PEMBICARA
Pada umumnya, seorang pembicara di
depan publik selalu menjadi pusat perhatian karena semua pandangan dan
perhatian tertuju kepadanya. Apalagi bagi orang yang suka memperhatikan keistimewaan
dan kelemahan orang lain. Perhatian yang bersifat negatif akan hilang apabila ia
menawan hati pendengar karena memancarkan kekuatan, kejelasan, kehalusan, sikap
yang penuh pertimbangan dan manusiawi. Seorang pembicara tidak perlu
berpendidikan tinggi. Perhatian pendengar terhadap pembicara tergantung pada
keterampilan berbicara, ketepatan berargumentasi dan daya meyakinkan yang
dipancarkannya.
A.
Kepribadian Pembicara
Unsur penting yang menentukan
efektivitas komunikasi retoris adalah kepribadian pembicara. Faktor-faktor yang
turut membentuk kepribadian seorang pembicara yang baik adalah sebagai berikut:
1.
Seorang pembicara
hendaknya memiliki dasar pendidikan yang cukup dan pengetahuan umum yang luas.
2.
Seorang pembicara
hendaknya memiliki rasa percaya diri dan kepastian sehingga mampu memancarkan
kepastian.
3.
Cara dan bentuk pergaulan
seorang pembicara hendaknya sesuai dengan tingkat orang-orang yang dihadapinya.
4.
Seorang pembicara
hendaknya menyesuaikan cara berpakaian dengan tempat dan tingkat serta karakter
pertemuan.
5.
Seorang pembicara hendaknya
dalam penampilan senantiasa memperhatikan keapikan dan kebersihan.
6.
Seorang pembicara
hendaknya jujur dan ikhlas dalam tutur kata dan tingkah laku.
7.
Seorang pembicara
hendaknya bersemangat dan mampu memberi semangat.
8.
Seorang pembicara
hendaknya dalam berbicara ia memiliki artikulasi yang jelas.
9.
Seorang pembicara
hendaknya memiliki daya bahasa yang meyakinkan karena merumuskan ungkapan yang
tepat dan dialektis. Apabila memiliki spesialisasi, maka ia harus mampu
menunjukkan kompetensi dan pengetahuan fak yang memadai.
10.
Seorang pembicara seharusnya
memiliki daya yang kreatif dan berdaya cipta.
11.
Seorang pembicara
harus tahu tenggang rasa dan memperhatikan sopan santun.
12.
Seorang pembicara
hendaknya dalam setiap penampilan ia bersikap sederhana, tetapi menarik dan
asli.
13.
Seorang pembicara
hendaknya senantiasa berusaha mengenal situasi masyarakat, khususnya para
pendengarnya.
14.
Cara hidup seorang
pembicara hendaknya memiliki disiplin yang tinggi dan taat pada aturan.
15.
Seorang pembicara
hendaknya sanggup mengarahkan dan membimbing sesama.
16.
Seorang pembicara
hendaknya memiliki kesabaran, tetapi penuh pertimbangan dan rasional dalam berbicara
dan bertindak.
Untuk
mencapai sukses yang besar memang sukar, tetapi mencapai kepribadian jauh lebih
sukar. Untuk mempertinggi penampilan
yang menarik, diberikan beberapa anjuran dan nasihat yaitu sebagai berikut:
1.
Mencari orang besar
yang dapat dijadikan contoh atau model.
2.
Membuat suatu
daftar kelemahan pribadi sebagai patokan dalam usaha untuk mengurangi atau menghilangkannya.
3.
Mencari dan
mengambil pengetahuan baru.
4.
Melatih pikiran dan
kesanggupan berkonsentrasi.
5.
Memperluas
perbendaharaan kata.
6.
Membaca buku-buku
yang baik.
7.
Lebih baik belajar
mendengar.
8.
Memperhatikan
manusia secara teliti.
9.
Mempelajari bahasa
asing.
Untuk membina kepribadian, di bawah ini disertakan
beberapa patokan:
1.
Publik tidak akan
memberikan kepercayaan kepada seorang pembicara secara cuma-cuma. Dia sendiri
harus memperolehnya lewat usaha yang keras.
2.
Rasa pasti seorang
pembicara menentukan juga rasa pasti penampilannya.
3.
Orang tidak dapat
menghilangkan kelemahan-kelemahan manusiawinya, kalau orang itu tidak mengenal
kelemahan itu atau kalau orang lain tidak memberitahukannya.
4.
Lebih gampang untuk
mengenal sepuluh kesalahan dan kelemahan pada orang lain, daripada mengenal
kesalahan dan kelemahan pada diri sendiri.
5.
Tampillah secara
meyakinkan, bukalah mulut, bicara dan berhentilah dengan segera.
6.
Siapa yang
tergelincir karena lidah dapat meghancurkan dirinya sendiri.
B.
Pembicara, Tempat, dan Ruangan
1.
Tempat berpidato
Situasi sekitar dan atmosfer adalah
dua hal yang penting bagi pembicara. Ia harus merasa senang dengan sekitarnya,
sebab rasa senang dengan sekitar ini memberi dia rasa pasti dan ketenangan.
Oleh karena itu, pembicara dan pemimpin acara perlu sekali bersama-sama
meninjau tempat berpidato. Pembicara harus menempatkan diri sedemikian rupa,
sehingga pendengarnya memiliki tempat yang baik untuk bisa melihat dan
mendengar suaranya. Jadi, seorang pembicara haruslah memperhatikan:
1)
Tidak boleh terlalu
jauh dari pendengarnya.
2)
Tidak boleh terlalu
tinggi melampaui kepala pendengar (berarti panggung yang terlalu tinggi itu
kurang baik).
3)
Pandangannya tidak
boleh melawan matahari atau cahaya.
4)
Di belakang
pembicara tidak boleh ada faktor-faktor yang dapat mengganggu dan tidak boleh
ada jendela atau pintu.
5)
Tempat berdiri dan
mimbar sebaiknya tertutup, terlindung artinya tidak boleh ada jalan lewat bagi
para pendengar.
2.
Ruangan pidato
Sering kali terlalu banyak orang
dikumpulkan dalam ruangan yang sempit. Orang berhimpit-himpitan. Mereka merasa,
diri mereka seperti barang yang dimasukkan ke dalam gedung. Dua hal penting
yang harus diperhatikan yaitu: (1) uangan pidato tidak boleh terlalu besar atau
terlalu kecil dan (2) ruangan yang hanya setengahnya terisi oleh pendengar juga
kurang baik untuk berpidato.
Orang yang tinggal di dalam ruangan,
membutuhkan juga zat pembakar. Oleh karena itu, harus diperhatikan juga ventilasi
ruangan. Ruangan besar dapat pempengaruhi rasa takut dan cemas pembicara.
Semakin besar ruangan, maka kecemasan utnuk berbicara pada awal semakin besar.
Hal ini akan tampak dalam bahasa si pembicara. Maka dari itu bila harus
berbicara dalam ruangan besar harus diperhatikan: (1) bahwa pembicara bisa
melihat semua pendengarnya, (2) bahwa ia dapat dilihat oleh semua pendengar,
dan (3) bahwa tidak boleh ada orang yang duduk atau berdiri di belakang tiang
tengah ruangan.
Di samping itu ruangan dan sekitarnya
yang akan dipergunakan akan dipersiapkan, seperti:
1)
Gambaran tentang
rumah/ gedung tempat berbicara.
2)
Jaraknya dari
stasiun, lapangan terbang, dari tempat kediaman.
3)
Jumlah tempat
parkir.
4)
Tempat
menggantungkan mantel atau menitipkan barang.
5)
Kemungkinan-kemungkinan
menjadi gelap.
6)
Akustik dan
resonansi ruangan.
7)
Penerangan.
8)
Pintu, jendela dan
kemungkinan ventilasi udara.
9)
Tempat berdiri
pembicara.
10)
Hiasan.
11)
Tiang-tiang tengah
yang dapat menghalangi penonton melihat pembicara atau sebaliknya.
12)
Cara dan urutan
duduk.
Supaya bisa berhasil dalam
membawakan pidato di dalam ruangan besar, ada tujuh ketentuan yang perlu
diperhatikan:
1)
Sesuaikan diri dan
suara anda dengan pendengar yang berdiri paling jauh.
2)
Bicara dnegan tempo
yang lambat.
3)
Perhatikan konsonan-konsonan
tajam.
4)
Pengeras suara
harus cukup baik.
5)
Resonansi yang
lebih besar.
6)
Mengucapkan dengan
jelas suku kata terakhir juga bunyi double (diftong).
7)
Bunyi sengau diperkeras dan memperluas bunyi
vokal.
C.
Tujuan Pidato dan Analisis Pendengar
Tujuan pidato dan analisis pendengar
adalah dua faktor yang penting dalam retorika. Sebelum berpidato atau
membawakan ceramah hendaknya digariskan: apa yang mau dicapai para pendengar.
Pidato atau ceramah itu berhasil kalau pikiran dan ide ceramah itu diterima
oleh para pendengar dan dengan itu mendorong mereka untuk bertindak dalam kehidupannya
sehari-hari. Untuk itu orang harus menganalisis situasi pendengar. Ada empat
bidang analisis yang sangat penting:
1)
Harapan dan tujuan
dari orang yang memberikan tugas untuk berpidato atau berceramah.
2)
Harapan penceramah
dan tujuan yang mau dicapainya.
3)
Harapan dan
keinginan/kebutuhan para pendengar sendiri.
4)
Organisasi pada
umumnya dan tempat membawakan ceramah/pidato.
1.
Sebelum Menerima Tawaran
Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini
hendaknya dipertimbangkan sebelum anda menerima suatu tawaran untuk membawakan
ceramah atau pidato:
1)
Mengapa saya harus
membawakan ceramah, pidato atau wejangan ini?
2)
Apakah saya
dianjurkan untuk menjadi penceramah? Oleh siapa?
3)
Apakah ceramahku ini
sebagai satu kesempatan baik atau sebagai satu perangkap?
4)
Apakah saya akan
mendapat hasil yang baik lewat ceramah ini, atau mungkin mengalami kegagalan?
5)
Bahaya dan risiko
apa yang harus saya perhitungkan?
6)
Apakah saya
mengenal harapan dan kebutuhan pendengar dan segala persyaratan organisatoris?
7)
Apakah saya
memiliki kemampuan yang perlu dan prasyarat-prasyarat untuk membawakan masalah
ini dalam ceramah?
8)
Apakah saya
memiliki waktu cukup untuk mendalami bahan ini?
9)
Secara tematis,
apakah saya boleh menerima tawaran ini?
10)
Apakah saya
memiliki pengetahuan mengenai bidang ini, sehingga bisa menyajikan sesuatu
kepada para pendengar?
2.
Menganalisis Situasi dan Kebutuhan Pendengar
Analisis
situasi dan kebutuhan pendengar sebelum menyiapkan ceramah atau pidato akan
menghindarkan anda dari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu:
a.
Pertanyaan yang Dapat Dipergunakan Menganalisis Situasi
Pendengar
1)
Apakah para
pendengar datang atas kehendaknya sendiri atau mereka didatangkan?
2)
Apakah ada konkuren
pribadi di antara pendengar?
3)
Apakah para
pendengar ini memiliki sikap batin yang positif atau negatif terhadap saya?
4)
Apakah ada
orang-orang besar yang berkedudukan atau berpangkat tinggi juga hadir di dalam
kesempatan ini?
5)
Apakah barangkali
ada juga prasangka dari pendengar yang harus diperhitungkan?
6)
Apakah para
pendengar tidak memiliki banyak/cukup waktu?
7)
Apakah pendengar
terdiri dari satu kelompok atau dari berbagai kelompok yang berbeda-beda?
8)
Pengetahuan dasar
mana yang dimiliki pendengar?
9)
Bagaimana situasi
yang sekarang dihadapi dan bagaimana gambaran situasi baru yang akan dicapai?
10)
Bagaimana sikap
mereka terhadap ceramah?
11)
Apakah mereka
memiliki minat/interese khusus? Yang mana?
12)
Kesulitan-kesulitan
mana yang harus diperhitungkan?
13)
Bagaimana kira-kira
jenjang usia pendengar?
14)
Bagaimana sikap
pendengar pada umumnya terhadap tema yang mau dibawakan?
15)
Masalah-masalah
utama mana yang sedang dihadapi pendengar?
16)
Apa yang diharapkan
pendengar?
17)
Bagaimana pendengar
bisa mempraktikkan apa yang meraka dengar dalam hidup hariannya?
18)
Apakah ceramah ini
sesuai dengan tingkat pengetahuan pendengar?
19)
Apakah pendengar
lebih berorientasi pada bidang perasaan atau bidang intelek?
20)
Apakah di antara
para pendengar ada tenaga-tenaga spesialis?
21)
Keberatan umum apa
yang dapat muncul?
22)
Apakah pendengar
sudah pernah mendengar ceramah semacam ini?
23)
Apakah anda
mengenal cara berpikir pendengar?
24)
Kalau pendengar
terdiri dari berbagai macam kelompok: kelompok mana yang lebih dominan dari
antara pendengar ini? (anak-anak, orang dewasa, wanita, pria, mahasiswa/mahasiswi?)
b.
Kemugkinan-kemungkinan Harapan Pendengar
1)
Dalam Soal Organisasi
Secara organisatoris dapat terjadi
bahwa para pendengar mengharapkan:
a)
Untuk memulai dan
menutup pidato pada waktunya (ketepatan).
b)
Supaya taat kepada
waktu yang sudah dipersiapkan.
c)
Supaya diberi waktu
yang cukup untuk bias mencari fakta dan data.
d)
Supaya diberi
istirahat sejenak untuk merokok atau minum. Tempat duduk yang baik sehingga
gampang menulis. Suhu ruangan yang menyenangkan.
e)
Supaya bebas dari
gangguan dan keributan.
2)
Dalam Soal Bentuk Pidato
Dari segi bentuk pidato, harapan
pendengar dapat berupa:
a)
Kalimat yang
pendek.
b)
Pembeberan atau
uraian yang lugas dan berdasarkan fakta.
c)
Sedapat mungkin
aplikasi dan konkretisasi melalui media teknik.
d)
Isi dan bentuk yang
sesuai dengan situasi pendengar.
3)
Dalam Soal Cara Berpidato
Dalam
hubungannnya dengan cara membawakan, pendengar dapat mengharapkan:
a)
Cara pembeberan
yang menarik.
b)
Yang menumbuhkan
kepercayaan.
c)
Yang memancarkan
simpati.
d)
Sebaiknya berbicara
bebas dan bukan terikat pada teks.
e)
Supaya tidak
memberi kesan sombong.
f)
Supaya menampilkan
juga humor yang segar.
g)
Penampilan yang
asli dan manusiawi.
h)
Pembeberan yang
bergaya percakapan atau dialog.
3.
Tema Pidato
Pembicara
atau penceramah sendiri harus memiliki gambaran yang jelas mengenai tema yang
akan dibawakannya. Pertanyaan-pertanyaan penuntun di bawah ini dapat
dipergunakan:
a.
Tema apa yang mau
dibicarakan?
b.
Berapa banyak waktu
yang akan dipergunakan untuk mempersiapkan?
c.
Isi pokok mana yang
diharapkan atau dikehendaki?
d.
Titik berat mana
yang harus ditekankan di dalam pidato ceramah?
e.
Bagaimana caranya
menyampaikan bahan itu? Sebagai pidato ceramah atau sebagai satu pembeberan?
f.
Apakah sebaiknya
tema diperjelas dengan alat-alat peraga? Adakah alat-alat peraga untuk itu?
g.
Apakah dituntut
bahwa pembicara membawakan dengan mempergunakan teks atau sebaiknya berbicara
bebas tanpa teks?
4.
Tujuan Pidato
Juga
pertanyaan yang bersangkutan dengan tujuan pidato atau ceramah dipertimbangkan
secara teliti:
a.
Apakah saya mau
memberikan informasi kepada para pendengar?
b.
Ataukah saya mau
melatih para pendengar?
c.
Mungkin juga satu
diskusi yang bersifat mengajar lebih cocok: (ehrgesprach)
d.
Ataukah saya ingin
membawa para pendengar untuk mengambil satu keputusan?
e.
Apakah saya mau
menggubris satu masalah (sachlich sprechen)
atau akan menggerakkan hati dan perasaan mereka?
D.
Rasa Takut dan Cemas Sebelum Berpidato
Rasa
takut dan cemas sebelum berpidato ini tidak bisa dihilangkan sama sekali, sama
halnya cinta yang murni tidak bisa tanpa sedikit perasaan curiga. Seorang yang
pandai berbicara dapat mengurangi rasa cemas dan takut itu, sehingga tidak ada lagi
beban yang melumpuhkan. Namun, itu sebagai aba-aba supaya orang bisa mencapai
hasil yang lebih baik.
Bila
orang sama sekali tidak memiliki rasa cemas dan takut, maka mudah sekali ia
akan menjadi sombong, tanpa perasaan, terlalu menganggap dirinya hebat, ia juga
akan kurang mempedulikan situasi dan kebutuhan pendengar/publiknya, dan justru
di sanalah terletak bahaya kegagalan dalam berpidato.
1.
Apa yang Dialami oleh Orang-orang Profesional
Penyakit
ini menghinggapi semua orang professional yang sering tampil di depan publik televise.
Sesudah bertahun-tahun tampil di depan kamera, mikrofon dan lampu sorot, rasa
takut dan cemas ini dapat lenyap. Tetapi untuk menghilangkannya, tidak ada satu
resep. Redaktur Welt am Sonntag membuat satu interview kepada
para bintang televise, bagaimana mereka menenangkan dirinya sebelum tampil.
Hasilnya dirangkum di bawah ini:
ALFRED BIOLEK, moderator
siaran TV, Jerman Barat:
“Satu jam
sebelum siaran langsung, seluruh tubuhku basah. Saya bicara begitu cepat
seperti Dieter Thomas Heck dan saya merokok begitu banyak seperti Rudi Carrel.
Rasa takut dan cemasku berangsur-angsur lenyap, kalau saya makan sedikit roti
dan wurs. Sesudahnya itu saya minum
segelas sekt. Dengan ini saya merasa
diriku tidak mungkin terkalahkan. Yang penting juga buat saya ialah bahwa saya
bercakap-cakap dengan para tamu studio dan siaranku sebelum memulai siaran dan
sangat membantu.”
CATERINA VALENTE,
seorang penyanyi:
“Rasa takut dan
cemas itu menghantui saya sejak pertama karirku seperti seekor anjing yang
setia. Dan ini semakin kuat, bila orang menjadi semakin tua dan harus tampil
secara rutin. Saya sudah mencoba dengan segala macam cara untuk melenyapkannya:
dengan minum sekt, tidur, atau
pesiar. Sekarang ini saya minta kawan-kawan dan kenalan untuk menceritakan
kepada saya lelucon sebelum siaran dimulai. Dan ini cukup membantu.”
2.
Sebab-sebab Utama Rasa Takut dan Cemas
Ada banyak alasan yang
menyebabkan orang merasa takut sebelum tampil, seperti:
1)
Takut ditertawakan.
2)
Takut berhenti di
tengah pembicaraan karena kehilangan jalan pikiran.
3)
Takut akan orang
yang lebih tinggi kedudukannya di antara pendengar.
4)
Takut karena tidak
menguasai tema.
5)
Takut membuat
kesalahan.
6)
Takut karena
situasi yang luar biasa.
7)
Takut mendapat
kritik.
8)
Takut kalau tidak
bias dimengerti.
9)
Takut bahwa ceramah
tidak lancar.
10)
Takut bahwa
ungkapannya jelek dan tidak jelas.
11)
Takut mengemukakan
pendapat yang diwakili oleh kelompok minoritas.
12)
Takut kehilangan
muka.
13)
Takut akan mendapat
pengalaman yang jelek.
14)
Takut bahwa
kesalahan-kesalahan tidak bias diperbaiki lagi.
15)
Takut tidak akan
menanggapi pertanyaan pendengar secara memuaskan.
16)
Takut karena
membandingkan dengan pembicara lain yang lebih baik.
17)
Takut kehilangan
jalan pikiran yang jelas.
18)
Takut bahwa akan
ditertawakan, karena aksen yang salah.
19)
Takut akan
berbicara lebih daripada waktu yang sudah ditetapkan.
20)
Takut bahwa harapan
pendengar tidak dipenuhi.
21)
Takut akan
kemacetan teknis.
22)
Takut mengecewakan
pendengar.
23)
Takut bahwa akan
direkam atau difilmkan.
24)
Takut bahwa gerak
tubuh dan mimic tidak sepadan.
25)
Takut akan begitu
banyak mata pendengar yang memandangnya.
3.
Cara Mengatasi Rasa Takut dan Cemas
Caranya Mengatasi Rasa Takut dan Cemas? Yang penting ialah persiapan yang
teliti. Kalimat pertama dan terakhir harus dapat dihafal. Oleh karena itu, perlu sekali:
1)
Membina kontak mata
dengan pendengar sebagai feedback.
2)
Mengembangkan
aktivitas dari/pada mimbar.
3)
Jangan melambungkan
tujuan terlalu tinggi.
4)
Menganggap
pendengar sebagai kawan, bukan lawan.
5)
Di samping itu,
pikirlah bahwa anda pasti tidak akan bisa memuaskan semua orang.
6)
Tugasmu ini harus
dianggap sebagai kesempatan untuk membuktikan diri dan bukan ujian atau
percobaan.
7)
Kalau toh ada
kegagalan, maka anggaplah tidak terlalu tragis.
8)
Kegagalan hendaknya
dianggap sebagai kemenangan yang tertunda.
9)
Berusahalah untuk menenangkan
diri dan batin lewat pernafasan yang baik.
10)
Pilihlah tema yang
baik dan tepat bagi pendengar.
11)
Buatlah jeda di tengah
pembicaraan.
12)
Perhatikan
pendengar yang dengan penuh perhatian mengikuti ceramah anda.
13)
Bacalah dengan suara
keras dan jelas agar anda bisa mendengar suara sendiri.
14)
Pendengar tidak
menentang anda, mereka hadir untuk mendengar ceramah.
15)
Ingatlah kalimat:
“Saya harus! Saya mau! Saya sanggup!”
16)
Pepatah Cina: “Satu
perjalanan yang 1000 km jauhnya, mulai juga dengan langkah pertama.
17)
Ingatlah bahwa
segala keberhasilan di dalam hidup ini selalu diawali rasa takut.
18)
Tenangkanlah dan
lenturkanlah diri anda lewat latihan dan sugesti pribadi.
4.
Persiapan Jangka Panjang untuk Mereduasi Rasa Takut dan
Cemas
1)
Nasihat-nasihat
praktis.
2)
Menghilangkan rasa
takut dan cemas lewat motivasi diri dan latihan.
3)
Rasa takut sebelum penampilan.
4)
Rasa takut dan
cemas waktu penampilan.
DAFTAR PUSTAKA
P. D. W. Hendrikus SVD. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.
You're welcome
BalasHapus