MONOLOGIKA
A.
Pengertian Pidato
Pidato merupakan salah satu kegiatan berbahasa lisan. Pidato adalah salah
satu kegiatan berbicara yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan atau
informasi pada orang lain secara resmi yang sifatnya satu arah. Pidato bersifat
satu arah karena aktifitas berbicara terjadi hanya pada satu orang
(komunikator) saja, pendengar hanya mendengarkan. Dalam pidato tidak ada
interaksi timbal balik berupa tanya jawab. Pidato bertujuan untuk menyampaikan
sesuatu, bukan untuk menjelaskan sesuatu. Unsur-unsur pidato terdiri dari: (1)
komunikator/pembicara, (2) komunikan/pendengar, (3) komunike/isi, dan (4) media
komunikasi.
B.
Jenis-jenis Pidato
Jenis-jenis pidato ditentukan oleh beberapa faktor seperti: situasi,
tempat, tujuan dan isi pembicaraan. Faktor-faktor yang menjadi patokan untuk
menentukan jenis pidato menurut Hendrikus (1991: 48-50) yaitu:
1.
Bidang Politik
Dalam dunia politik sering diucapkan pidato yang bertujuan politis.
Pendengar pidato politis pada umumnya adalah massa rakyat. Tujuan pidato
politis pada umumnya bukan mengajar, tetapi mempengaruhi; bukan meyakinkan,
tetapi membakar semangat. Oleh karena itu, pembicara harus menguasai psikologi
massa. Di samping itu dia harus menguasai teknik dan taktik berbicara. Dia juga
harus menguasai teknik penampilan, sehingga memberi kesan pasti dan mengundang
kepercayaan pihak pendengar terhadap dirinya. Seorang pembicara politis yang
baik, harus sanggup membimbing massa untuk mengambil keputusan, meskipun hanya
dengan menggunakan suaranya. Kata-katanya tidak boleh hanya menyentuh akal para
pendengar, tetapi juga hati mereka.
Jenis-jenis pidato politis yang lazim dibawakan adalah: pidato kenegaraan,
pidato parlemen, pidato pada perayaan nasional, pidato pada kesempatan
demonstrasi, dan pidato kampanye. Pidato politis pada umumnya panjang dan dapat
dibawakan langsung dihadapan massa atau dapat juga melalui media komunikasi
seperti radio dan televisi.
2.
Kesempatan Khusus
Ada banyak kesempatan atau pertemuan tidak resmi, di mana orang harus
membawakan pidato. Suasana pertemuan semacam ini umumnya akrab, sebab para
peserta sudah saling mengenal, seperti: pertemuan keluarga, sidang organisasi
dan sidang antara para anggota dan pimpinan perusahaan. Bentuk pidato yang
dibawakan biasanya disebut kata sambutan, lamanya antara 3-5 menit. Pidato ini
lebih diarahkan untuk menggerakkan hati dan bukan pikiran pendengar. Sasaran
utamanya adalah perasaan, bukan pengertian.
Jenis-jenis pidato yang dibawakan pada kesempatan ini adalah: pidato ucapan
selamat datang, pidato untuk memberi motivasi, pidato ucapan syukur, pidato
pembukaan, dan pidato penutup.
3.
Kesempatan Resmi
Dalam kehidupan bermasyarakat sering diselenggarakan berbagai pertemuan
karena alasan-alasan resmi. Para peserta yang hadir adalah para pejabat, para
pembesar atau orang-orang terkemuka yang datang dalam suasana formal. Bentuk
pidato ini juga disebut kata sambutan. Dalam kesempatan resmi, pidato atau
sambutan yang dibawakan seharusnya singkat, meskipun disampaikan secara bebas.
Sasarannya lebih untuk menggerakkan perasaan dan bukan untuk menanamkan
pengertian rational.
Jenis-jenis pidato pada kesempatan seperti ini adalah: pidato hari ulang
tahun, pidato pernikahan, pidato perpisahan, pidato pelantikan, pidato pesta
perak dan pesta emas.
4.
Pertemuan Informatif
Dalam hubungan dengan pembinaan,
sering diselenggarakan pertemuan-pertemuan informatif. Maksudnya adalah
pertemuan dalam kelompok-kelompok kecil atau besar, baik dalam dunia
pendidikan, maupun dalam bidang kehidupan lain, dengan maksud untuk memberi dan
membagi informasi atau untuk membahas suatu masalah secara ilmiah.
Pidato yang dibawakan pada
kesempatan ini bersifat sungguh-sungguh, ilmiah, objektif dan rasional.
Konsentrasi dan pembeberannya lebih pada penalaran rasional.
Menurut Ermawati Arief (2001: 68-79)
berdasarkan tujuannya, pidato secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu
sebagai berikut:
1.
Pidato Informatif
Pidato informatif bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak,
agar mereka mengetahui, mengerti dan menerima informasi tersebut.
Jenis-jenis pidato informatif adalah:
a.
Kuliah
Kuliah adalah penyampaian ilmu pengetahuan di dalam
universitas atau sekolah tinggi. Di dalam kuliah, salah satu bahan atau tema
dari bidang ilmu tertentu ditawarkan lewat sejumlah kuliah yang diberikan
berturut-turut. Cara menyajikan biasanya dengan membaca teks yang sudah
dipersiapkan.
b.
Ceramah
Ceramah pada dasarnya betujuan memberikan informasi dan
pengetahuan. Oleh karena itu, bahan yang diceramahkan harus dipersiapkan dengan
teliti. Ceramah harus menampilkan disposisi yang jelas, bahasa yang padat dan
berisi: pikiran yang tersusun logis dan memiliki skema yang jelas serta
hubungan yang serasi antara bagian-bagiannya.
c.
Referat/Makalah
Sebuah referat atau makalah sebenarnya adalah suatu
ceramah singkat mengenai suatu bidang ilmu pengetahuan, yang berlansung antara
10-20 menit. Sering kali referat juga merupakan pengantar ke dalam salah satu
bidang; atau dipakai sebagai salah satu acara dalam perundingan, sehingga orang
menyebutnya: pengantar singkat atau referat singkat. Referat dapat juga
dibawakan dalam diskusi, dalam konferensi atau konferensi meja bundar. Pada
dasarnya referat dibatasi urainnya pada hal-hal yang esensial, sehingga lebih
mengenai budi dan bukan perasaan manusia.
d.
Pengajaran
Pengajaran adalah uraian yang disusun secara pedagogis,
umumnya dibawakan untuk kelompok orang setingkat SLTP dan SLTA. Bentuk
penyajiannya bermacam-macam, sehingga tidak begitu membosankan.
e.
Wejangan Informatif
Ini adalah ceramah yang santai di depan sekelompok
pendengar dalam jumlah kecil. Bentuk ini sering dipakai apabila menunjukkan slides atau film. Gambar atau film menjadi pokok pembicaraan, sehingga tidak
menuntut suatu persiapan yang teliti.
2.
Pidato Persuasif
Pidato persuasif adalah pidato yang bertujuan untuk mempengaruhi pendengar
dengan bukti serta data yang lengkap dengan penjelasan yang sedetail-detailnya
agar pendengar mau mendengarkan pendapat kita. Pembicara dalam pidato persuasif
harus menciptakan situasi yang baik dan positif, tetap pada masalah dan harus
membangun rasa kepercayaan pada para pendengar. Ciri-ciri pidato persuasif
antara lain: (1) memancing keinginan pendengar untuk senang mendengar, (2)
melukiskan sesuatu, (3) mengemukakan tujuan, (4) mengemukakan pendapat, (5)
pembuktian dari keyakinan sendiri, dan (6) mengajak dan memberi semangat serta
seruan untuk bertindak.
3.
Pidato Rekreatif
Rekreatif berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang artinya kesenangan atau hiburan. Bahasa dalam pidato
rekreatif bersifat enteng, segar, dan mudah. Pidato rekreatif adalah pidato
yang disampaikan dalam situasi santai yang tujuannya adalah untuk menyampaikan
informasi tidak pula untuk mempengaruhi. Pidato rekreatif tidak selalu harus
melucu. Pidato rekreatif bisa disampaikan dalam situasi seperti: perhelatan
(pesta), pertemuan kelompok, jamuan makan malam.
C.
Ciri-ciri Suatu Pidato yang Baik
Menurut Hendrikus (1991: 51-54), sebuah pidato dikatakan baik apabila
memiliki sembilan hal yaitu sebagai berikut:
1.
Pidato yang Saklik
Pidato itu saklik apabila memiliki objektivitas dan unsur-unsur yang
mengandung kebenaran. Saklik juga berarti bahwa ada hubungan yang serasi antara
isi pidato dan formulasinya, sehingga indah kedengaran, tetapi bukan berarti
dihiasi dengan gaya bahasa yang berlebih-lebihan. Saklik juga berarti ada
hubungan yang jelas antara pembeberan masalah dengan fakta dan pendapat atau
penilaian pribadi.
2.
Pidato yang Jelas
Ketentuan sejak zaman kuno menyatakan bahwa pembicara harus mengungkapkan
pikirannya sedemikian rupa, sehingga tidak hanya sedapat mungkin isinya dapat
dimengerti, tetapi juga jangan sampai ada kemungkinan untuk tidak mengerti.
Oleh karena itu, pembicara harus memilih ungkapan dan susunan kalimat yang
tepat dan jelas untuk menghindarkan salah pengertian. Moltke pernah berkata
kepada para opsir pada tahun 1870: “Suatu perintah yang dapat menimbulkan salah
pengertian, akan tetap dimengerti salah.” Hal yang sama berlaku juga pada
pidato. Theodor Heuss biasanya menghabiskan banyak waktu untuk memperbaiki
formulasi pidato yang telah ditulisnya, untuk menghindarkan salah pengertian
pada para pendengar.
Pembicara yang tidak dapat
mengungkapkan pikiran secara jelas umumnya karena dia sendiri belum memahami
masalah secara tepat dan benar atau karena dia mau menyembunyikan pendapatnya.
3.
Pidato yang Hidup
Sebuah pidato yang baik itu harus
hidup. Untuk menghidupkan pidato dapat dipergunakan gambar, cerita pendek atau
kejadian-kejadian yang relevan sehingga memancing perhatian pendengar. Pidato yang
hidup dan menarik umumnya diawali dengan ilustrasi, sesudah itu ditampilkan
pengertian-pengertian abstrak atau definisi.
4.
Pidato yang Memiliki Tujuan
Setiap pidato harus memiliki tujuan,
yaitu apa yang mau dicapai. Tujuan ini harus dirumuskan dalam satu dua pikiran
pokok. Dalam membawakan pidato, tujuan ini hendaknya sering diulang dalam
rumusan yang berbeda, supaya pendengar tidak kehilangan benang merah selama
mendengarkan pidato. Kalimat-kalimat yang merumuskan tujuan dan kalimat-kalimat
pada bagian penutup pidato haruslah dirumuskan secara singkat, jelas tetapi
padat. Dalam suatu pidato tidak boleh disodorkan terlalu banyak tujuan dan
pikiran pokok.
5.
Pidato yang Memiliki Klimaks
Suatu pidato yang hanya membeberkan
kejadian demi kejadian atau kenyataan demi kenyataan, akan sangat membosankan.
Oleh karena itu, sebaiknya kenyataan atau kejadian-kejadian itu dikemukakan
dalam gaya bahasa klimaks. Berusahalah menciptakan titik-titik puncak dalam
pidato untuk memperbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar. Klimaks itu
harus muncul secara organis dari dalam pidato itu sendiri dan bukan karena
mengharapkan tepukan tangan yang riuh dari para pendengar. Klimaks yang
dirumuskan memberikan bobot kepada pidato. Usahakan supaya ketegangan dan rasa
ingin tahu pendengar diciptakan diantara pembukaan dan penutup pidato.
6.
Pidato yang Memiliki Pengulangan
Pengulangan atau redudans itu penting karena dapat
memperkuat isi pidato dan memperjelas pengertian pendengar. Pengulangan itu
juga menyebabkan pokok-pokok pidato tidak segera dilupakan. Suatu pengulangan
isi pesan yang dirumuskan secara baik akan memberi efek yang besar dalam
ingatan para pendengar.
7.
Pidato yang Berisi Hal-hal yang Mengejutkan
Sesuatu itu mengejutkan karena
mungkin belum pernah ada dan terjadi sebelumnya atau karena meskipun masalahnya
biasa dan terkenal, tetapi ditempatkan di dalam konteks atau relasi yang baru
dan menarik. Memunculkan hal-hal yang mengejutkan dalam pidato berarti
menciptakan hubungan yang baru dan menarik antara kenyataa-kenyataan yang dalam
situasi biasa tidak dapat dilihat. Hal-hal yang mengejutkan itu dapat
menimbulkan ketegangan yang menarik dan rasa ingin tahu yang besar, tetapi
tidak dimaksudkan sebagai sensasi.
8.
Pidato yang Dibatasi
Orang tidak boleh membeberkan segala
soal atau masalah dalam suatu pidato. Oleh karena itu, pidato harus dibatasi
pada satu atau dua soal yang tertentu saja. Pidato yang isinya terlalu luas
akan menjadi dangkal. Voltaire mengatakan: “Rahasia membuat pendengar merasa
bosan ialah menyampaikan segala sesuatu dalam satu pidato!” Marthin Luther
pernah memperingatkan para pengkhotbahnya dengan kata-kata: “Naiklah ke mimbar
bukalah mulutmu dan berhentilah segera!” maksud M. Luther supaya orang
berbicara singkat tetapi padat; berarti harus membatasi diri.
Mark Twain menceritakan bahwa ia
pernah pergi ke gereja untuk mendengarkan khotbah tentang misi. Sebelum pendeta
mulai berkhotbah, ia berpikir untuk mendermakan lima dolar. Tetapi setelah
khotbah itu selesai satu jam, Mark Twain memutuskan untuk hanya memberi
setengah dolar, dan karena ternyata pendeta memperpanjang lagi khotbahnya
selama satu jam, berarti khotbah itu berlangsung selama dua jam, pada akhir
upacara Mark Twain bukannya memberi derma, tetapi justru mengambil satu dolar
dari kotak derma. Alasan Mark Twain: “Dia berkhotbah terlalu lama sehingga
menyita waktu saya. Waktu adalah uang. Jadi, harus dibayar!”
9.
Pidato yang Mengandung Humor
Humor dalam pidato itu perlu, hanya
saja tidak boleh terlalu banyak, sehingga memberi kesan bahwa pembicara tidak
bersungguh-sungguh. Humor itu dapat menghidupkan pidato dan memberi kesan yang
tak terlupakan pada para pendengar. Humor dapat juga menyegarkan pikiran
pendengar, sehingga mencurahkan perhatian yang lebih besar kepada pidato
selanjutnya.
Dalam salah satu sidang parlemen,
berkatalah Konrad Adenauer kepada pimpinan partai komunis, “Betulkan, Tuan,
andaikan anda memegang pucuk pemerintahan, pasti anda akan menggantung saya!”
pemimpin partai komunis langsung menjawab, “Itu sudah pasti Tuan Adenauer,
tetapi dengan penghormatan yang besar!”
D.
Skema Pidato
1.
Tujuan Skema Pidato
Sebuah pidato harus disusun sebaik mungkin, sebagaimana mengolah suatu
karya seni. Sebuah rumah yang bagus harus juga dibangun menurut ukuran, skema
dan aturan tertentu. Onggokan batu dan pasir, meskipun banyak belum menjadi
satu rumah. Weller mengatakan: satu onggokan besar batu belum bisa disebut
rumah. Untuk membangun dibutuhkan perencanaan, konstruksi, sistematisasi,
statistik dan logik. Pikiran-pikiran yang terpencar-pencar tanpa hubungan satu
sama lain selalu menghasilkan pidato yang buruk, yang tanpa ujung pangkal.
Setiap pejabat atau orang yang
mempunyai posisi tertentu dalam masyarakat sangat dianjurkan supaya jangan
pernah berbicara bebas tanpa persiapan, tetapi harus berbicara dengan mempergunakan
skema tertentu atau dengan kata-kata kunci. Hal ini akan meredusir rasa takut
dan cemas dan ketegangan karena konsentrasi yang terlalu tinggi. Jadi, suatu
pidato yang baik dan berbobot harus memiliki skema dan struktur tertentu.
2.
Macam- macam Skema Pidato
a.
Skema Lima Kalimat
Skema lima kalimat ini dikembangkan oleh E. Drach dan H. Geissner. Skema bertolak
dari satu pernyataan, satu kalimat atau satu pikiran. Pikiran awal ini
mendorong pembicara dan pendengar untuk berpikir lebih lanjut. Pikiran awal ini
yang menjadi titik tolak dikembangkan menjadi satu rancangan pikiran (denkplan) yang tersusun dalam paling
tinggi tiga langkah. Ketiga langkah ini harus menjelaskan soal dari pikiran awal
dan harus memberi gambaran yang jelas kepada pendengar. Dengan itu ia
menghantar jalan pikiran kepada suatu titik tujuan yang harus dirumuskan dalam
satu kalimat. Kalimat terakhir ini berisi tujuan rasional bagi pendengar atau
dalam situasi tertentu dapat merupakan dorongan untuk bertindak.
1)
Mengapa justru lima kalimat?
