baik dibacakan. Apalagi klaau sudah ada dalam undangan tidak perlu dibacakan lagi oleh pewara, karena akan menghabiskan waktu saja.
            Setelah materi disusun, maka untuk memudahkan pewara sebaiknya materi ini dipindahkan ke dalam skenario acara. Skenario acara merupakan gambaran utuh dari aba-aba pelaksanaan acara yang dibawakan/dibacakan oleh pewara, mulai dari awal sampai akhir acara. Scenario acara ditulis oleh pewara, dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan acara, karena scenario ini boleh dibacakan saja lagi oleh pewara sewaktu acara berlangsung. Pewara hanya tinggal menyesuaikan saja lagi dengan intonasi, tempo, nada dan mimik serta ekspresi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketentuan harus atau tidaknya seorang pewara menulis skenario acara tergantung pada:
1)   Pewara itu sendiri, kalau ia ingin lancer dan tidak terbata-bata sewaktu membawakan acara terutama acara resmi.
2)   Dewan Juri, kalau pewara dalam suatu kegiatan lomba. Biasanya dalam lomba juri ingin melengkapi nilai peserta dengan kemampuan pewara menulis scenario acara, terutama bahasanya. (Arief, 2003: 173)

Untuk acara hiburan/bebas jarang orang menulis scenario acaranya, kecuali dalam lomba saja. Hal ini terjadi karena cukup sulit menulis uraian yang begitu banyak, apalagi untuk menyesuaiakan dengan situasi dan kondisi. Pewara dalam acara ini boleh berkomentar dengan menarik agar acara terkesan hidup dan marak, tidak kaku seperti dalam acara resmi. Pada waktu menulis scenario acara harus diperhatikan beberapa hal:
1)   Pemakaian/penulisan harus sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (baku).
2)   Pemakaian/pemilihan kata harus sesuai dengan topic acara, tepat dan bervariasi.
3)   Penulisan kalimat harus efektif, agar mudah dimengerti, logis dan menarik.
4)   Perhatikan penulisan nama, pangkat dan gelar seseorang, jangan sampai salah. Jika satu orang disebut pangkat dan gelarnya, yang lain juga harus disebut, jika satu orang tidak disebut, yang lain juga tidak. (Arief, 2003:174)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Ermawati. 2001. “Retorika (Seni Berbahasa Lisan dan Tulisan)”. Buku Ajar. Padang: FBSS UNP.
                       
____   . 2003. “Pengajaran Keterampilan Berbicara”. Buku Ajar. Padang: FBSS UNP.