Jumat, 15 Mei 2015

DIALOGIKA (DISKUSI DAN TANYA JAWAB)



DIALOGIKA: DISKUSI DAN TANYA JAWAB

Bahasa adalah sarana komunikasi terpenting dalam dialog. Dialog tidak dapat terjadi tanpa bahasa. Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.
Dialogika berarti ilmu tentang berbagai hakikat dari dialog dan penerapan praktis ilmu ini dalam pembicaraan antarmanusia. Dialogika terbagi atas dialogika spesialis dan dialogika generalis. Dalogika spesialis adalah pembicaraan antar dan bersama dua atau tiga orang atau dalam kelompok kecil (dengan peserta 3-4 orang). Dialogika generalis adalah segala bentuk tukar-menukar pikiran dalam kelompok yang lebih besar.

A.           DISKUSI
1.    Pengertian Diskusi
Berasal dari bahasa Latin “discuture”, yang berarti membeberkan masalah. Dalam arti luas, diskusi berarti memberikan jawaban atas pertanyaan atau pembicaraan serius tentang suatu masalah objektif. Dalam proses ini orang mengemukakan titik tolak pendapatnya, menjelaskan alasan dan hubungan antarmasalah. Dalam arti sempit, diskusi berarti tukar-menukar pikiran yang terjadi di dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Suatu diskusi tidak harus menghasilkan keputusan. Namun, sekurang-kurangnya pada akhir diskusi, para pendengar atau pemirsa memiliki pandangan dan pengetahuan yang lebih jelas mengenai masalah yang didiskusikan.

2.    Bentuk-bentuk Diskusi
Pembagian bentuk diskusi berdasarkan tujuan, isi, dan para peserta adalah sebagai berikut:
a.    Diskusi Fak
Bentuk diskusi ini bertujuan mengolah suatu bahan secara bersama-sama di bawah bimbingan seorang ahli. Diskusi ini diselenggrakan pada akhir suatu ceramah atau makalah yang mengupas tentang suatu masalah dari bidang ilmu tertentu. Diskudi fak adalah suatu proses saling menukar pikiran dan pendapat untuk mencapai suatu pengetahuan yang lebih tinggi. Diskusi ini dapat membimbing para peserta kepada proses berpikir secara jelas untuk menemukan argumentasi yang tepat dan jitu. Lamanya waktu untuk berbicara dalam ceramah umumnya sudah ditetapkan. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan penyimpangan dari tema dan terutama untuk memaksa para peserta agar mengungkapkan pikirannya secara singkat, tetap, padat dan efektif.

b.    Diskusi Podium
Diskusi podium adalah penjelasan masalah oleh wakil dari berbagai kelompok dan pendapat atau diskusi yang diadakan oleh wakil-wakil terpilih bersama dengan atau tanpa plenum. Dalam diskusi podium masalah-masalah yang bersifat umum dijelaskan secara terbuka.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam diskusi podium adalah supaya setiap pembicara berbicara dari sudut pandangannya, sehingga menampilkan pandangan yang berbeda dari pembicara lain. Sebab diskusi podium menjadi lebih menarik apabila setiap pembicara mewakili pendapat yang berbeda dari kelompoknya. Moderator dapat memberikan kesempatan kepada para pendengar untuk mengajukan pertanyaan, setelah setiap pembicara menyampaikan pendapat atau pikirannya. Pertanyaan ditujukan kepada pembicara dari kelompok tertentu.

c.    Forum Diskusi
Forum diskusi adalah salah satu bentuk dialog yang sering dipergunakan dalam bidang politik. Forum diskusi ini sebenarnya merupakan kombinasi dari beberapa bentuk dialog. Proses forum diskusi dapat berlangsung sebagai berikut: moderator membuka forum diskusi dengan menyampaikan selamat datang; membuka diskusi secara resmi; memperkenalkan pembicara (termasuk nama partai yang diwakili); mengajukan tema diskusi dan memberi kesempatan secara bergilir kepada para pembicara untuk pembicara. Para calon atau pembicara mengambil tempat pada sisi kiri dan kanan moderator; sebaiknya di atas podium atau pada tempat yang mudah dilihat oleh para pendengar. Para pembicara duduk menghadap publik.
Para pendengar adalah orang-orang yang mengemukakan pertanyaan. Sesudah setiap pertanyaan, moderator memberi kesempatan kepada seorang calon untuk mengungkapkan pikiran atau pendapatnya. Sesudah itu diberikan kesempatan kepada calon dari partai lain untuk menyampaikan pendapatnya menurut pandangan partainya. Proses yang sama ini berlaku untuk setiap pertanyaan. Moderator harus memperhatikan dalam memberikan kesempatan secara bergantian kepada masing-masing calon untuk menjawab pertanyaan.
Forum diskusi ini memiliki kadar demokratis yang sangat tinggi. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa orang harus tetap berpegang pada tema yang sedang didiskusikan. Di samping itu orang juga harus tetap berpegang pada tema yang sedang didiskusikan. Di samping itu orang juga harus membedakan masalah pribadi dari masalah yang dibicarakan.

d.   Diskusi Kasualis
Diskusi kasualis adalah penelitian bersama atas suatu masalah konkret atau satu situasi konkret yang mengandung berbagai kemungkinan jalan keluar untuk mencari jalan keluar yang tepat. Demi kelancaran dapat diundang seorang ahli atau yang mengetahui masalah itu untuk menjadi pengarah atau pendamping.

3.    Persiapan Diskusi
Dalam mempersiapkan diskusi ada tiga bidang yang perlu diperhatikan:
a.    Persiapan Bahan
Persiapan bahan atau isi pembicaraan suatu diskusi diawali dengan membatasi tujuan diskusi. Pembatasan tujuan ini mencakup sasaran dan pokok pikiran untuk kesimpulan, meskipun tidak mengandung isi konkret dari hasil yang ditargetkan. Berdasarkan tujuan diskusi perlu juga dibatasi pokok-pokok penting isi diskusi, sehingga proses diskusi dapat berjalan terarah. Apabila masalah yang didiskusikan itu penting, sebaiknya mengundang seorang ahli.
Kepada para peserta yang akan mengambil bagian dalam diskusi, diberikan informasi pada waktu mengenai bahan diskusi, sehingga mereka dapat menyiapkan diri. Bahan informasi untuk para peserta dapat dicantumkan sebagai lampiran dalam surat undangan yang disampaikan kepada mereka. Dalam surat undangan dijelaskan tema, tujuan diskusi, tempat, waktu berlangsung dan waktu diskusi.

b.    Persiapan Personal
Sejak awal hendaknya dipastikan ahli atau pakar dan jenis kelompok pendengar yang akan diundang untuk mengambil bagian dalam diskusi. Jumlah peserta yang ideal adalah 8-12 orang, meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk mengorganisasi diskusi dengan kelompok yang besar jumlah pesertanya. Kesulitan yang dapat muncul karena kelompok peserta yang besar adalah bahwa percaturan pendapat tidak dapat tejadi dengan setiap peserta. Sebagian akan menjadi pendengar yang pasif.
Jauh sebelumnya hendaknya dijelaskan kepada pakar yang ditunjuk tentang tujuan diskusi, peranannya dalam diskusi dan diberi informasi secukupnya mengenai jenis, tingkatan pendidikan dan harapan para peserta diskusi. Dengan ini dia dapat menyiapkan bahan yang sesuai dengan situasi dan harapan para peserta.

c.    Persiapan Ruangan
Dalam hubungan dengan persiapan ruangan, perlu diperhatikan aspek estetis (keindahan) fungsi dan cara duduk. Aspek-aspek ini sangat menentukan dalam diskusi. Untuk diskusi dengan jumlah yang tidak lebih dari 18 peserta, Schlenzka memberikan beberapa kemungkinan seperti model c yang berbentuk huruf U, para peserta tidak terbatas pada jumlah 10 orang, tetapi dapat diatur untuk peserta yang terlalu banyak jumlahnya. Schlenzka tidak memperhitungkan model pengaturan tempat duduk yang berbentuk lingkaran. Bentuk ini memungkinkan kontak yang lebih dekat dan langsung antara pemimpin diskusi dan peserta. Hanya jumlah peserta yang terbatas. Bentuk lingkaran memberi keuntungan yakni bahwa semua peserta yang duduk pada meja bundar atau dalam lingkaran, memiliki tingkat dan hak yang sama.

4.    Pemimpin Diskusi
Di bawah ini diberikan beberapa norma yang dapat diubah sesuai dengan kebutuhan:
a.    Pemimpin diskusi memegang kendali dalam diskusi. Dalam situasi tertentu tugas ini dapat diserahkan kepada orang lain yang dianggap mampu.
b.    Pemimpin membuka diskusi secara resmi. Para peserta tidak boleh berbicara tanpa melalui pemimpin. Ketenangan selama diskusi menjadi tanggung jawab pemimpin diskusi.
c.    Giliran berbicara diberikan menurut urutan orang yang mengangkat tangan. Tetapi pemimpin diskusi berhak mengatur sesuai dengan pendapat pro dan kontra untuk menjadikan diskusi lebih hangat.
d.   Pemimpin juga menentukan lamanya pembicaraan. Peserta yang berbicara lebih dari waktu yang ditetapkan harus diperingatkan atau distop.
e.    Selama diskusi tidak boleh mengubah tema. Apabila harus mengubah tema, maka pemimpin menjelaskan alasannya secara tuntas.
f.     Penceramah dapat selalu diminta untuk memberikan jawaban atau penjelasan, dan apabila dia ingin berbicara harus diberi kesempetan.
g.    Pemimpin harus menjaga agar diskusi hanya berkisar pada masalah, tidak boleh ada argumentatio ad hominem. Bila ada peserta yang berbicara menyimpang dari  tema, maka dia harus memperingatkan atau membatasi. Apabila peringatan itu tidak diperhatikan, maka dia dapat menghentikan pembicaraannya.
h.    Apabila diskusi berkembang menjadi pertentangan yang hebat, maka pemimpin dapat mengehentikannya. Tidak semua orang yang mengangkat tangan harus diberi kesempatan untuk berbicara. Oleh karena itu, sebaiknya sejak awal sudah ditetapkan kapan diskusi harus ditutup.
i.      Pada akhir diskusi, setelah penceramah menyampaikan kata-kata penutup, pemimpin dapat merangkumkan hasil diskusi lalu dapat menutup pertemuan.

5.    Proses Diskusi
Setiap diskusi pada umumnya melewati fase-fase seperti di bawah ini:
a.    Fase 1: perkenalan dan ucapan selamat datang
b.    Fase 2: pengantar ke dalam diskusi, pembatasan masalah, dan rumusan tujuan/sasaran
c.    Fase 3: menciptakan situasi paling percaya.
d.   Fase 4: penjelasan mengenai jalannya diskusi.
e.    Fase 5: diskusi, pendaftaran nama peserta yang mau bertanya, pemberian kesempatan bicara kepada peserta yang terdaftar, memperhatikan waktu bicara, merangkum dan mengungkapkan kembali pendapat yang sudah diajukan, merumuskan tujuan yang sudah tercapai, mencatat hal-hal yang penting, dan tawaran jalan keluar.
f.     Fase 6: rangkuman, meringkaskan hal yang menjadi titik berat, menampilkan hal yang telah disepakati bersama, membeberkan pendapat pro dan kontra, menawarkan jalan keluar yang akan direalisasi, dan merangkum hasil diskusi.
g.    Fase 7: penutup, rumusan penutup, ucapan terima kasih kepada para peserta atas kerja sama yang telah dijalin, dan penghargaan atas hasil yang sudah dicapai.
h.    Fase 8: pengolahan notulen



6.    Peserta Diskusi
Setiap diskusi memiliki sasaran yang berbeda sesuai dengan masalah yang dibicarakan. Oleh karena itu juga memiliki suasana yang berbeda-beda. Tuntutan yang berlaku bagi pemimpin diskusi pada dasarnya dapat juga berlaku bagi para peserta. Sikap para peserta sangat mempengaruhi proses diskusi. Sikap agresif hendaknya dihindarkan, terutama dalam diskusi bersama seorang ahli.
Dalam proses diskusi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh peserta adalah:
a.    Masuklah ke dalam ruangan diskusi agak lebih dahulu
b.    Mendengar dengan penuh perhatian adalah hal yang penting bagi setiap peserta diskusi
c.    Informasi itu efektif, apabila jelas dan sesuai dengan masalah yang didiskusikan
d.   Apabila rekan diskusi mengemukakan argumentasi yang sulit dimengerti dan pembuktiannya tidak jelas, dapat dikemukakan pertanyaan untuk meminta penjelasan
e.    Cara yang sangat efektif juga adalah menuntut supaya rekan diskusi mendefinisikan ide yang dilontarkan
f.     Antara satu argumentasi dengan argumentasi lain harus ada hubungan pikiran yang logis
g.    Diskusi harus bertumpu atas dasar kerekanan
h.    Anjuran bagi para peserta diskusi
i.      Beranilah mengambil resiko
j.      Hindarkan diri dari sikap ingat diri!
k.    Bicaralah tenang, lambat, tetapi pasti!
l.      Yakinlah bahwa setiap peserta juga sama penting!

B.            TANYA JAWAB
1.    Pengertian dan Bentuk Tanya Jawab
Tanya jawab adalah proses dialog antara orang yang mencari informasi dengan orang yang memberikan informasi. Pemberi informasi adalah seorang yang ahli karena sipenanya mengharapkan informasi yang luas. Ada tiga bentuk tanya jawab, yaitu interview, konverensi pers, dan tanya jawab pengadilan.

2.    Interview
Interview adalah dialog antara peliput berita dengan tokoh terkemuka mengenai masalah-masalah aktual atau masalah-masalah khusus yang menarik.
a.    Persiapan Interview
Supaya dapat membuat interview yang baik dan terarah perlu di ketahui keterangan-keterangan mengenai pribadi yang akan di interview dan tema. Orang yang bertanya harus menguasai bahan. Pertanyaan harus di rencanakan dengan teliti. Pertanyaan dirumuskan dengan bahasa yang baik dan jelas dan diucapkan dengan ramah, sehingga tercipta suasana baik. Jawan yang menyimpang hendaknya ditanggapi secara cepat.

b.    Aturan Interview
Beberapa ketentusn yang perlu diperhatikan oleh penanya dan penjawab :
1)   Penanya harus mengenal pribadi yang ditanya
2)   Penanya hendaknya memperhatikan jalan fikiran atau hubungan logis antara pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan
3)   Untuk tema dan situasi tertentu, sebaiknya penanyan memberikan kuessioner kepada orang yang di tanya sebelumnya.
4)   Karena hasil interview itu direkam atau di tulis secara stenografis

3.    Teknik Bertanya
a.    Fungsi Pertanyaan
Pertanyaan adalah impuls untuk mengaktifkan. Pertanyaan membantu untuk menjajagi, mendirigasi dan mempengaruhi pendapat. Pertanyaan pada hakikatnya juga alat untuk memberi sugesti dan dalam hal tertentu memiliki daya paksaan.
Ada dua belas pertanyaan yang dapat membantu setiap orang untuk memulai suatu dialog yaitu tentang:
1)        Masalah-masalah umum
2)        Hal-hal khusus sampai sekecil-kecilnya
3)        Pendapat seseorang
4)        Penilaian seseorang
5)        Keinginan kehendaknya
6)        Pengalaman-pengalamanya
7)        Pendidiksn seseorang
8)        Gambaran masa depan seseorang
9)        Masalah dan kecemasan hidup
10)    Rekan kerja
11)    Sanak – keluarga
12)    Hobi

b.    Jenis Pertanyaan
Dalam ilmu retorika ada berbagai macam pertanyaan yaitu :
1)        Pertanyaan informatif
2)        Pertanyaan untuk mengontrol
3)        Pertanyaan untuk menjebak
4)        Pertanyaan untuk mengaktifkan
5)        Pertanyaan Socrates
6)        Pertanyaan retoris
7)        Pertanyaan yang ofensif
8)        Pertanyaan untuk membuka masalah baru
9)        Pertanyaan untuk menutup pertanyaan
10)    Pertanyaan alternatif
11)    Pertanyaan balik
12)    Pertanyaan yang mendirigasi
13)    Pertanyaan provokatif
14)    Pertanyaan untuk membuka pembicaraan



DAFTAR PUSTAKA

P. D. W. Hendrikus SVD. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.

MEMBAWAKAN PIDATO, ANALISIS KESALAHAN-KESALAHAN PEMBICARA, NASIHAT BAGI PEMBICARA



MEMBAWAKAN PIDATO, ANALISIS KESALAHAN-KESALAHAN PEMBICARA, NASIHAT BAGI PEMBICARA

            Pada umumnya, seorang pembicara di depan publik selalu menjadi pusat perhatian karena semua pandangan dan perhatian tertuju kepadanya. Apalagi bagi orang yang suka memperhatikan keistimewaan dan kelemahan orang lain. Perhatian yang bersifat negatif akan hilang apabila ia menawan hati pendengar karena memancarkan kekuatan, kejelasan, kehalusan, sikap yang penuh pertimbangan dan manusiawi. Perhatian pendengar terhadap pembicara tergantung pada keterampilan berbicara, ketepatan berargumentasi dan daya meyakinkan yang dipancarkannya. Pada bagian ini akan dibahas mengenai cara membawakan pidato, analisis kesalahan pembicara, dan nasihat bagi pembicara.

A.                MEMBAWA PIDATO
1.         Berpidato Dengan atau Tanpa Teks
Terdapat tiga macam kemungkinan-kemungkinan dalam membawakan suatu pidato, kemungkinan-kemungkinan itu adalah sebagai berikut:
a.                   Pidato yang Terikat pada Teks
Pidato ini dibawakan dengan membacakan teks yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Cara podato ini pada umumnya dipakai oleh para politisi. Ini adalah cara yang paling buruk dalam membawakan pidato, sebab pembicara menjadi hamba dari teks yang ditulis (oleh orang lain). Ia tidak memiliki kontak yang hidup dengan para pendengarnya. Pidato semacam ini dapat menjadi sangat monoton, sehingga mengurangi daya untuk meyakinkan. Pembicara berbicara melampaui kepala pendengar, ia tidak menyetuh hati penengar.
b.                  Pidato Tanpa Teks
Pidato ini dibawakan tanpa teks, tanpa persiapan. Cara ini tidak dapat dianjurkan untuk semua orang, sebab hampir tidak ada orang yang selalu berada dalam keadaan siap batin untuk dapat berbicara baik di depan suatu publikum. Hampir semua ahli pidato terkenal dalam sejarah dunia, selalu mempersiapkan pidato dan dirinya dengan teliti sebelum tampil.

c.                   Pidato yang Berdasarkan Skema
Ini adalah jalan tengah dari kedua kemungkinan di atas. Menurut bentuk ini, pembicara mempergunakan skema atau berdasarkan kata-kata penting dari pidato, yang dicatat pada secarik kertas. Dalam membawakan pidato dengan cara ini, pembicara berfikir selama berbicara. Karena tidak terikat pada teks, maka ia dapat membina kontak mata dengan para pendengarnya. Reaksi pendengar dapat dibacanya, dan hal itu mendorong untuk membawakan pidatonya secara lebih hidup dan menarik. Orang dapat melatih diri untuk membawakan pidato dengan cara ini.

2.    Latihan Menjelang Pidato
Pembicara tidak hanya menyiapkan dirinya dengan mengumpulkan bahan dan menulis pidatonya. Dia juga harus melakukan latihan membaca dan membawakan pidatonya. Latihan-latihan yang dapat dilakukan sebelum membawakan pidato adalah sebagai berikut:
a.                        Menguasai Pidato
Pembicara harus menguasai pidatonya. Bukan saja bahan pidato yang harus diingat dengan baik dalam susunan yang logis teratur, tetap bahwa ia pun harus melatih membaca sedemikian rupa, sehingga bisa menghafal bagian-bagian yang terpenting. Ini bukan berarti bahwa menghafal seluruh pidatonya, lalu membawakannya, sebab bahaya yang bisa timbul karena menghafal pidato ialah bahwa pembicara dapat berbicara secara otomatis, tanpa kesadaran batin. Oleh karena itu, kalimat penutup sebaiknya dirumuskan dengan jelas, dan pembicara dapat membicarakan dengan bebas, sambil secara cepat melihat rumusan itu di dalam kertas.
b.             Membaca Cepat
Pembicara harus dapat membaca cepat supaya bisa mengimbangi bicaranya. Bila pidato sudah dikuasai, maka akan mempermudah pembicara dalam membaca. Bila ia sudah membaca kata-kata permulaan dari satu kalimat, maka kata-kata yang lain dapat diucapkan tanpa melihat teks, supaya dapat mengarahkan pandangan kepada pendengar. Dengan cara ini komunikasi dengan pendengar senantiasa terjalin.
c.              Memberi Tanda pada Teks
Pembicara dapat mengembangkan satu sistem dalam memberikan tanda pada teks. Tanda untuk memberi tekanan yang tepat, tanda untuk menunjukkan kapan atau di mana suara turun atau naik, atau harus ditekankan, atau diucapkan perlahan-lahan. Dalam hal ini, pensil atau bull-point warna sangat berguna.
d.                       Memperhatikan Artikulasi dan Waktu pidato
Dalam menguasai pidato, pembicara harus juga memperhatikan artikulasi dan memperhatikan lamanya pembicaraan.
e.                        Mencoba Membawakan Pidato
Banyak ahli pidato yang mencoba membawakan pidatonya, sebelum penampilan yang sesungguhnya. Sangat dianjurkan supaya pembicara sendiri membuat latihan membawakan pidatonya yang sudah dikuasai dan teks yang sudah diberi tanda, untuk mengontrol. Latihan ini dapat dibuat di depan cermin dengan pertolongan alat video atau di depan orang.

3.    Disiplin Retoris
Setiap pembicara harus tahu bahwa pendengar memperhatikan dua hal yakni sikap bathiniah atau sikap hidup pembicara dan ketertiban lahiriahnya.
a)                  Termasuk ketertiban batiniah adalah:
a.    Menepati janji atau apa yang sudah diucapkan.
b.    Taat kepada waktu yang sudah ditetapkan.
c.    Tidak mengedepankan ucapan yang bertentangan.
d.   Menyerukan tuntutan disiplin di tengah situasi yang kurang menghargai disiplin.
b)                  Termasuk ketertiban lahiriah adalah:
a.    Sikap dan gerak badan yang baik.
b.    Teks pidato yang terketik dan tersusun rapi.
c.    Tulisan di papan yang mudah dibaca.
d.   Gambar atau lukisan yang jelas dipandang.
e.    Tidak bertingkah yang ganjil.
f.     Memperbanyak teks pidato secara bersih lalu membagikannya kepada para peserta.

4.    Mimbar
Mimbar pidato itu bukan musuh, tetapi asisten dan sahabat dari si pembicara. Hal ini harus diyakini oleh pembicara. Pembicara mencoba meyakinkan diri dengan:
a.    Bebaskan diri dari bayangan yang bukan-bukan.
b.    Lihatlah mimbar sebagai asisten atau penolong.
c.    Tidak mengucapkan satu kata seni atau akademis yang tidak cocok dengan Anda.
d.   Berbicara seasli mungkin.
e.    Tidak takut terhadap mimbar.

5.    Persiapan Psikosomatis
Ada beberapa anjuran dan nasihat untuk menyiapkan fisik dan psikis sebelum tampil untuk membawakan pidato, antara lain sebagai berikut:
a.    Yakinkan diri Anda bahwa Anda sungguh-sungguh sudah menyiapkan diri Anda. Yakinlah bahwa Anda memang sudah menguasai bahan; dan Anda sendiri sanggup.
b.    Jangan makan atau minum terlalu banyak sebelum tampil untuk berbicara, karena mencerna adalah pekerjaan yang berat dan memayahkan. Apabila tubuh masih bekerja berat, kesanggupan berfikir akan menurun.
c.    Jangan pernah naik mimbar untuk berpidato dengan perut kosong. Sekurang-kurangnya harus makan atau minum sedikit, sebab pekerjaan psikis yang berat membutuhkan juga banyak kalori dan tenaga.
d.   Jangan minum terlalu banyak alkohol atau kopi yang terlalu keras sebelumnya, karena dapat menyebabkan Anda menjadi pusing atau mabuk.
e.    Jangan lupa untuk pergi ke toilet  (WC) sebelum tampil untuk berpidato.
f.     Kalau di toilet ada cermin, telitilah sekali lagi pakaian Anda, baju, dasi, jas, celana panjang, sepatu dan lain-lain.
g.    Ambil kesempatan berjalan-jalan diluar untuk menghirup udara segar. Tariklah dan hembuskan nafas yang dalam. Buatlah sedikit gerakan-gerakan kecil dengan kaki, tangan, goyangkan kepala, gerakkan mulut dan bibir, supaya saraf-saraf tidak menjadi kaku atau kejang.
h.    Jangan pernah menelan tablet penenang, kalau Anda tidak pernah mencoba semacam itu untuk mengetahui reaksinya, meskipun barangkali Anda dinasihati oleh teman-teman yang berpengalaman.
i.      Sekurang-kurangnya seperempat jam sebelum tampil, jangan pikirkan lagi mengenai tema yang akan dibicarakan dalam ceramah.
j.      Bergembiralah bahwa Anda mendapat kesempatan untuk boleh berbicara di depan umum.

6.    Sebelum Tampil di Tempat Pidato
Terdapat beberapa hal yang perlu dikontrol sebelum Anda tampil untuk berbicara:
a)                  Mengontrol Waktu
a.    Kapan pendengar-pendengar pertama sudah datang ke tempat ceramah?
b.    Apakah juga direncanakan istirahat di tengah ceramah untuk minum?
c.    Apakah orang boleh merokok di tempat ceramah dan selama ceramah?
b)                  Apa yang Harus Dibawa Serta?
a.    Bawalah prospek yang cukup atau perlengkapan cermah lain dalam jumlah yang cukup.
b.    Siapkan dan simpanlah satu salinan dari teks pidato Anda.
c.    Siapkanlah alat-alat tulis yang cukup untuk membuat catatan.
d.   Siapkan alat peraga yang dibutuhkan.
c)                  Hal-hal yang Berhubungan dengan Pribadi Pembicara
a.    Perhatikanlah penampilan dan penampakan lahiriah Anda.
b.    Berkonsentrasilah sebelum berpidato.
c.    Anda harus memancarkan ketenangan dan kepastian pada awal pembicaraan.
d.   Anda harus mengontrol keadaan lahiriah Anda sebelum masuk ke ruang pidato, bukan hanya dalam perjalanan dari tempat duduk ke mimbar.
e.    Berjalanlah dengan langkah yang pelan tetapi pasti, sambil menunjukkan senyum kepada para hadirin sekitarnya; sedapat mungkin jauhkanlah segala kesan bahwa Anda tergesa-gesa.
f.     Salamilah pendengar-pendengar yang lebih dahulu datang dengan menjabat tangan mereka.
d)                 Masalah-masalah Teknik
a.    Berusahalah mencari tahu apakah suara Anda cukup terang didengar oleh semua orang di dalam ruangan itu.
b.    Bagaimana keadaan listrik dan alat-alat teknik lainnya, seperti mike, pembesar suara dan sebagainya.
c.    Beberapa menit sebelum mulai, sebaiknya mengontrol seluruh alat teknik sekali lagi.
e)             Masalah ruangan
Sebelum berpidato, sebaiknya pembicara mencoba berbicara dari depan dalam ruangan yang sama untuk mengontrol apakah semua orang dapat mengerti dia.

7.    Membawakan Pidato
a)                  Penampilan dan Teknik Penampilan
Sebelum berbicara di depan umum, pembicara harus memeriksa pakaiannya di depan cermin, setelah itu pembicara tinggal dan menanti bersama pengacara di luar ruangan. Ia memperhatikan para pendengar yang melangkah masuk ke dalam ruangan ceramah. Tetapi bersama pengacara dia harus memperhatikan supaya memulai pidato tepat seperti sudah direncanakan. Tepat pada waktu yang ditentukan pembicara bersama pengacara memasuki ruangan ceramah. Ia mengangkat muka dan mengangguk-angguk kepada para pendengar, lalu melangkah dengan pasti dan tenang ke mimbar. Kemudian majulah ke mimbar dan mengatur teks pidato di atas mimbar, sebelum memandangi pendengar. Lalu mundurlah dari mimbar kira-kira satu langkah untuk memandangi ‘publikum’ dengan wajah tersenyum. Pembicara baru boleh mulai berbicara kalau seluruh ruangan sudah tenang.
b)                 Aturan-aturan Penampilan
a.    Menanti di luar ruangan ceramah.
b.    Menanti bersama pengacara dan bersama dia menentukan saat mulai ceramah.
c.    Mengamati dan memperhatikan para pendengar yang tengah memasuki ruangan.
d.   Jaga supaya tidak melewati saat mulai yang sudah ditetapkan.
e.    Kalu toh harus menunda tidak boleh lebih dari 5 atau 10 menit.
f.     Melangkah masuk ke dalam ruangan ceramah sementara melihat dan mengangguk-angguk kepada para pendengar.
g.    Melangkah pasti dan tenang ke mimbar tanpa memandangi para pendengar.
h.    Naik ke mimbar dan mengatur teks pidato/ceramah.
i.      Mundur satu langkah dari mimbar.
j.      Mengambil kontak mata dengan publik memandangi mereka secara cepat (seluruh publik harus dipandangi).
k.    Tidak boleh berbicara sebelum seluruh ruangan tenang.
l.      Sapaan yang kuat pasti tenang dan memikat.
m.  Pause sejenak sesudah sapaan.

c)                  Sapaan
Bagi banyak ahli pidato sapaan pada awal pidato sudah merupakan satu masalah yang harus sungguh-sungguh dipertimbangkan, sebab sapaan ini dapat menciptakan kontak dengan atau simpati dari para pendengar, atau sebaliknya menghancurkan. Adapun jenis sapaan akan dijelaskan sebagai berikut:
a.              Sapaan yang Umum
Yang umum dipakai dan terkenal ialah: “Saudara-saudari sekalian yang terhormat; saudara-saudari sekalian yang saya muliakan!”. Sapaan ini baik, tetapi tidak personal, bahkan menimbulkan jarak di antara pembicara dan pendengarnya. Sapaan ini sesuai bila dipakai dalam ceramah mengenai satu masalah ilmiah, atau dalam peryaan pesta.

b.             Sapaan-sapaan Lokal
Sapaan lokal berarti sapaan yang diberikan kepada pendengar sesuai dengan nama tempat, dari mana mereka berasal atau di mana mereka berada dan sedang mendengarkan pidato. Misalnya:
“Warga kota Maumere yang saya cintai!”
“Warga desa Mitha yang saya muliakan!”
c.              Sapaan yang Menekankan Aspek Kebersamaan
Ada juga sapaan-sapaan terhadap kelompok tertentu yang dapat menciptakan dan memupuk rasa kebersamaan. Misalnya:
“Sesama warga desa Bloro yang saya kasihi!”
“Sesama karyawan yang saya kasihi!”
“Saudara-saudariku sekalian!”
d.                       Sapaan pada Kesempatan-kesempatan Khusus
Pada kesempatan-kesempatan khusus pembicara harus memperhatikan juga kebiasaan sapaan-sapaan yang dipergunakan oleh umum. Misalnya pada pesta pernikahan, ulang tahun atau waktu pemakaman. Pembicara hendaknya menyapa juga orang-orang yang terlibat langsung atau yang terkena langsung peristiwa itu.
e.                        Tamu atau Undangan yang Terhormat
Sering di dalam satu perayaan, ada juga tamu/undangan yang terhormat. Sebaiknya sebelum berpidato, pembicara mencari tahu siap-siapa tamu istimewa yang ada, supaya ia dapat menyapa mereka. Kalau tamu/undangan terhormat harus disapa, maka harus disapa dengan tepat (termasuk pangkat, gelar, dan tugasnya). Misalnya:
“Bapak Dr. Ir. Waepelikowski, kepala atase kebudayaan kerajaan Tikus-tikus di Pulau Kera yang saya muliakan…”
Kalau memang tidak ada kesempatan untuk mencari tahu, maka semuanya dapat disapa secara umum, misalnya:
“Para tamu yang saya muliakan,”
“Saudara-saudari sekalian yang terhormat!”


f.                        Bila Kebanyakan Pendengar adalah Orang yang dikenal
Bila yang hadir hanya anak-anak sekolah, maka dia boleh menyapa mereka dengan ‘kamu’. Tetapi bila ada wakil orang tua, maka ia harus memisahkan sapaan itu kepada kelompok masing-masing, atau seluruhnya memakai sapaan-sapaan terhormat saja.

d)                 Kalimat Pertama
Sebelum mulai berbicara, bernafaslah sedalam dan seperlahan mungkin. Mulailah mengucapkan kalimat pertama dari pidato Anda, bila seluruh hadirin sudah tenang. Kalimat pertama dari seluruh pidato adalah penting. Kalimat pertama itu dapat diperagakan dengan satu media visual. Kalimat pertama itu dapat mengundang simpati dari para pendengar.

e)                  Bunyi “EEH... EEH”
Sering kali di tengah pembicaraan terdengar bunyi eeh..eeh. Bunyi ini sangat mengganggu waktu berbicara. Bunyi semacam ini dapat disebabkan oleh:
a.    Rasa tidak pasti
b.    Persiapan yang tidak cukup
c.    Pernafasan yang salah
d.   Keadaan kesehatan yang buruk
e.    Kurangnya konsentrasi (kesanggupan untuk berkonsentrasi)
f.     Teks yang sulit (karena banyak kata-kata asing)
g.    Suatu kebiasaan

Untuk mengatasinya orang dapat:
a.    Berlatih sebaik mungkin sebelumnya
b.    Menggunakan kalimat yang pendek
c.    Bernafas secara mendalam
d.   Lebih keras dan dalam menghembuskan nafas
e.    Menghindari kata-kata asing
f.     Mengatur kontak yang baik dengan pendengar
g.    Menyelingi dengan ungkapan yang lucu dan segar.
f)              Membina Kontak dengan Pendengar
Selama pidato pembicara harus tetap membina kontak dengan pendengar, karena pidato atau ceramah adalah satu proses komunikasi antara pembicara yang memberi dan pendengar yang menerima. Hal-hal yang dapat membantu untuk membina kontak antara pendengar dan pembicara selama berpidato:
a.    Penampilan yang meyakinkan dan dapat dipercayai.
b.    Mengolah dan membeberkan bahan secara jelas, logis dan teliti.
c.    Masalah yang digubris diperindah dengan warna dan hal-hal yang menarik.
d.   Mengkonkretisasi bahan yang dibeberkan dengan mempergunakan fakta, angka dan statistik.
e.    Mengurangkan ketegangan dalam mendengar dengan memberikan contoh konkret dan menarik.
f.     Bicaralah dengan perasaan dan perubahan suara yang bervariasi untuk menghindarkan kekeringan.
g.    Demosthenes mengatakan, “Pembicara tidak bisa meyakinkan dan mempengaruhi para pendengar, kalau orang hanya mengajar di mana seharusnya bercakap-cakap.”

g)                  Teknik Pause Selama Berpidato
Pause dalam berpidato harus diatur secara tepat dan harus cocok dengan situasi sehingga membawa efek yang menakjubkan bagi para pendengar dan pembicara sendiri. Prasyarat dalam mempergunakan teknik pause ialah bahwa waktu atau lamanya pidato atau ceramah yang sudah ditetapkan tidak boleh dilanggar dan bahwa oleh pause ini pembicara tidak boleh kehilangan kontak mata dengan pendengar. Ada berbagai macam pause seperti berikut ini:
a.                   Pause Untuk Bernafas dan Mengurangi Ketegangan
Berbicara terus tanpa pause akan menegangkan pembicara sendiri. Pembicara harus membuat pause, istirahat singkat di tengah pembicaraan itu. Kesempatan itu untuk menarik nafas panjang dan menimba kekuatan. Kesempatan untuk pause yang singkat ini.
(a)                     Sesudah titik
(b)                    Dan sesudah satu penggal, sebelum memulai alinea baru
b.                  Pause Untuk Berpikir dan Membuat Kontrol
Bahan yang dibicarakan terlalu banyak dan luas maka dari itu perlu sekali membuat pause untuk mempertinggi efek berbicara. Pada waktu pause ini pembicara dapat memikirkan bahan yang sudah dibawakan, merangkumkan dan menghubungkan secara logis dengan bahan yang akan menyusul. Kesempatan untuk pause semacam ini adalah:
(a)      Sesudah satu titik
(b)     Dan sesudah satu penggalan pidato sebelum memulai alinea atau pokok baru.

c.                   Pause Untuk Menjebak atau Memberi Sugesti
Pada waktu pause sejenak ini pembicara mengarahkan pandangannya yang sugestif ke arah pendengar, sehingga merasa terdorong untuk mengatakan sesuatu. Maka, pause yang dibuat di tengah pembicaraan dapat mendorong mereka untuk mengatakan sesuatu.

d.                  Pause Dramaturgis
Pause ini dimaksudkan untuk menimbulkan ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar untuk masuk ke dalam titik puncak pidato. Oleh karena itu, pembicara harus menyiapkan titik puncak pidatonya. Waktu untuk membuat pause adalah:
(a)      Langsung sebelum titik puncak
(b)     Sebelum satu penjelasan yang penting
(c)      Sebelum satu bagian yang penting dan paling menentukan

e.                   Pause Untuk Mempertinggi Efektivitas
Pause ini untuk mempertinggi daya efek pidato pada pendengar. Acapkali efektivitas suatu pidato itu lenyap, karena pembicara langsung melanjutkan pidatonya. Pause semacam ini dibuat:
(a)                     Sesudah satu titik puncak
(b)                    Sesudah satu penjelasan yang penting
(c)                     Sesudah satu bagian yang paling penting dan menentukan

f.                   Pause Berdasarkan disiplin
Pause ini dibuat bila pembicara membawakan pidato di dalam satu konferensi atau seminar, di mana para peserta belum tenang, situasi masih ribut.

g.                  Pause Karena Kehilangan Jalan Pikiran
Dapat terjadi pembicara kehilangan jalan pikiran di tengah pidato. Ia menjadi diam. Pause semacam ini terjadi di luar rencana, karena pembicara kehilangan benang merah dari seluruh pidatonya.

h)                 Lamanya Berpidato
Setiap pembicara harus sadar akan nilai dari waktu. Pendengar harus tahu berapa lama berlangsungnya sidang atau konferensi atau diskusi, berapa lama mereka harus mendengarkan. Di dalam diskusi televise, sering sudah ditetapkan bahwa setiap pembicara hanya harus boleh berbicara 3-4 menit, dan mereka harus menaati aturan ini. Dalam kelompok-kelompok latihan biasanya lamanya bicara diukur dengan Stopwatch. Beberapa ajaran dalam mempergunakan waktu:
a.    Seorang pembicara yang sebelumnya sudah melatih diri dengan menggunakan waktu, tidak akan mendapat kesulitan dalam menentukan panjang pidatonya secara tepat.
b.    Setiap orang akan membagi sendiri waktunya.
c.    Jangan berbicara terlalu lama diluar waktu yang ditetapkan.
d.   Sebagai pembicara perhatikanlah waktu baik-baik, kalau tidak pendengar akan meninggalkan Anda sebelum waktunya.
e.    Satu pidato tidak boleh terlalu pendek atau terlalu panjang.

i)                    Mempergunakan Kata-kata Asing
Kata-kata asing sebaiknya dipergunakan secara berhati-hati, tidak boleh terlalu sering, harus sesuai dengan isi kalimat dan konteksnya. Ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan, bilamana harus mempergunakan kata-kata asing:
a.    Kata-kata asing hanya boleh dipergunakan, kalau memang sangat perlu dan tidak bisa dihindarkan.
b.    Kata-kata asing hanya boleh dipergunakan, kalau pembicara sendiri tahu dengan tepat arti makna yang dimaksudkan.
c.    Kata-kata asing boleh dipergunakan, kalau pembicara tahu pasti bahwa dapat dimengerti oleh pendengar, maka perlu dijelaskan.
d.   Pembicara sebelumnya mencari tahu mengenai ucapan dan tekanan yang tepat dari kata-kata asing tersebut.

B.                 ANALISIS KESALAHAN-KESALAHAN SEORANG PEMBICARA
Kesalahan-kesalahan yang dapat dilakukan oleh pembicara dalam mengucapkan suatu pidato di depan umum, yaitu sebagai berikut:
1)                  Kesalahan dalam Mengolah Pidato
a)    Pidato tidak cukup menjelaskan pokok-pokok penting.
b)   Kekurangan informasi sebelumnya mengenai situasi pendengar.
c)    Faktor-faktor yang menimbulkan keributan tidak diperhitungkan sebelumnya.
2)                  Kesalahan Organisatoris
a)    Media-media pembantu tidak direncanakan secara optimal.
b)   Tidak mengambil kesempatan sebelum ceramah untuk berkontrak dengan para pendengar.
c)    Tidak menyiapkan teks yang cukup bagi para pendengar.
d)   Tidak memperhatikan keadaan terang dan ventilasi udara di dalam ruangan ceramah.
e)    Tidak mencoba dan mengecek alat-alat teknis sebelum berpidato.
3)                  Kesalahan dalam Penampilan dan Sikap
a)    Penampilan yang tidak bersemangat.
b)   Kurang ada kontrak mata dengan para pendengar.
c)    Hanya mengarahkan mata dan perhatian pada satu titik/ tempat di dalam ruangan.
d)   Gerak-gerik yang tidak terkontrol.
e)    Tangan dimasukkan ke dalam jaket atau saku celana.
f)    Berdiri sambil memeluk perut pada mimbar.
g)   Penampilan yang sombong dan pongah.
h)   Tidak tenang, melenggang ke sana ke mari.
i)     Penampilan yang sombong.
j)     Menunjukkan kejenuhan dan kebosanan atau tanpa perhatian.
k)   Pengantar yang salah ke dalam tema.
4)                  Kesalahan dalam Berbicara
a)    Terlalu banyak mengulang.
b)   Tempo bicara yang terlalu cepat.
c)    Mengkopi kebiasaan pembicara lain.
d)   Teknik bicara yang buruk (suara, tekanan, ritme, dan lain-lain).
e)    Suara yang monoton, tidak ada tinggi rendahnya.
f)    Bicara tidak jelas (artikulasi tidak jelas, menelan suku kata).
g)   Terlalu banyak bunyi antara yang mengganggu, sebagai tanda bahwa orang tidak menguasai bahan. Misalnya: eh, a, e..
h)   Kurang terampil mengatasi kesulitan bila kehilangan jalan pikiran.
i)     Terlalu sering menegur atau menyinggung seorang wanita.
j)     Tekanan yang salah atau buruk pada kata-kata.
k)   Penggunaan dan penerapan kata-kata asing yang salah.
5)                  Kesalahan dalam Hubungan dengan Pendengar
a)    Terlalu sedikit visualisasi.
b)   Terlalu sedikit contoh yang memberi kesegaran.
c)    Terlalu sedikit pause diantaranya.
d)   Kurang mempertimbangkan harapan dan keinginan pendengar.
e)    Tidak cukup menanggapi keberatan-keberatan yang dikemukakan.
f)    Tidak cukup awal mengenali masalah yang membuat pendengar merasa payah.
g)   Mengandaikan nivo pendidikan pendengar terlalu tinggi.
h)   Tidak berbicara dengan bahasa pendengar.
i)     Menceritakan lelucon yang tidak pada tempatnya.
6)                  Kesalahan dalam Hubungan dengan Teks atau Manuskrip
a)    Terlalu banyak pikiran asing-terlalu sedikit pikiran sendiri.
b)   Menggunakan rumusan yang terlalu sulit dimengerti.
c)    Kalimat-kalimat terlalu panjang.
d)   Skema/outline yang tidak jelas.
e)    Bahan kurang umum dan terlalu mendetil.
f)    Teks dicetak terlalu rapat dan dengan huruf kecil.
g)   Bagian yang penting dan mempunyai arti khusus tidak diperhatikan.
h)   Tidak ada benang merah.
i)     Kekurangan diagram dan grafik.
j)     Terlalu banyak bahan yang dibicarakan (terlalu luas).
k)   Terlalu menyimpang dari tema yang ditetapkan.
l)     Seruan akhir yang tidak tepat sasar.
m) Tidak ada rangkuman pada akhir uraian.
7)                  Kesalahan dalam Membawakan Pidato
a)    Terlalu jelas menunjukkan rasa takut dan cemas.
b)   Kurang konsentrasi terhadap warta/pesan yang mau disampaikan, karena terlalu banyak berkecimpung dengan masalah pribadi.
c)    Membuka halaman pidato terlalu keras (apalagi kalau mikrofon peka).
d)   Terlalu terikat pada teks, tanpa kadang-kadang bicara bebas.
e)    Dalam pembeberan kurang ada selingan seperti anekdot, lelucon, atau visualisasi.
f)    Pidato diawali dengan permintaan maaf.
g)   Sudah mulai berbicara, meskipun suasana belum tenang.
h)   Kesulitan waktu memberi salam kepada para pendengar.
i)     Pidato itu terlalu sempurna sehingga menjadi steril.
j)     Ketiadaan pertanyaan-pertanyaan retoris.
k)   Berdiri terlalu jauh dari mikrofon, sehingga suara tidak jelas.
l)     Gerak-gerik dan mimik kurang menyokong ucapan-ucapan.
m) Kekurangan teknik untuk menurunkan rasa tegang pada pendengar.
8)                  Kekurangan-kekurangan Pribadi
a)    Pandangan mata yang tidak terkontrol, sarkastis, terlalu sungguh-sungguh, selalu tertawa, dahi selalu berkerut dan lain-lain.
b)   Memukul podium terlalu kuat.
c)    Kelihatan mengantuk, nervus dan tegang.
d)   Cepat gugup dan cemas kalau ada seruan di tengah pidato.
e)    Tidak ada dinamika.
f)    Berbicara membosankan.
g)   Menunjukkan kelainan pada diri seperti menggaruk-garuk telinga, menggaruk-garuk kumis atau janggut, menggigit bibir, mempermainkan kancing baju dan lain-lain.

C.                NASIHAT BAGI PARA PEMBICARA
Ada beberapa nasihat yang diberikan bagi para pembicara, nasihat-nasihatnya yaitu sebagai berikut:
1.         Datangilah terlebih dahulu ke tempat pidato untuk melihat situasi.
2.         Sebelum mulai berpidato cobalah sekali lagi segala macam perlengkapan.
3.         Pengecekan yang terakhir ini akan menghindarkan anda dari kemacetan dan kegagalan.
4.         Waktu membawakan pidato pendengar harus bisa melihat anda.
5.         Kalau harus duduk jagalah supaya sikap tidak menjadi kaku.
6.         Jangan terlalu banyak bergerak kesan kemari waktu bicara.
7.         Bersikaplah asli dan rileks.
8.         Buatlah pause yang cukup ketika edang membawakan pidato.
9.         Kalau harus menggunakan papan tulis, jangan berbicara dengan mengarahkan pandangan ke papan tetapi ke pendengar.
10.     Pertimbangkan apakah anda harus membagi manuskrip bahan pidato anda kepada pendengar sebelum atau sesudah ceramah.
11.     Sementara berpidato jangan melihat keluar lewat jendela.
12.     Perhatikanlah sikap tubuh waktu berdiri atau duduk.
13.     Kalau menggunakan proyektor maka janganlah berdiri di depan gambar atau layar tetapi disamping.
14.     Apabila ada jawaban yang benar dari para pendengar maka tegaskanlah apa yang benar dan pujilah kerja sama yang diberikannya.
15.     Hati-hati! Jangan memarahi seseorang atau menelanjanginya di depan umum.
16.     Panggillah dan tegurlah  setiap peserta dengan namanya kalau tidak dikenal maka gunakanlah rumusan  terhormat untuk untuk orang ketiga.
17.     Sampaikan dan hubungi seorang pemimpin kelompok tempatkan tempatkan dia kedalam kelompok yang berpihak dengan anda.
18.     Pergunakanlah juga humor dalam pidato.
19.     Jauhkanlah bahasa yang mengandung sarkasme ironi dan menimbulkan rasa benci.
20.     Usahakan supaya para pendengar juga turut berpartisipasi dan turut bekerja.
21.     Perhatikanlah ventilasi dalam ruangan.
22.     Kalau para pendengar menguap mengusap-usap matanya dan melihat-lihat ke jam tangan berarti anda berbicara terlalu lama dan membosankan.
23.     Pergunakanlah sebanyak dan  sesering mungkin teknik bertanya.
24.     Pujilah setiap sumbangan yang diberikan oleh setiap peserta, karena hal itu sangat menyenangkan hatinya.

DAFTAR PUSTAKA

P. D. W. Hendrikus SVD. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.