Penggunaan angka lima ini berdasarkan pengalaman bahwa
manusia mempunyai lima jari. Sejak zaman Yunani Kuno, ilmu retorika sesudah
Aristoteles mempergunakan angka lima ini sebagai prinsip berdebat.
Dalam filsafat skolastik, ada lima langkah dalam
berdebat:
a)
Mengemukakan
masalah (quaestio atau propositio)
b)
Melihat apa yang
tidak termasuk masalah (videtur quod non)
c)
Argumen kontra (in oppositum: contra)
d)
Argumen pro (in oppositum: pro)
e)
Jalan keluar atau
penyelesaian masalah (solutio)
Dalam abad modern Dewey mengemukakan satu teori berpikir:
a)
Orang berhadapan
dengan suatu kesulitan
b)
Kesulitan ini
dilokalisasi, didefenisikan, dibatasi
c)
Penyodoran jalan
keluar yang mungkin
d)
Akibat-akibat logis
dari jalan keluar yang dianjurkan itu
e)
Memperhatikan
akibat lanjut dalam kehidupan praktis
Dalam proses belajar psikologi, Correl W dalam bukunya Lernpsychologie, cet. Ke-16, 1978 juga
mengemukakan lima langkah:
a)
Motivasi
b)
Pembatasan masalah
(proyeksi tujuan)
c)
Diskusi (versuch und irrtum)
d)
Penyodoran jalan
keluar (kemungkinan jalan keluar)
e)
Aplikasi: penegasan
jalan keluar (losungsverstarkung)
R. Wittsack dalam ilmu retorika mengemukakan lima langkah
berbicara:
a)
Mengapa saya bicara?
b)
Apa yang saya
bicarakan?
c)
Bagaimana keadaan
masalah ini sampai sekarang?
d)
Apa yang mau
dicapai?
e)
Dorongan/ajakan
untuk bertindak
2)
Kemungkinan-Kemungkinan dalam Menggunakan Skema Lima
Kalimat
Skema lima kalimat dapat dipergunakan dalam sidang-sidang atau konferensi,
di mana orang harus mengemukakan pendapatnya atau kalau harus memberi
pembuktian dan argumentasi. Ada enam kemungkinan untuk menyusun satu pidato
berdasarkan skema lima kalimat yaitu:
a)
Skema Mata Rantai
Skema mata rantai ini mempunyai hubungan yang kronologis
dan logis yang kuat antara pikiran yang satu dengan yang lain. Contohnya:
1.
Anjuran dari A agar
garasi mobil kita dibiarkan terbuka setiap saat, itu sangat berbahaya.
2.
Kita harus mempertimbangkan,
entah mengenai pintu garasi dikunci, atau menugaskan seseorang untuk menjaga
garasi sepanjang malam.
3.
Menurut saya, jalan
yang paling baik, ialah mengunci pintu garasi sesudah pukul 22.00.
4.
Sehingga kita bisa
memarkir motor kita di sana tanpa takut dicuri.
5.
Jadi, kita harus
memutuskan bahwa pintu garasi motor dikunci pada pukul 22.00.
b)
Skema Kompromis
1.
A berpendapat:
garasi kita aman, tidak pernah ada motor yang dicuri, atau dicopot sebagian
komponennya.
2.
B menyanggah
pendapat A, sambil memberikan bukti bahwa dua minggu lalu, EB 235 kehilangan
penutup tangki bensin dan EB 573 kehilangan kaca spion kiri.
3.
Menurut saya,
persoalan sebenarnya adalah motor-motor itu sendiri dan garasi untuk motor itu.
4.
Suapaya kita jangan
pusing lagi dengan soal ini, maka anjuran saya, jual saja motor itu dan bongkar
saja garasi itu. Kita bisa naik kendaraan umum yang tiap hari lalu lalang.
5.
Saya kira kita
harus berpikir ke arah ini, menjual motor-motor kita dan menggunakan kendaraan
umum.
c)
Membandingkan Dua Pendapat
1.
Kelompok A
mempertahankan masa KKN sesudah tingkat IV.
2.
Argumen mereka:
masa yang baik untuk mengenal kehidupan masyarakat sebelum wisuda sarjana dan
kesempatan baik untuk mematangkan komitmennya terhadap permasalahn masyarakat.
3.
Kelompok B,
berpendapat: hilangkan saja masa KKN sesudah tingkat IV.
4.
Alasannya: selama
di fakultas juga ada kesempatan untuk praktik lapangan di tengah masyarakat.
5.
Saya tidak setuju
dengan kedua pendapat ini, tetapi menganjurkan... Kuliah sampai mid semester,
sesudah itu praktik sampai liburan besar.
d)
Mengabaikan Satu Pokok
1)
Sudah satu jam kita
berdiskusi mengenai waktu bebas.
2)
Sampai sekarang
hanya dikatakan bahwa waktu itu baik untuk mempraktikkan hobi.
3)
Dan dengan itu
diabaikan pikiran bahwa waktu bebas juga bisa dipergunakan untuk membina dan
berbenah diri.
4)
Ada banyak
kemungkinan untuk membina dan berbenah diri.
5)
Coba kemukakan
anjuran-anjuran untuk membina dan berbenah diri dalam waktu bebas.
e)
Skema Deduktif (yang bertolak dari yang umum kepada yang
khusus)
1)
Secara umum orang
berpendapat bahwa mengirim mahasiswa untuk studi lanjut ke Eropa itu mudah.
2)
Dari pengalaman,
ternyata bukan hal yang mudah.
3)
Sebab, pertama,
kebudayaan dan tingkatan pendidikan sangat berbeda.
4)
Di samping itu, ada
masalah penguasaan bahasa asing untuk dapat belajar pada universitas di Eropa.
5)
Kesimpulan,
mahasiswa yang dikirim ke Eropa harus mempersiapkan diri dalam hal kebudayaan
dan bahasa asing.
f)
Skema Dialektis
1)
Manusia harus
mengembangkan kepribadiannya.
2)
Untuk itu ada
banyak tawaran kursus dan seminar.
3)
Tetapi selama
liburan orang juga dapat mengembangkan kepribadiannya.
4)
Hal ini hanya
mungkin apabila manusia memiliki waktu bebas.
5)
Jadi, waktu libur
harus diperpanjang.
b.
Skema Lima W
Sebagai satu konstruksi dasar dan
garis besar dapat dipergunakan lima pertanyaan. Jawaban atas kelima pertanyaan
ini dapat memberikan bahan-bahan penting untuk menyusun pidato, yaitu:
1) Siapa (Wer):
a) Siapa yang akan saya hadapi dalam pidato itu?
b) Siapa yang harus saya pengaruhi?
c) Tentang siapa saya akan berbicara?
2) Apa (Was)
a) Pikiran/ide apa yang perlu dibeberkan?
b) Apa yang menjadi bagian utama dari pidato?
c) Apa yang merupakan bagian yang kurang penting?
d) Apa yang menjadi tema pokok?
e) Apa yang menjadi subtema?
3) Dengan Apa (Womit)
a) Dengan apa saya akan mengemukakan argumentasi?
b) Dengan bukti apa saya akan memperkuat pendapat?
4) Bagaimana (Wie)
a) Bagaimana saya menyusun pidato ini?
b) Bagaimana urutan atau susunannya?
5) Kapan (Wann)
a) Kapan saya harus membawakan?
b) Kapan saya harus menyerahkan naskah?
c.
Skema Menurut Aphtonius
Ahli pidato Aphtonius dari Yunani yang hidup pada abad ke-3 M mengemukakan
satu skema pidato yang terdiri dari: (1) tema pidato, (2) penjelasan, (3)
pendasaran, (4) pikiran dan pendapat yang berlawanan, (5) perbandingan, (6)
contoh, (7) pembuktian, dan (8) penutup.
d.
Skema Tiga Bagian (Model Skema Cicero)
Menurut skema ini pidato dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1)
Pendahuluan
Ucapan salam, pembukaan, titik tolak dan penghantar ke dalam tema yang akan
dibicarakan. Pertanyaan: mengapa saya berbicara? Apa yang menjadi alasan bahwa
saya berbicara?
2)
Bagian Utama (Isi
Pidato)
Penjelasan masalah sebenarnya yang
dilihat dalam tiga perspektif: masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Pertanyaannya: apa yang mau dicapai? Perubahan-perubahan yang mungkin
dilaksanakan, anjuran-anjuran, argumentasi dan pembuktian dan lain-lain.
3)
Penutup
Bagian penutup berisi: rangkuman,
permintaan/permohonan, tuntutan, tindakan konkret yang harus dijalankan,
pelaksanaan, harapan, dan lain-lain.
P. D. W.
Hendrikus SVD. 1991. Retorika.
Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar