FENOMENA
RETORIKA
A.
Pengertian Fenomena Retorika
Dinamakan
fenomena retorika karena merupakan permasalahan yang timbul sebagai suatu
gejala dari kegiatan bertutur dari suatu tradisi/budaya yang berbeda. Fenomena
retorika adalah fenomena tutur yang berbeda-beda yang tidak lain daripada
perwujudan usaha dan tindak penutur dalam rangka mempengaruhi penanggap
tuturnya.
Prof. Leslie
White dalam karangannya yang berjudul “Symbol the basis of Languange and Culture”,
membantah teori Evolusi Darwin. Guru besar antropologi berkebangsaan Amerika
ini dengan berbagai ulasan dan teori
meyakinkan orang bahwa kegiatan bertutur manusialah yang meyakinkan
peradapan dan kebudayaan. Tanpa kemampuan bertutur, tanpa kegiatan bertutur,
manusia tidak akan memiliki peradapan dan kebudayaan itu. Demikian yakinnya
Prof. Lesli White dengan pandangannya, sampai-sampai dia berani menentang
sebagai berikut: “Remove speech from culture and what whol remain. Let us see”
(Walter Goldschmindt).
Jadi, kegiatan bertutur pada
dasarnya adalah kegiatan membahasakan sesuatu bagian integral dari kehidupan
bermasyarakat serta alat-alat yang fungsional dalam kehidupan tersebut. Dalam
keseluruhan kegiatan bertutur itu orang selalu terlibat dengan masalah-masalah
retorika yang mempengaruhi pihak lain (penanggap tutur).
B.
Fenomena
Retorika dalam Budaya
Fenomena
retorika dalam budaya adalah permasalahan tutur dalam budaya yang berbeda-beda,
yang tidak lain daripada perwujudan usaha dan tindak penutur dalam rangka mempengaruhi
tutur. Fenomena retorika dalam
berbagai bidang, antara lain sebagai
berikut:
1.
Retorika
dalam Pendidikan
Pendidikan
adalah bimbingan sistematis yang membantu anak didik mengembangkan dirinya
dalam memperoleh pengetahuan serta keterampilan yang berguna bagi kehidupan dan
kemanusiaan pada umumnya. Dengan pengertian serupa itu pendidik tak ubahnya
sebagai seorang pengasuh.
Pendidikan
hanya memberikan bimbingan agar potensi-potensi yang dimiliki anak bisa
berkembang secara wajar. Supaya pendidikan ini dapat berlangsung dnegan baik
maka pendidikan perlu merencanakan materi pendidikan, cara pelaksanaannya atau
penyajiannya, mempersiapkan sarana-sarana pembantunya. Untuk itulah para
pendidik banyak sekali terlibat dalam usaha retorika.
Donald
C. Bryant mengatakan bahwa pemanfaatan
retorika secara terarah tampak lebih menonjol lagi pada proses pengajaran di
dalam kelas. Dalam proses ini guru menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang
telah dipelajari sebelumnya. Bersama dengan itu, dimanfaatkan pula retorika
berdasarkan jenis bahan pelajaran yang disajikan, kondisi anak didik yang
dihadapi, situasi sekolah tempat mengajar, keadaan ekonomi, politik sosial yang sedang
berlangsung, dan lainnya sebagainya. Seorang guru misalnya, menggunakan corak
bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak yang dihadapi, usaha
tindak tutur yang lain ditampilkan guru untuk meyakinkan anak didik. Maka pada
dasarnya usaha ini tidak lain penerapan retorika. Jadi, keseluruhan proses
pengajaran di dalam kelas adalah proses retorika.
Jika
retorika tidak dimanfaatkan dalam proses pendidikan tentulah pengajaran sangat
membosankan anak didik, sehingga perhatiannya tidak lagi tercurah pada
bahan-bahan yang diajarkan. Dengan demikian sukar kita bayangkan pendidikan itu
akan memberikan hasil yang diharakan. Karena itulh guru-guru yang cakap
memanfaatkan retorika dalam tugasnya, disatu pihak akan disenangi oleh
murid-muridnya sedangkan di pihak lain mereka berhasil sebagai pendidik.
2.
Retorika
dalam Usaha/Perdagangan
Retorika
juga dimanfaatkan secara terencana oleh sementara usahawan (pengusaha
barang-barang dagangan/dalam menjajaki barang-barang produksinya). Salah satu
sarana yang ditopangnya dengan retorika adalah
adpertens (iklan dan reklame). Keterangan yang mendetail tentang
adpertensi itu dikemukakan dengan baik sekali oleh Vance Packard dengan bukunya
yang berjudul “Hiden Persuaders” (New York, 1957). Di dalam buku ini Packard
mengatakan hal-hal para penyusun adpertensi umumnya memanfaatkan hal-hal yang
menjadi harapannya.
Selain
adpertensi, belakangan ini TV juga telah dimanfaatkan dengan baik oleh
usahawan, jika adpertensi mengandalkan keakuratannya pada “permainan” bahasa,
maka TV melengkapi kekuatan bahasa ini dengan peragaan dan tata suara, sehingga
daya persuasinya pu lebih kuat.
Dalam
penawaran barang dagangan kepada para konsumen/pembeli, sangat penting sekali
pemanfaatan retorika secara baik. Penjual berusaha dengan sebaik mungkin agar
orang terpengaruh dengan ucapannya dan penjelasannya tentang suatu produk atau
barang dan membeli barang dagangan tersebut. Jika pembeli terpengaruh dengan
ucapan si penjual telah berhasil beretorika pada saat itu.
Jadi,
apapun jenis tindak tutur, usaha benda dan lain sebagainya yang ditampilkan
lewat media massa, selama hal-hal tersebut dimanfatakan mempengaruhi pihak
lain, maka hal itu adalah fenomena retorika. Pendapat ini sesuai dengan
pengertian retorika yang dikemukakan oleh retorikus yang bernama William C.
Booth yang mengatakan bahwa setiap tindak (disadari atau tidak) yang
menyebabkan orang lain terpengaruh pada dasarnya adalah fenomena retorik.
3.
Retorika
dalam Humor
Humor
bertujuan untuk menghibur para penonton, oleh arah, agar apa yang disampaikan
atau pesan yang hendak disampaikan dapat dipahami oleh pendengar atau penonton.
Misalnya acara Ria Jenaka, yang ditayangkan oleh TVRI setiap Minggu pagi. Acara
ini menggunakan media retorika yang terencana dan diolah secara baik, agar
acara ini dapat diminati oleh masyarakat. Sebagai contoh acara ini mengambil
tema “Disiplin Nasional”, maka para pelakon dalam humor ini akan tampil sebaik
mungkin dan menggunakan teknik bicara yang baik, pesan-pesan disampaikan dengan
humor, sehingga penonton merasa terhibur dan pesan yang terkandung dalam humor
itu akan menimbulkan kebosanan pada diri penonton atau pendengar.
Di
samping itu, karena fenomena adalah gejala-gejala yang timbul dalam masyarakat,
sedangkan budaya yaitu tindak-tanduk keseharian manusia. Jadi, fenomena
retorika dalam budaya maksudnya segala gejala yang berhubungan dengan tindak
masyarakat yang menyangkut retorika. Gejala-gejala itu dapat terlihat dalam
bentuk lisan maupun tulisan. Untuk berbagai keperluan retorika diperlukan
beberapa cara:
1)
Retorika
Secara Spontan
Dalam kehidupan sehari-hari kita
perhatikan ada seseorang yang sangat pandai bertutur. Tuturannya itu tidak
direncanakan terlebih dahulu. Tapi lahir seketika untuk mengisi waktu luang.
Kita sebagai pendengar tertarik mendengarkannya. Bahkan pembicaraannya itu
diikuti dengan gerak dan mimic yang juga menarik.
Contoh:
Sewaktu kita berada di kampus, kebetulan
masih ada waktu beberapa menit menjelang dosen masuk. Secara spontan ada
seseorang yang asyik bicara. Kita pun
tertarik mendengarkannya.
Topik pembicaraannya
bermacam-macam mulai dari pengalaman terlambat bangun, sulit mendapat kendaraan
karena sudah kesiangan, sampai ke film dan sebagainya. Kita terkenan dan tidak
bosan dengan omongan orang itu.
2)
Retorika
Secara Tradisional/Konfensional
Bentuk retorika secara tradisional
adalah bentuk lama yang sudah digunakan dari masa ke masa.
Contoh:
Kata-kata sanjungan terhadap kecantikan
seorang gadis, hal ini dapat terlihat pada novel Pustaka. Gadis yang cantik
hidungnya bak dasun tunggal, matanya bagai bintang timur, rambutnya bagai
mayang terurai dan sebagainya.
Dongeng sebelum tidur, orang tua, kakek
sedang berbicara tentang dongeng binatang, dongeng tentang anak durhaka. Kita
tertarik karena pandainya orang tua kita menyusun kata dan menyampaikannya
dengan ekspresi yang bagus, hingga membuat tertidur.
Kata-kata nasehat yang dihubungkan
dengan kecelakaan, jangan duduk di depan pintu, nanti rezeki tertutup, jangan
tidur tertelungkup, nanti ibumu cepat meninggal, jangan menjahit baju di badan,
nanti selalu dililit hutang. Kata-kata atau petuah itu menarik sekali, karena
penyampaiannya begitu mengikat, dan halus sehingga seseorang bisa berubah
sikap.
3)
Retorika
Secara Terencana
Dalam bertutur ada orang yang secara spontan dapat
menyampaikan maksudnya kepada orang lain, tanpa direncanakan terlebih dahulu.
Tapi ada pula orang yang pandai menyampaikan maksudnya dengan direncanakan atau
dipersiapkan terlebih dahulu. Orang ini biasanya kurang pandai bertutur yang
menarik tanpa disiapkan.
Contoh:
Seseorang yang akan berbicara di depan
orang banyak, misalnya berpidato pada acara perpisahan, atau acara-acara resmi
lainnya, tanpa dipersiapkan terlebih dahulu mustahil orang ini akan berhasil
sebagai orator. Apaakh kalau orang ini belum mempunyai pengalaman sebelumnya.
C.
Retorika
dan Ilmu Lain
Aristoteles
menampilkan retorika sebagai suatu ilmu pada abad IV SM. Dikatakan bahwa
mula-mula kehadiran retorika bertujuan untuk mempersuasi atau upaya untuk
meyakinkan petutur akan kebenaran gagasan dari topic tutur yang dikemukakan. Ciri
penanda sebuah ilmu dapat dilihat dari tujuan dan fungsinya. Tujuan ilmu adalah
gambaran sesuatu yang dituju, sedangkan fungsi sebuah ilmu adalah memegang
peranan dalam mencapai peranan itu.
Tujuan
dan fungsi retorika menopang kehadirannya sebagai suatu ilmu tersendiri. Di
tinjau dari segi metode sebagai penanda kehadiran retorik tidak dapat disangkal
lagi karena retorik tegas-tegas mengembangkan metode sendiri yang dapat
memudahkan dan menemukan kebenaran dan meneruskan kebenaran itu di
tengah-tengah masyarakat untuk membina kehidupan yang lebih baik.
Walaupun
retorik telah berdiri sebagai suatu ilmu yang terpisah dengan ilmu lain namun
retorik tidak dapat menyangkal keterkaitannya dengan ilmu lain seperti ilmu
social dan kemanusiaan. Retorik sebagai salah satu kegiatan yang fungsional
dalam kehidupan manusia telah menjadi objek dalam penelitian dari berbagai
cabang ilmu pengetahuan. Dari berbagai ilmu yang menggarap kegiatan bertutur
dan bahasa, ada di antaranya yang dekat sekali gejala dengan retorika yaitu
logika, tata bahasa, sastra, dan filsafat,
menurut Oka
(dalam Arief, 2001: 38-41) diuraikan sebagai
berikut, yaitu:
1.
Retorika
dengan Logika
Retorika sangat
memerlukan kelogisan dan menyarankan agar penutur menggunakan kelogisan dan
kejernihan akal dalam menata dan memilih bahasa, sedangkan logika yang
berprinsip dan metode menuntut orang untuk mampu membedakan mana alasan yang
benar dan mana alasan yang tidak benar. Antara retorika dan logika adalah dua
ilmu yang sejajar dan saling mendukung karena retorika yang berpijak pada
bertutur sangat memerlukan bantuan retorika dalam penuturan dirinya.
2.
Retorika
dengan Tata Bahasa
Dalam sejarah
perkembangan bahasa dan studi tur muncul anggapan bahwa retorika adalah bagian
tata bahasa karena saat itu tata bahasa dipandang sebagai perangkat kaidah yang
mengajarkan bagaimana berbahasa yang baik. Sebuah tututr dikatakan baik apabila
bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang digariskan oleh tata bahasa.
Anggapan ini adalah anggapan orang-orang yang terlalu memuja tata bahasa. Hal ini
membuat retorika kehilangan funsi dan posisi yang wajar.
Retorika
bukanlah bagian dari tata bahasa karena keduanya memiliki prinsip dan fungsi
yang berbeda. Namun perbedaan itu bukan berarti tidak ada hubungan antara
retorika dengan tata bahasa. Sebaiknya seorang penutur menguasai kaidah-kaidah
bahasa untuk kemudian digunakan dalam berbicara yang disertakan dengan retorika
yang bagus dan meyakinkan.
Membuat
hubungan yang harmonis antara tata bahasa dan retorika bukanlah perbuatan yang
mudah, karena hal ini selalu menimbulkan problema yang besar bagi para
guru-guru pada umumnya. Retorika sering menuntun hal-hal yang tidak sepadan
dengan tata bahasa. Sebaiknya dalam mengajarkan tata bahasa diambil contoh dari
kalimat-kalimat yang retoris. Sebaiknya dalam menyusun tutur yang retoris
jangan sampai mengabaikan kaidah tata bahasa.
3.
Retorika
dengan Sastra
Dulu
antara retorika dan sastra merupakan ilmu yang padu. Maksudnya sastra merupakan
bagian dari retorika karena pada saat itu retorika sangat mementingkan kaidah.
Namun karena ilmu berkembang terus kajian keindahan sastra mulai makin tajam.
Pada saat inilah mulai sastra memisahkan diri dari retorik tepatnya pada abad
ke XX.
Sastra
dan retorika sama-sama mempersoalkan tentang penggunaan bahasa secara efektif
dan efisien, tetapi keindahan bahasa sastra untuk menjelaskan makna dan
menentukan keberhasilan sastrawan dalam membuat karya kreatif. Sebaiknya
retorika bertujuan untuk menentukan keberhasilan retoris dalam mempengaruhi
audien (pendengar)
Selain
dengan logika, ilmu bahasa dan tata bahasa, retorika juga berhubungan dengan
ilmu-ilmu lain. Ilmu social dan kemanusiaan sebagai ilmu yang berbicara tentang
manusia seperti filsafat, ilmu jiwa, Biologi, Sosiologi, Antropologi, Filologi,
sangat membutuhkan retorik dalam pengembangan dan perluasannya pada masyarakat
yang membutuhkan. Sebaliknya retorik sebagai ilmu bertutur sangat memerlukan
ilmu-ilmu lain untuk memperkokoh kehadirannya sebagai suatu ilmu.
4.
Retorika
dengan Filsafat
Retorika
memerlukan ilmu lain diungkapkan pertama kali oleh Aritoteles pada abad ke IV SM. Dia mengatakan
seorang penutur yang ingin sukses itu harus mengetahui dan memiliki pengetahuan
umum yang luas, agar dapat memilih ulasan yang baik serta sehingga bisa
menempatkannya pada posisi yang tepat. Aristoteles mengemukakan bahwa retorika
tidak bisa lepas dari fulsafat karena ilmu ini mengajarkan kebenaran serta
bimbingan orang bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan kebenaran. Jadi, filsafat merupakan ilmu
kebenaran yang memperkuat kehadiran retorika.
Psikologi
sangat banyak dikaji oleh retorika dalam memahami jiwa manusia dengan kaitannya
dengan kegiatan bertuturnya, kalau kita lihat perkembangan retorika dari dulu
hingga sekarang tampak bahwa retorika tidak henti-hentinya berorientasi pada
penemuan psikologi ini. Manfaat penemuan psikologi ini terlihat pada perintis
retorika baru yakni I.A Richards, Keneth Burke, dan mendukung aliran general
semantik.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Ermawati. 2001. “Retorika (Seni Berbahasa Lisan
dan Tulisan)”. Buku Ajar. Padang:
FBSS UNP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar