Jumat, 15 Mei 2015

MONOLOGIKA PIDATO



MONOLOGIKA

A.           Pengertian Pidato
Pidato merupakan salah satu kegiatan berbahasa lisan. Pidato adalah salah satu kegiatan berbicara yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi pada orang lain secara resmi yang sifatnya satu arah. Pidato bersifat satu arah karena aktifitas berbicara terjadi hanya pada satu orang (komunikator) saja, pendengar hanya mendengarkan. Dalam pidato tidak ada interaksi timbal balik berupa tanya jawab. Pidato bertujuan untuk menyampaikan sesuatu, bukan untuk menjelaskan sesuatu. Unsur-unsur pidato terdiri dari: (1) komunikator/pembicara, (2) komunikan/pendengar, (3) komunike/isi, dan (4) media komunikasi.

B.                 Jenis-jenis Pidato
Jenis-jenis pidato ditentukan oleh beberapa faktor seperti: situasi, tempat, tujuan dan isi pembicaraan. Faktor-faktor yang menjadi patokan untuk menentukan jenis pidato menurut Hendrikus (1991: 48-50) yaitu:
1.                  Bidang Politik
Dalam dunia politik sering diucapkan pidato yang bertujuan politis. Pendengar pidato politis pada umumnya adalah massa rakyat. Tujuan pidato politis pada umumnya bukan mengajar, tetapi mempengaruhi; bukan meyakinkan, tetapi membakar semangat. Oleh karena itu, pembicara harus menguasai psikologi massa. Di samping itu dia harus menguasai teknik dan taktik berbicara. Dia juga harus menguasai teknik penampilan, sehingga memberi kesan pasti dan mengundang kepercayaan pihak pendengar terhadap dirinya. Seorang pembicara politis yang baik, harus sanggup membimbing massa untuk mengambil keputusan, meskipun hanya dengan menggunakan suaranya. Kata-katanya tidak boleh hanya menyentuh akal para pendengar, tetapi juga hati mereka.
Jenis-jenis pidato politis yang lazim dibawakan adalah: pidato kenegaraan, pidato parlemen, pidato pada perayaan nasional, pidato pada kesempatan demonstrasi, dan pidato kampanye. Pidato politis pada umumnya panjang dan dapat dibawakan langsung dihadapan massa atau dapat juga melalui media komunikasi seperti radio dan televisi.



2.                  Kesempatan Khusus
Ada banyak kesempatan atau pertemuan tidak resmi, di mana orang harus membawakan pidato. Suasana pertemuan semacam ini umumnya akrab, sebab para peserta sudah saling mengenal, seperti: pertemuan keluarga, sidang organisasi dan sidang antara para anggota dan pimpinan perusahaan. Bentuk pidato yang dibawakan biasanya disebut kata sambutan, lamanya antara 3-5 menit. Pidato ini lebih diarahkan untuk menggerakkan hati dan bukan pikiran pendengar. Sasaran utamanya adalah perasaan, bukan pengertian.
Jenis-jenis pidato yang dibawakan pada kesempatan ini adalah: pidato ucapan selamat datang, pidato untuk memberi motivasi, pidato ucapan syukur, pidato pembukaan, dan pidato penutup.

3.                  Kesempatan Resmi
Dalam kehidupan bermasyarakat sering diselenggarakan berbagai pertemuan karena alasan-alasan resmi. Para peserta yang hadir adalah para pejabat, para pembesar atau orang-orang terkemuka yang datang dalam suasana formal. Bentuk pidato ini juga disebut kata sambutan. Dalam kesempatan resmi, pidato atau sambutan yang dibawakan seharusnya singkat, meskipun disampaikan secara bebas. Sasarannya lebih untuk menggerakkan perasaan dan bukan untuk menanamkan pengertian rational.
Jenis-jenis pidato pada kesempatan seperti ini adalah: pidato hari ulang tahun, pidato pernikahan, pidato perpisahan, pidato pelantikan, pidato pesta perak dan pesta emas.

4.                  Pertemuan Informatif
            Dalam hubungan dengan pembinaan, sering diselenggarakan pertemuan-pertemuan informatif. Maksudnya adalah pertemuan dalam kelompok-kelompok kecil atau besar, baik dalam dunia pendidikan, maupun dalam bidang kehidupan lain, dengan maksud untuk memberi dan membagi informasi atau untuk membahas suatu masalah secara ilmiah.
            Pidato yang dibawakan pada kesempatan ini bersifat sungguh-sungguh, ilmiah, objektif dan rasional. Konsentrasi dan pembeberannya lebih pada penalaran rasional.

            Menurut Ermawati Arief (2001: 68-79) berdasarkan tujuannya, pidato secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1.             Pidato Informatif
Pidato informatif bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak, agar mereka mengetahui, mengerti dan menerima informasi tersebut.
Jenis-jenis pidato informatif adalah:
a.    Kuliah
Kuliah adalah penyampaian ilmu pengetahuan di dalam universitas atau sekolah tinggi. Di dalam kuliah, salah satu bahan atau tema dari bidang ilmu tertentu ditawarkan lewat sejumlah kuliah yang diberikan berturut-turut. Cara menyajikan biasanya dengan membaca teks yang sudah dipersiapkan.
b.    Ceramah
Ceramah pada dasarnya betujuan memberikan informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu, bahan yang diceramahkan harus dipersiapkan dengan teliti. Ceramah harus menampilkan disposisi yang jelas, bahasa yang padat dan berisi: pikiran yang tersusun logis dan memiliki skema yang jelas serta hubungan yang serasi antara bagian-bagiannya.
c.    Referat/Makalah
Sebuah referat atau makalah sebenarnya adalah suatu ceramah singkat mengenai suatu bidang ilmu pengetahuan, yang berlansung antara 10-20 menit. Sering kali referat juga merupakan pengantar ke dalam salah satu bidang; atau dipakai sebagai salah satu acara dalam perundingan, sehingga orang menyebutnya: pengantar singkat atau referat singkat. Referat dapat juga dibawakan dalam diskusi, dalam konferensi atau konferensi meja bundar. Pada dasarnya referat dibatasi urainnya pada hal-hal yang esensial, sehingga lebih mengenai budi dan bukan perasaan manusia.
d.   Pengajaran
Pengajaran adalah uraian yang disusun secara pedagogis, umumnya dibawakan untuk kelompok orang setingkat SLTP dan SLTA. Bentuk penyajiannya bermacam-macam, sehingga tidak begitu membosankan.
e.    Wejangan Informatif
Ini adalah ceramah yang santai di depan sekelompok pendengar dalam jumlah kecil. Bentuk ini sering dipakai apabila menunjukkan slides atau film. Gambar atau film menjadi pokok pembicaraan, sehingga tidak menuntut suatu persiapan yang teliti.

2.             Pidato Persuasif
Pidato persuasif adalah pidato yang bertujuan untuk mempengaruhi pendengar dengan bukti serta data yang lengkap dengan penjelasan yang sedetail-detailnya agar pendengar mau mendengarkan pendapat kita. Pembicara dalam pidato persuasif harus menciptakan situasi yang baik dan positif, tetap pada masalah dan harus membangun rasa kepercayaan pada para pendengar. Ciri-ciri pidato persuasif antara lain: (1) memancing keinginan pendengar untuk senang mendengar, (2) melukiskan sesuatu, (3) mengemukakan tujuan, (4) mengemukakan pendapat, (5) pembuktian dari keyakinan sendiri, dan (6) mengajak dan memberi semangat serta seruan untuk bertindak.

3.             Pidato Rekreatif
Rekreatif berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang artinya kesenangan atau hiburan. Bahasa dalam pidato rekreatif bersifat enteng, segar, dan mudah. Pidato rekreatif adalah pidato yang disampaikan dalam situasi santai yang tujuannya adalah untuk menyampaikan informasi tidak pula untuk mempengaruhi. Pidato rekreatif tidak selalu harus melucu. Pidato rekreatif bisa disampaikan dalam situasi seperti: perhelatan (pesta), pertemuan kelompok, jamuan makan malam.

C.                Ciri-ciri Suatu Pidato yang Baik
Menurut Hendrikus (1991: 51-54), sebuah pidato dikatakan baik apabila memiliki sembilan hal yaitu sebagai berikut:
1.                  Pidato yang Saklik
Pidato itu saklik apabila memiliki objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran. Saklik juga berarti bahwa ada hubungan yang serasi antara isi pidato dan formulasinya, sehingga indah kedengaran, tetapi bukan berarti dihiasi dengan gaya bahasa yang berlebih-lebihan. Saklik juga berarti ada hubungan yang jelas antara pembeberan masalah dengan fakta dan pendapat atau penilaian pribadi.

2.                  Pidato yang Jelas
Ketentuan sejak zaman kuno menyatakan bahwa pembicara harus mengungkapkan pikirannya sedemikian rupa, sehingga tidak hanya sedapat mungkin isinya dapat dimengerti, tetapi juga jangan sampai ada kemungkinan untuk tidak mengerti. Oleh karena itu, pembicara harus memilih ungkapan dan susunan kalimat yang tepat dan jelas untuk menghindarkan salah pengertian. Moltke pernah berkata kepada para opsir pada tahun 1870: “Suatu perintah yang dapat menimbulkan salah pengertian, akan tetap dimengerti salah.” Hal yang sama berlaku juga pada pidato. Theodor Heuss biasanya menghabiskan banyak waktu untuk memperbaiki formulasi pidato yang telah ditulisnya, untuk menghindarkan salah pengertian pada para pendengar.
            Pembicara yang tidak dapat mengungkapkan pikiran secara jelas umumnya karena dia sendiri belum memahami masalah secara tepat dan benar atau karena dia mau menyembunyikan pendapatnya.

3.                  Pidato yang Hidup
            Sebuah pidato yang baik itu harus hidup. Untuk menghidupkan pidato dapat dipergunakan gambar, cerita pendek atau kejadian-kejadian yang relevan sehingga memancing perhatian pendengar. Pidato yang hidup dan menarik umumnya diawali dengan ilustrasi, sesudah itu ditampilkan pengertian-pengertian abstrak atau definisi.
4.                  Pidato yang Memiliki Tujuan
            Setiap pidato harus memiliki tujuan, yaitu apa yang mau dicapai. Tujuan ini harus dirumuskan dalam satu dua pikiran pokok. Dalam membawakan pidato, tujuan ini hendaknya sering diulang dalam rumusan yang berbeda, supaya pendengar tidak kehilangan benang merah selama mendengarkan pidato. Kalimat-kalimat yang merumuskan tujuan dan kalimat-kalimat pada bagian penutup pidato haruslah dirumuskan secara singkat, jelas tetapi padat. Dalam suatu pidato tidak boleh disodorkan terlalu banyak tujuan dan pikiran pokok.

5.                  Pidato yang Memiliki Klimaks
            Suatu pidato yang hanya membeberkan kejadian demi kejadian atau kenyataan demi kenyataan, akan sangat membosankan. Oleh karena itu, sebaiknya kenyataan atau kejadian-kejadian itu dikemukakan dalam gaya bahasa klimaks. Berusahalah menciptakan titik-titik puncak dalam pidato untuk memperbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar. Klimaks itu harus muncul secara organis dari dalam pidato itu sendiri dan bukan karena mengharapkan tepukan tangan yang riuh dari para pendengar. Klimaks yang dirumuskan memberikan bobot kepada pidato. Usahakan supaya ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar diciptakan diantara pembukaan dan penutup pidato.

6.                  Pidato yang Memiliki Pengulangan
            Pengulangan atau redudans itu penting karena dapat memperkuat isi pidato dan memperjelas pengertian pendengar. Pengulangan itu juga menyebabkan pokok-pokok pidato tidak segera dilupakan. Suatu pengulangan isi pesan yang dirumuskan secara baik akan memberi efek yang besar dalam ingatan para pendengar.


7.                  Pidato yang Berisi Hal-hal yang Mengejutkan
            Sesuatu itu mengejutkan karena mungkin belum pernah ada dan terjadi sebelumnya atau karena meskipun masalahnya biasa dan terkenal, tetapi ditempatkan di dalam konteks atau relasi yang baru dan menarik. Memunculkan hal-hal yang mengejutkan dalam pidato berarti menciptakan hubungan yang baru dan menarik antara kenyataa-kenyataan yang dalam situasi biasa tidak dapat dilihat. Hal-hal yang mengejutkan itu dapat menimbulkan ketegangan yang menarik dan rasa ingin tahu yang besar, tetapi tidak dimaksudkan sebagai sensasi.

8.                  Pidato yang Dibatasi
            Orang tidak boleh membeberkan segala soal atau masalah dalam suatu pidato. Oleh karena itu, pidato harus dibatasi pada satu atau dua soal yang tertentu saja. Pidato yang isinya terlalu luas akan menjadi dangkal. Voltaire mengatakan: “Rahasia membuat pendengar merasa bosan ialah menyampaikan segala sesuatu dalam satu pidato!” Marthin Luther pernah memperingatkan para pengkhotbahnya dengan kata-kata: “Naiklah ke mimbar bukalah mulutmu dan berhentilah segera!” maksud M. Luther supaya orang berbicara singkat tetapi padat; berarti harus membatasi diri.
            Mark Twain menceritakan bahwa ia pernah pergi ke gereja untuk mendengarkan khotbah tentang misi. Sebelum pendeta mulai berkhotbah, ia berpikir untuk mendermakan lima dolar. Tetapi setelah khotbah itu selesai satu jam, Mark Twain memutuskan untuk hanya memberi setengah dolar, dan karena ternyata pendeta memperpanjang lagi khotbahnya selama satu jam, berarti khotbah itu berlangsung selama dua jam, pada akhir upacara Mark Twain bukannya memberi derma, tetapi justru mengambil satu dolar dari kotak derma. Alasan Mark Twain: “Dia berkhotbah terlalu lama sehingga menyita waktu saya. Waktu adalah uang. Jadi, harus dibayar!”

9.                  Pidato yang Mengandung Humor
            Humor dalam pidato itu perlu, hanya saja tidak boleh terlalu banyak, sehingga memberi kesan bahwa pembicara tidak bersungguh-sungguh. Humor itu dapat menghidupkan pidato dan memberi kesan yang tak terlupakan pada para pendengar. Humor dapat juga menyegarkan pikiran pendengar, sehingga mencurahkan perhatian yang lebih besar kepada pidato selanjutnya.
            Dalam salah satu sidang parlemen, berkatalah Konrad Adenauer kepada pimpinan partai komunis, “Betulkan, Tuan, andaikan anda memegang pucuk pemerintahan, pasti anda akan menggantung saya!” pemimpin partai komunis langsung menjawab, “Itu sudah pasti Tuan Adenauer, tetapi dengan penghormatan yang besar!”

D.                Skema Pidato
1.                  Tujuan Skema Pidato
Sebuah pidato harus disusun sebaik mungkin, sebagaimana mengolah suatu karya seni. Sebuah rumah yang bagus harus juga dibangun menurut ukuran, skema dan aturan tertentu. Onggokan batu dan pasir, meskipun banyak belum menjadi satu rumah. Weller mengatakan: satu onggokan besar batu belum bisa disebut rumah. Untuk membangun dibutuhkan perencanaan, konstruksi, sistematisasi, statistik dan logik. Pikiran-pikiran yang terpencar-pencar tanpa hubungan satu sama lain selalu menghasilkan pidato yang buruk, yang tanpa ujung pangkal.
            Setiap pejabat atau orang yang mempunyai posisi tertentu dalam masyarakat sangat dianjurkan supaya jangan pernah berbicara bebas tanpa persiapan, tetapi harus berbicara dengan mempergunakan skema tertentu atau dengan kata-kata kunci. Hal ini akan meredusir rasa takut dan cemas dan ketegangan karena konsentrasi yang terlalu tinggi. Jadi, suatu pidato yang baik dan berbobot harus memiliki skema dan struktur tertentu.

2.                  Macam- macam Skema Pidato
a.             Skema Lima Kalimat
Skema lima kalimat ini dikembangkan oleh E. Drach dan H. Geissner. Skema bertolak dari satu pernyataan, satu kalimat atau satu pikiran. Pikiran awal ini mendorong pembicara dan pendengar untuk berpikir lebih lanjut. Pikiran awal ini yang menjadi titik tolak dikembangkan menjadi satu rancangan pikiran (denkplan) yang tersusun dalam paling tinggi tiga langkah. Ketiga langkah ini harus menjelaskan soal dari pikiran awal dan harus memberi gambaran yang jelas kepada pendengar. Dengan itu ia menghantar jalan pikiran kepada suatu titik tujuan yang harus dirumuskan dalam satu kalimat. Kalimat terakhir ini berisi tujuan rasional bagi pendengar atau dalam situasi tertentu dapat merupakan dorongan untuk bertindak.
1)             Mengapa justru lima kalimat?
Penggunaan angka lima ini berdasarkan pengalaman bahwa manusia mempunyai lima jari. Sejak zaman Yunani Kuno, ilmu retorika sesudah Aristoteles mempergunakan angka lima ini sebagai prinsip berdebat.

Dalam filsafat skolastik, ada lima langkah dalam berdebat:
a)         Mengemukakan masalah (quaestio atau propositio)
b)        Melihat apa yang tidak termasuk masalah (videtur quod non)
c)         Argumen kontra (in oppositum: contra)
d)        Argumen pro (in oppositum: pro)
e)         Jalan keluar atau penyelesaian masalah (solutio)

Dalam abad modern Dewey mengemukakan satu teori berpikir:
a)         Orang berhadapan dengan suatu kesulitan
b)        Kesulitan ini dilokalisasi, didefenisikan, dibatasi
c)         Penyodoran jalan keluar yang mungkin
d)        Akibat-akibat logis dari jalan keluar yang dianjurkan itu
e)         Memperhatikan akibat lanjut dalam kehidupan praktis

Dalam proses belajar psikologi, Correl W dalam bukunya Lernpsychologie, cet. Ke-16, 1978 juga mengemukakan lima langkah:
a)         Motivasi
b)        Pembatasan masalah (proyeksi tujuan)
c)         Diskusi (versuch und irrtum)
d)        Penyodoran jalan keluar (kemungkinan jalan keluar)
e)         Aplikasi: penegasan jalan keluar (losungsverstarkung)

R. Wittsack dalam ilmu retorika mengemukakan lima langkah berbicara:
a)         Mengapa saya bicara?
b)        Apa yang saya bicarakan?
c)         Bagaimana keadaan masalah ini sampai sekarang?
d)        Apa yang mau dicapai?
e)         Dorongan/ajakan untuk bertindak
2)             Kemungkinan-Kemungkinan dalam Menggunakan Skema Lima Kalimat
Skema lima kalimat dapat dipergunakan dalam sidang-sidang atau konferensi, di mana orang harus mengemukakan pendapatnya atau kalau harus memberi pembuktian dan argumentasi. Ada enam kemungkinan untuk menyusun satu pidato berdasarkan skema lima kalimat yaitu:

a)        Skema Mata Rantai
Skema mata rantai ini mempunyai hubungan yang kronologis dan logis yang kuat antara pikiran yang satu dengan yang lain. Contohnya:
1.    Anjuran dari A agar garasi mobil kita dibiarkan terbuka setiap saat, itu sangat berbahaya.
2.    Kita harus mempertimbangkan, entah mengenai pintu garasi dikunci, atau menugaskan seseorang untuk menjaga garasi sepanjang malam.
3.    Menurut saya, jalan yang paling baik, ialah mengunci pintu garasi sesudah pukul 22.00.
4.    Sehingga kita bisa memarkir motor kita di sana tanpa takut dicuri.
5.    Jadi, kita harus memutuskan bahwa pintu garasi motor dikunci pada pukul 22.00.
b)        Skema Kompromis
1.    A berpendapat: garasi kita aman, tidak pernah ada motor yang dicuri, atau dicopot sebagian komponennya.
2.    B menyanggah pendapat A, sambil memberikan bukti bahwa dua minggu lalu, EB 235 kehilangan penutup tangki bensin dan EB 573 kehilangan kaca spion kiri.
3.    Menurut saya, persoalan sebenarnya adalah motor-motor itu sendiri dan garasi untuk motor itu.
4.    Suapaya kita jangan pusing lagi dengan soal ini, maka anjuran saya, jual saja motor itu dan bongkar saja garasi itu. Kita bisa naik kendaraan umum yang tiap hari lalu lalang.
5.    Saya kira kita harus berpikir ke arah ini, menjual motor-motor kita dan menggunakan kendaraan umum.

c)         Membandingkan Dua Pendapat
1.    Kelompok A mempertahankan masa KKN sesudah tingkat IV.
2.    Argumen mereka: masa yang baik untuk mengenal kehidupan masyarakat sebelum wisuda sarjana dan kesempatan baik untuk mematangkan komitmennya terhadap permasalahn masyarakat.
3.    Kelompok B, berpendapat: hilangkan saja masa KKN sesudah tingkat IV.
4.    Alasannya: selama di fakultas juga ada kesempatan untuk praktik lapangan di tengah masyarakat.
5.    Saya tidak setuju dengan kedua pendapat ini, tetapi menganjurkan... Kuliah sampai mid semester, sesudah itu praktik sampai liburan besar.
d)        Mengabaikan Satu Pokok
1)   Sudah satu jam kita berdiskusi mengenai waktu bebas.
2)   Sampai sekarang hanya dikatakan bahwa waktu itu baik untuk mempraktikkan hobi.
3)   Dan dengan itu diabaikan pikiran bahwa waktu bebas juga bisa dipergunakan untuk membina dan berbenah diri.
4)   Ada banyak kemungkinan untuk membina dan berbenah diri.
5)   Coba kemukakan anjuran-anjuran untuk membina dan berbenah diri dalam waktu bebas.
e)         Skema Deduktif (yang bertolak dari yang umum kepada yang khusus)
1)   Secara umum orang berpendapat bahwa mengirim mahasiswa untuk studi lanjut ke Eropa itu mudah.
2)   Dari pengalaman, ternyata bukan hal yang mudah.
3)   Sebab, pertama, kebudayaan dan tingkatan pendidikan sangat berbeda.
4)   Di samping itu, ada masalah penguasaan bahasa asing untuk dapat belajar pada universitas di Eropa.
5)   Kesimpulan, mahasiswa yang dikirim ke Eropa harus mempersiapkan diri dalam hal kebudayaan dan bahasa asing.
f)         Skema Dialektis
1)   Manusia harus mengembangkan kepribadiannya.
2)   Untuk itu ada banyak tawaran kursus dan seminar.
3)   Tetapi selama liburan orang juga dapat mengembangkan kepribadiannya.
4)   Hal ini hanya mungkin apabila manusia memiliki waktu bebas.
5)   Jadi, waktu libur harus diperpanjang.

b.                  Skema Lima W
            Sebagai satu konstruksi dasar dan garis besar dapat dipergunakan lima pertanyaan. Jawaban atas kelima pertanyaan ini dapat memberikan bahan-bahan penting untuk menyusun pidato, yaitu:
1)   Siapa (Wer):
a)    Siapa yang akan saya hadapi dalam pidato itu?
b)   Siapa yang harus saya pengaruhi?
c)    Tentang siapa saya akan berbicara?

2)   Apa (Was)
a)    Pikiran/ide apa yang perlu dibeberkan?
b)   Apa yang menjadi bagian utama dari pidato?
c)    Apa yang merupakan bagian yang kurang penting?
d)   Apa yang menjadi tema pokok?
e)    Apa yang menjadi subtema?
3)   Dengan Apa (Womit)
a)    Dengan apa saya akan mengemukakan argumentasi?
b)   Dengan bukti apa saya akan memperkuat pendapat?
4)   Bagaimana (Wie)
a)    Bagaimana saya menyusun pidato ini?
b)   Bagaimana urutan atau susunannya?
5)   Kapan (Wann)
a)    Kapan saya harus membawakan?
b)   Kapan saya harus menyerahkan naskah?

c.                   Skema Menurut Aphtonius
Ahli pidato Aphtonius dari Yunani yang hidup pada abad ke-3 M mengemukakan satu skema pidato yang terdiri dari: (1) tema pidato, (2) penjelasan, (3) pendasaran, (4) pikiran dan pendapat yang berlawanan, (5) perbandingan, (6) contoh, (7) pembuktian, dan (8) penutup.

d.                  Skema Tiga Bagian (Model Skema Cicero)
Menurut skema ini pidato dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1)                  Pendahuluan
Ucapan salam, pembukaan, titik tolak dan penghantar ke dalam tema yang akan dibicarakan. Pertanyaan: mengapa saya berbicara? Apa yang menjadi alasan bahwa saya berbicara?
2)                  Bagian Utama (Isi Pidato)
            Penjelasan masalah sebenarnya yang dilihat dalam tiga perspektif: masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pertanyaannya: apa yang mau dicapai? Perubahan-perubahan yang mungkin dilaksanakan, anjuran-anjuran, argumentasi dan pembuktian dan lain-lain.


3)                  Penutup
            Bagian penutup berisi: rangkuman, permintaan/permohonan, tuntutan, tindakan konkret yang harus dijalankan, pelaksanaan, harapan, dan lain-lain.


P. D. W. Hendrikus SVD. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar