PEWARA
A.
Pewara (Pembawa Acara)
Pembawa
acara
atau pranatacara atau biasa
disebut Master of Ceremony, disingkat MC adalah orang yang bertugas sebagai tuan rumah sekaligus
pemimpin acara dalam panggung pertunjukan, hiburan, pernikahan, dan acara-acara sejenisnya.
Pembawa acara membawakan narasi atau informasi dalam suatu acara atau kegiatan, ataupun dalam acara TV, radio dan film.
Pembawa acara biasanya membaca naskah yang telah disiapkan sebelumnya,
tapi sering juga mereka harus memberikan komentar atau informasi tanpa naskah.
MC biasanya memperkenalkan peserta atau artis yang segera akan tampil di atas
panggung, berdialog dengan penonton, dan secara garis besar berusaha menjaga
tempo acara. Bergantung kepada acara yang dibawakan, seorang MC kadang-kadang
dituntut untuk dapat membawakan lelucon atau anekdot.
B.
Pengertian Pewara
Secara leksikal
pewara artinya pembaca berita (wara yang berarti berita),
sedangkan menurut singkatan adalah pembawa acara. Jadi pewara merupakan tugas
yang dibebankan atau diberikan kepada seseorang oleh protokoler untuk
membawakan atau membacakan skenario
acara yang telah disusun berdasarkan susunan acara yang diberikan protokoler
kepadanya.
Protokoler,
orang yang mengatur tata cara penyambutan tamu (regional/nasional/internasional).
Sedangkan protokol
adalah dokumen yang berisikan tata cara penyambutan tamu resmi. Dalam kegiatan-kegiatan resmi
sering pula kita dengar istilah protokol. Protokol secara leksikal, dalam bahasa Yunani berasal dari kata protos dan kolla. Protos berrati
yang pertama, kola artinya
lem/perekat. Pada awalnya istilah prokol digunakan bagi lembaran pertama dari
suatu gulungan papirus. Kemudian istilah prtokol digunakan untuk menyebut
seluruh gulungan papirus yang memuat dokumen Negara yang bersifat nasional,
internasional, bahkan lokal. Pengertian protokol ternyata berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Sehingga istilah protokol sekarang diartikan:
1) Sebagai dokumen yang berisikan tata
cara penyambutan tamu (nasional, internasional serta daerah/lokal).
2) Sebagai pemberian servis atau
layanan kepada pimpinan/publik dalam acara/kegiatan resmi.
3) Sebagai tolok ukur bagi daerah/unit
kerja dalam menyelenggarakan acara/kegiatan resmi.
Dalam sebuah acara resmi kenegaraan, MC kadang-kadang
berlaku sebagai perwira protokol. Pemimpin upacara dalam dunia musik hip-hop dan musik
dansa elektronik, MC adalah sebutan untuk artis musik yang menciptakan atau
membawakan lagu asli yang ditulisnya sendiri. MC berbeda dari DJ (disc jockey) yang memainkan musik untuk pesta
dan mencampur berbagai macam musik yang sudah direkam sebelumnya. Shock
G
dari Digital
Underground dalam buku berjudul How
to Rap menyatakan bahwa istilah 'MC' dalam hip-hop "berasal
dari kata Master of Ceremonies", sehingga tidak mengherankan bila terdapat
"banyak nama rapper yang memakai awalan kata MC" (misalnya, MC Hammer). Pembawa acara televisi juga
dilibatkan dalam penulisan naskah jika diperlukan. Tugas lain yang
sering dilakukan oleh pembawa acara antara lain adalah mewawancarai tokoh, menjadi moderator diskusi, dan memberikan komentar pada suatu acara olahraga, parade, dan acara-acara lainnya.
Di samping itu ada lagi istilah
protokoler, yakni semua orang yang mengatur kelangsungan suatu acara, dan
merupakan tulang punggung dari penyelenggaraan suatu acara/upacara. Jadi
protokolerlah yang menetapkan tata cara penyelenggaraan suatu acara resmi.
Sedangkan pewara hanyalah bagian dari keprotokoleran yang ditugasi membacakan/membawakan
acara resmi waktu itu.
C.
Jenis Pewara
Pembawa acara
sebagai suatu profesi banyak macamnya sesuai dengan jenis atau bentuk acara
yang dibawakan. Jenis pewara
berdasarkan profesi itu diantaranya sebagai berikut (Arief, 2001: 82-83) yaitu:
1) Jika acara yang dibawakan
oleh seorang pewara bersifat resmi atau seremonial, maka pewaranya disebut MC.
2) Kalau
pewara menyuguhkan acara hiburan, pewaranya disebut EM.
3) Jika
acara yang dibawakan membawakan produk dagang, pewaranya diistilahkan dengan
CM.
4) Kalau pewara memimpin acara
kuis, maka pewaranya disebut QM.
Pembagian pewara
didasarkan atas jenis acara yang dibawakan, yakni sebagai berikut (Arief, 2003: 170-171) yaitu:
1.
Pembawa
Acara Resmi (Pewara Acara Resmi)
Pewara
resmi adalah acara yang memiliki aturan baku
dan setiap aturannya harus dipatuhi oleh para hadirin atau orang-orang yang
datang. Acara ini ditandai dengan adanya susunan acara yang pasti, bahasa yang
formal atau resmi, dan hadirin yang datang memakai pakaian yang sesuai dengan
acara. Acara resmi ini ada dua:
a.
Acara
Resmi di dalam Ruangan
Ketentuan resmi atau tidak resminya
acara dilihat dari adanya aturan-aturan yang ketat dan aturan itu harus
dipatuhi oleh semua orang yang hadir dalam acara tersebut. Dan juga ditentukan
oleh waktu, karena biasanya acara resmi itu waktunya sangat terbatas, dan orang
yang hadirpun kadang-kadang ada pejabat dan orang-orang penting sehingga waktu
merupakan tolok ukur bagi mereka untuk bisa hadir. Begitu pula pewara dalam
dalam acara ini karena keresmian acara yang dipersiapkan sedemikian rupa itu
maka pewaranya pun harus terkesan kaku sebab ia harus patuh pada beberapa
aturan, misalnya tenang tidak banyak bergerak, anggun dan berwibawa, cara
berdiri/duduk, serta pandangan tidak liar, agara acara terkesan khidmat dan
sempurna. Juga penampilan pewara harus terkesan dipersiapkan sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan acara saat itu. Contoh acara resmi di dalam ruangan ini
adalah semua acara pembukaan-pembukaan/peresmian, acara wisuda/diesnatalis,
sambut-kisah dan serah terima
jabatan dan sebagainya.
b.
Acara
Resmi di Lapangan
Acara resmi di lapangan harus
terkesan seperti acara/upacara militer. Maka pembawa acara resmi di lapangan
ini harus terkesan tegas, baik gerakan maupun ucapan. Sehingga tidak ada kesan
main-main dan tidak serius. Contoh acara resmi di lapangan, semua bentuk
upacara bendera di lapangan (upacara hari nasional, upacara bulanan, dan
upacara hari Senin).
2.
Pembawa
Acara Hiburan (Pewara Hiburan)
Pewara
hiburan adalah acara aturannya bebas dan
berpakaiannya bebas. Ketentuan untuk pewara hiburan ini tidak terlalu keta
seperti pada pewara resmi. Ketika membawakan acara hiburan pewara harus
terkesan lincah, lincah bergerak dan lincah berbahasa (terutama dalam memilih
dan menggunakan diksi) agara acara bisa terkesan lebih hidup dan marak. Dan
juga pewara diharapkan mampu mengomentari setiap acara yang akan ditampilkan
dengan tepat, menarik dan efektif. Tujuan dikomentari agar terkesan nyambung
satu dnegan yang lainnya, serta juga dapat menambah pengetahuan pendengar
dengan informasi tentang setiap bentuk hiburan yang ditampilkan. Misalnya tari:
judulnya, temanya, banyak penarinya, makna setiap gerakan, dan dari daerah
mana. Pada acara hiburan ini jangan terlalu berlebihan, baik bergerak maupun
berbicara, karena akan terkesan kurang etis dan kurang pantas.
3.
Pembawa
Acara Setengah Resmi (Pewara Setengah Resmi)
Acara yang
aturan di dalamnya tidak terlalu resmi, namun bahasa yang dipakai adalah bahasa
yang baik dan sopan. Terkadang acara ini memiliki aturan berpakai tapi
terkadang pakaian yang dipakai bebas. Acara ini dikatakan setengah resmi karena
aturan-aturan dalam acara ini tidak terlalu ketat, dan yang menjadi
protokoler/yang mengatur acara juga tidak terlalu disiplin menyelenggarakan
acara. Dan juga suasana dalam acara tersebut tidak terlalu formal (mungkin
karena tidak ada aturan yang ketat), tetapi terkesan seperti suasana
kekeluargaan saja. Contohnya antara lain, suasana acara arisan, rapat, acara
syukuran, dan acara ulang tahun.
D.
Syarat-syarat Pewara
Banyak
orang berpikir
bahwa untuk menjadi pewara tidak terlalu sulit, asalkan terampil berbicara. Itu tidak benar, pewara haruslah memiliki
syarat-syarat sebagai berikut (Arief, 2001:83) yaitu:
1.
Syarat
Fisik dan
Penampilan
a. Memiliki
suara yang nyaman (pleasing), tidak melengking dan tidak terlalu rendah.
Artinya memiliki suara bulat bagus sesuai dengan kodrat, kalau laki-laki
terkesan maskulin, dan kalau perempuan feminim.
b. Memiliki/mampu
menghasilkan vokal bersih, nyaring, bening dan lembut. Dan juga tidak bersuara
pecah yang mmeberi kesan tenggorokan pendnegar ikut tersa sakit (aklohor).
c. Sehat
sewaktu membawakan acara, pewara harus sehat agar terlihat bergairah dan
bersemangat.
d. Tidak
cacat fisik, artinya pewara harus sempurna secara lahir untuk menghindari kesan
yang tak baik, seperti munculnya cemooh atau bisik-bisik yang dapat mengganggu
khidmatnya acara.
2.
Syarat
Ilmiah
a. Memiliki
pengetahuan, seperti pengetahuan kebahasaan atau terampil berbahasa maupun
pengetahuan umum. Seorang pewara diharapkan kaya dengan kata-kata, agar mampu
melahirkan kalimat-kalimat yang hidup dan menarik. Dan juga pewara yang baik
itu memiliki informasi yang umum dan sedang hangat hangatnya untuk memperlancar
penyampaian informasi atau acara, dan tidak terkesan kaku.
b. Akan
lebih sempurna jika pewara pernah mengikuti atau memperoleh teori tentang
pewara, misalnya pernah mengikuti kursus atau diklat.
3.
Syarat
Kepribadian (Appearance)
a. Mampu
berpikir cepat dan tepat,
artinya mampu mengambil keputusan dengan cepat dan benar.
b. Bergairah,
antusias artinya pewara harus tetap bersemangat dalam situasi yang
bagaimanapun, menguntungkan ataupun tidak. Hal ini akan berkaitan nantinya
dengan suasana acara yang dibawakannya. Jika pewara lesu dan tidak bersemangat
maka acarapun jadi lesu dan tidak marak pula.
c. Rendah
hati, mungkin seorang pewara tahu benar bahwa dirinya punya kelebihan, kadang
bisa membuat pewara jadi sombong dan terlihat angkuh ketika membawa acara. Hal
ini bisa terlihat dari cara dan pemakaian bahasnaya. Kalau hal ini dirasakan
atau terlihat oleh pendnegar/hadirin maka mereka akan bereaksi anti pati dan
berbisik-bisik, akhirnya acara kurang khidmat.
d. Memiliki
daya humor dan fleksibel (tanggap) artinya seorang pewara yang ideal itu harus
mampu segera menyesuaikan diri dengan situasi, misalnya dalam keadaan letih dan
capek biasanya pendengar perlu humor-humor segar untuk menghilangkan
kejenuhannya (terutama dalam acara tidak resmi/bebas). Sedangkan dalam acara
resmi misalnya pewara perlu memvariasikan nada serta intonasi suara ketika
membacakan/membawakan acara agar pendengar tidak bosan.
e. Memiliki
imajinasi yang positif, artinya dalam memimpin suatu acara seorang pewara
hendaklah punya daya imajinasi yang tinggi dalam melihat situasi, kondisi,
waktu dan tempat serta bentuk acara yang dipimpin, karena akan mempengaruhi
suasana pada waktu itu.
Jadi, dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pewara yang baik haruslah
memenuhi kriteria menurut Fidhiah
(dalam Arief, 2003: 177-181) sebagai berikut:
1.
Penampilan
(performance)
1) Pewara
diharapkan berpakaian sopan, menarik dan terkesan familier. Pakaian pewara
tidak harus mahal dan mewah, tetapi pantas, serasi dan sesuai dengan acara
serta situasi dan kondisi.
2) Pewara
harus tampil dalam kondisi tubuh yang prima, sehat dan terkesan tangkas,
cekatan dan fleksibel (tidak kaku dan loyo).
3) Pewara
harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Mampu menempatkan
diri di tengah-tengah pendengar tidak member kesan berlebihan (over).
4) Pewara
harus mampu menumbuhkan rasa percaya diri dengan penampilannya, agar ia mampu
memimpin acara.
5) Seorang
pewara diharapkan postur tubuhnya tinggi. Kalau perempuan terlihat anggun, dan
kalau laki-laki terlihat gagah.
6) Pewara
hendaknya terlihat tampil siap dan teliti.
2.
Sikap
yang Baik
a.
Gerak
dan Ekspresi
1) Acara
resmi pewaranya harus terkesan tenang, tidak tergesa-gesa, dan ada ekspresi
berterima kasih untuk setiap orang yang dipanggil ke depan. Tetapi dalam acara
resmi ini pandangan mata tidak bileh liar, karena akan terkesan kurang sopan.
2) Acara
tidak resmi/acara hiburan, pewaranya boleh bergerak, tapi bukan
melompat-lompat, karena pewara tidaklah beryanyi/menari. Namun pewara ini boleh
terkesan lincah, baik dari bahasa yang digunakannya maupun gerakannya agar
tetap sopan.
b. Diksi (Pilihan Kata)
Diksi yang digunakan pewara juga hendaknya
terkesan dan bernilai rasa sopan dan rendah hati, sehingga mampu melahirkan
simpatik pendengar pada pewara.
3.
Bahasa
yang Baik dan Benar
a. Lafal/ucapan,
pewara harus melafalkan/mengucapkan setiap bunyi bahasa dengan tepat dan jelas.
Maka untuk ini diharapkan pewara mampu mengolah suaranya dengan teknik bernafas
yang tepat, sehingga terlahirlah vocal yang bersih dan bulat.
b. Intonasi
dan nada harus tetap agar tidak terkesan kaku dan monoton. Dan juga, tempo pun
harus tepat, artinya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Perlu
diingat bahwa pewara tidak sama intonasi dan nadanya dengan penyiar, pembaca
puisi/saritilawah.
c. Diksi/Istilah
1) Terkesan
sopan, pewara harus hati-hati dalam memilih kata/istilah, karena kadang-kadang
bisa melahirkan kesan tidak etis dan tidak sopan.
2) Terkesan
pandai, pewara juga harus menempatkan kata-kata yang sesuai dengan situasi dan
kondisi, misalnya pemakaian istilah di lapangan: inspektur/Pembina,
komandan/pemimpin dan lainnya. Kata disampaikan
( untuk pengganti kata yang mewakili
agar terkesan etis, kata oleh untuk
acara langsung dari yang bersangkutan (tidak diwakili/orangnya ada).
3) Terkesan
konsisten/disiplin, pewara harus konsisten dalam pemakaian diksi/istilah, gelar/pangkat
seseorang. Kalau telah dimulai memanggil seseorang dengan gelar, maka yang lain
pun harus dipanggil dengan gelarnya, karena hal ini sangat sensitive, dan dapat
merusak khidmatnya acara.
d. Logis
dan Ekonomis, pewara harus mampu menyusun kalimat yang logis dan ekonomis
(efektif dan efisien), agar tidak mubair dan buang-buang waktu. Misalnya:
1) Kata
sambutan dari Bapak Ketua Panitia, Bapak Amir, SH. Kepada Bapak dipersilakan
(salah). Sambutan dari Ketua
Panitia, kepada Bapak Amir, SH. Dipersilakan (betul).
2) Tidak
perlu salam penghormatan terlalu banyak, seperti halnya dalam pidato, karena
pewara bukan berpidato.
3) Tidak
perlu banyak komentar setelah satu acara selesai, misalnya sesudah Kata
sambutan/pidato-pidato tidak perlu ada komentar panjang lebar, karena tidak ada
gunanya, hanya menghabiskan waktu saja.
4) Tidak
perlu membacakan susunan acara bila: materi acara banyak dan materi/susunan
acara ada dalam undangan.
5) Tidak
perlu menyebutkan judul sambutan/pidato orang karena jika ada perubahan dalam
penyampaian/ada tambahan, akhirnya kedengarannya kurang relevan.
4.
Wawasan
yang Cukup
Seorang pewara
yang ideal diharapkan memiliki wawasan yang cukup, baik wawasan tentang
kebahasaan, wawasan umum, maupun wawasan tentang teori pewara. Perpaduan yang
proposional pada wawasan ini dapat merupakan kesempurnaan kualitas seorang
pewara.
Wawasan
kebahasaan akan menunjang keberhasilan pewara, karena lafal/ucapan yang tepat
dan jelas, tempo dan intonasi nada yang tepat dan bervariasi juga akan ikut
menentukan keberhasilan seorang pewara. Dan juga pilihan kata yang tepat dan
bervariasi sesuai dengan tuntutan konseptualnya, serta penataan kalimat yang
efektif adalah modal utama demi kelancaran acara.
Di
samping itu, wawasan umum atau wawasan pengetahuan umum pun perlu terutama
untuk memperkaya kosa kata, sehingga tidak kaku, dan terlihat lancer dan
fleksibel dalam membawakan acara. Sedangkan pengetahuan tentang pewara juga
tidak kalah pentingnya bagi calon pewara, misalnya apa yang perlu dan yang
tidak perlu dilakukan oleh seorang pewara, agar tampil professional dan tidak
memalukan.
E.
Teknik-Teknik Pewara
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebelum dan disaat hari pelaksanaan membawakan atau
membacakan acara antara lain (Arief,
2001:84) yaitu:
1.
Sebelum
Hari Pelaksanaan
1) Pastikan
bahwa memang anda sebagai pewara pada acara itu.
2) Pastikan
ada gladi bersih, atau tidak.
3) Pastikan
susunan acara sudah diterima dua hari sebelum tampil.
4) Pastikan
apa anda memerlukan scenario acara atau tidak
2.
Pada
Hari Pelaksanaan
1) Pewara
sudah berada di tempat acara satu jam sebelumnya.
2) Mulut
harus sudah dibebaskan dari segala rasa, tiga puluh menit sebelumnya.
3) Melakukan
gerakan-gerakan pada mulut sebelumnya.
4) Mengendalikan
emosi, agar debar jantung anda terasa normal.
3.
Sesaat
Akan Tampil
1) Duduk
atau tempatilah tempat pewara, didampingi oleh seorang co-pewara.
2) Bersikap
sempurna.
3) Selama
berbicara tidak mendehem atau batuk.
4) Jangan
berkomentar banyak.
5) Menyebut
nama, pangkat, jabatan, dan gelar harus dengan konsisten dan benar.
6) Tampakkan
seulas senyum waktu mengakhiri acara.
Menurut
Arief (2003: 181-185) teknik membawakan acara
ini berkaitan dengan:
1.
Persiapan
yang Dilakukan Untuk
Menjadi Pewara
1) Mengetahui
bentuk acara yang dilaksanakan. Dengan mengetahui bentuk acara, maka kita
segera melaksanakan persiapan-persiapan. Apabila acara tersebut adalah acara
resmi, maka koordinasi dengan seksi protokoler harus segera dilakukan. Hal ini
untuk mempermudah tugas yang akan kita laksanakan, yang keseluruhannya diatur
oleh seksi protokoler. Khusus untuk acara resmi, perlu dilakukan check a recheck nama-nama pejabat
penting yang terlibat dalam acara yang akan mmeberikan laporan, sambutan atau
amanat serta ceramah. Selain itu juga nama-nama pejabat penting yang hadir atau
diundang.
2) Apabila
acara yang akan dipandu adalah acara tidak resmi, melainkan acara hiburan, maka
pewara harus aktif sendiri rencana informasi ata keterangan sejelas mungkin
tentang materi acara yang akan disajikan. Dengan informasi yang lengkap tentang
materi acara, seorang pewara hiburan akan dnegan sangat atraktif mengantar
acara, karena segala hal yang menyangkut atraksi cukup dikuasai. Terlebih lagi
apabila informasi yang dilontarkan oleh pewara belum diketahui oleh publik.
3) Melalui
observasi/pengamatan ke tempat acara akan dilangsungkan, maka akan diketahui
secara detail kualitas sound system
yang digunakan, serta pengaturan tata tempat di mana posisi pewara ditempatkan.
Untuk acara hiburan, malakukan observasi lokasi sangatlah penting, karena
sekaligus dapat melihat pelaksanaan Gladi
Resik, sebagai gambaran riil acara yang akan dipandu. Termasuk mengukur
waktu yang diperlukan untuk masing-masing atraksi, sehingga kita bisa
menyesuaikan dengan keseluruhan acara.
4) Menyiapkan
busana yang akan dikenakan pada pelaksanaan tugas. Sebagai catatan, seorang
peara ketika melaksanakan tugas harus melihat dahulu ketentuan busana yang
harus dikenakan undangan, sesuai dengan yang telag ditetapkan oleh seksi
protokoler. Dari ketentuan ini pewara mengenakan busana yang sama namun harus
dalam ukuran serta kadar yang terbaik dari busana yang dimiliki. Kalau boleh
dibuat rumus, maka pewara harus berpenampilan. Pakaian bebas, rapi plus baru
dibeli. Khusus untuk acara hiburan pewara harus tampil sebagaimana tampilnya
seorang artis karena pada acara hiburan pewara adalah juga artis yang menjadi
pusat perhatian publik. Mengingat penampilan seorang pewara merupakan sesuatu
hal yang sangat mendukung lancer dan sempurnanya tugas, maka pemilihan busana
merupakan hal yang sangat penting mendapat perhatian.
2.
Kegiatan
Pelaksanaan Tugas Menjadi Pewara
1) Setelah
menerima daftar acara, khususnya untuk acara tidak resmi, maka segeralah
membuat catatan redaksional dari masing-masing acara. Buatlah redaksi dengan
bahasa yang baik dan benar, serta tidak terlalu berkepanjangan, singkat, padat,
dan tepat. Masing-masing nomor acara tulislah dalam lembaran kertas yang
berukuran seperempat folio, susunlah lembar per lembar sesuai dengan urutan
acara.
2) Hadirlah
jauh lebih awal dari kehadiran tamu undnagan. Dengan kehadiran yang lebih awal
tersebut acara psikologis kita seolah yang berkuasa di ruang tersebut.
3) Apabila
ketika mulai tampil ada perasaan yang mengganggu karena bertatap pandang dnegan
tamu-tamu. Segera hindari, karena bisa menimbulkan praduga yang salah ketika
bertatapan dengan tamu yang kurang ceria wajahnya. Prasangka itu bisa
mengganggu penampilan kita.
4) Mengawali
penampilan sekali lagi yakinkan diri dengan tugas yang sangat penting itu, dan
ingatlah setiap penampilan kita hendaknya meninggalkan kesan yang baik. Karena
dengan kesan yang baik itu kesinambungan karir sebagai pewara akan berjalan
dengan mulus.
F.
Susunan Acara dan skenario Acara
Susunan acara
adalah susunan materi-materi
acara yang akan mengisi suatu acara. Materi acara ini biasanya dirancang oleh
protokoler, lalu diserahkan kepada pewara. Susunan acara ini berisikan
urutan-urutan acara yang akan dibawakan/dibacakan pada saat acara berlangsung,
dan biasanya berisikan garis-garis besar acara saja. Materi acara disusun
sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni logis dan pantas sesuai dengan bentuk
acara. Untuk materi acara yang berupa pidato/pembicaraan, seperti: laporan,
sambutan atau sepatah kata, disusun dengan urutan dari yang berjabatan terendah
dulu. Misalnya
susunan acara pembukaan seminar:
1) Pembukaan
(oleh pewara).
2) Laporan
Ketua Panitia.
3) Sambutan
dari Dekan FBSS.
4) Sambutan,
sekaligus membuka seminar secara resmi oleh Rektor UNP.
5) Pembacaan
doa.
6) Penutup
(oleh pewara).
Jadi, untuk menyusun acara,
jabatan ketua lebih rendah dari jabatan dekan, maka laporan ketua panitia dulu,
baru sepatah kata/sambutan dekan. Begitu pula jabatan dekan lebih rendah dari
rektor, maka dekan dulu
yang berbicara, setelah itu baru rektor,
begitu seterusnya.
Susunan acara
ini boleh dibacakan oleh pewara waktu membuka acara kalau urutan materinya
tidak terlalu banyak lebih baik dibacakan. Apalagi klaau sudah ada dalam undangan
tidak perlu dibacakan lagi oleh pewara, karena akan menghabiskan waktu saja.
Setelah
materi disusun, maka untuk memudahkan pewara sebaiknya materi ini dipindahkan
ke dalam skenario
acara. Skenario acara merupakan gambaran utuh dari aba-aba pelaksanaan acara
yang dibawakan/dibacakan oleh pewara, mulai dari awal sampai akhir acara.
Scenario acara ditulis oleh pewara, dengan tujuan untuk memperlancar
pelaksanaan acara, karena scenario ini boleh dibacakan saja lagi oleh pewara
sewaktu acara berlangsung. Pewara hanya tinggal menyesuaikan saja lagi dengan
intonasi, tempo, nada dan mimik serta ekspresi. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa ketentuan harus atau tidaknya seorang pewara menulis skenario acara tergantung
pada:
1) Pewara
itu sendiri, kalau ia ingin lancer dan tidak terbata-bata sewaktu membawakan
acara terutama acara resmi.
2) Dewan
Juri, kalau pewara dalam suatu kegiatan lomba. Biasanya dalam lomba juri ingin
melengkapi nilai peserta dengan kemampuan pewara menulis scenario acara,
terutama bahasanya. (Arief, 2003: 173)
Untuk acara hiburan/bebas
jarang orang menulis scenario acaranya, kecuali dalam lomba saja. Hal ini
terjadi karena cukup sulit menulis uraian yang begitu banyak, apalagi untuk
menyesuaiakan dengan situasi dan kondisi. Pewara dalam acara ini boleh
berkomentar dengan menarik agar acara terkesan hidup dan marak, tidak kaku
seperti dalam acara resmi. Pada
waktu menulis scenario acara harus diperhatikan beberapa hal:
1) Pemakaian/penulisan
harus sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (baku).
2) Pemakaian/pemilihan
kata harus sesuai dengan topic acara, tepat dan bervariasi.
3) Penulisan
kalimat harus efektif, agar mudah dimengerti, logis dan menarik.
4) Perhatikan
penulisan nama, pangkat dan gelar seseorang, jangan sampai salah. Jika satu
orang disebut pangkat dan gelarnya, yang lain juga harus disebut, jika satu
orang tidak disebut, yang lain juga tidak.
(Arief, 2003:174)
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Ermawati. 2001. “Retorika (Seni Berbahasa Lisan
dan Tulisan)”. Buku Ajar. Padang:
FBSS UNP.
____ . 2003. “Pengajaran Keterampilan Berbicara”. Buku Ajar. Padang: FBSS UNP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar