ALASAN UNTUK MEMPELAJARI RETORIKA, SEJARAH RETORIKA
DAN RETORIKA SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI
A.
ALASAN UNTUK MEMPELAJARI RETORIKA
Di dalam masyarakat umumya dicari para
pemimpin atau orang-orang berpengaruh, yang memiliki kepandaian dalam
berbicara. Keterampilan mempergunakan bahasa atau kepandaian berbicara secara
efektif di bidang-bidang lain seperti perindustrian, perekonomian dan bidang
sosial, sangat diandalkan. Menguasai kesanggupan berbahasa dan keterampilan
berbicara menjadi alasan utama keberhasilan orang-orang terkenal di dalam
sejarah dunia seperti Demonthenes, Socrates, J. Caesar, St. Agustinus, St. Ambrosius,
Martin Luther King, J.F. Kennedy, Soekarno, dan lain-lain.
Dalam
sejarah dunia justru kepandaian berbicara atau berpidato merupakan instrumen utama
untuk mempengaruhi massa. Bahasa dipergunakan untuk meyakinkan orang lain.
Ketidakmampuan mempergunakan bahasa, sehingga tidak jelas mengungkapkan masalah
atau pikiran akan membawa dampak negatif dalam hidup dan karya seorang
pemimpin. Oleh karena itu, pengetahuan tentang retorika dan ilmu komunikasi
yang memadai akan membawa keuntungan bagi pribadi bersangkutan dalam
bidang-bidang di bawah ini:
1.
Kemampuan Pribadi
Menguasai
ilmu retorika dan keterampilan telah mempergunakan bahasa secaa tepat, dapat
meningkatkan kemampuan pribadi orang yang bersangkutan.
Keuntungan-keuntungannya antara lain:
a.
Rasa tertekan,
tegang, takut dan cemas di depan publik dapat dikurangi atau dilenyapkan.
b.
Rasa pasti terhadap
diri dapat dipupuk dan bertumbuh.
c.
Kesadaran dan
kepercayaan terhadap diri dapat semakin bertambah.
d.
Dia dapat mengalami
perkembangan dalam hal teknik bersuara.
e.
Artikulasi dalam
pengungkapan dalam mengucapkan kata-kata menjadi lebih jelas.
f.
Bahasanya dapat
memiliki daya persuasi.
g.
Lewat komunikasi
retoris kemampuan pedagogis dan psikologis dapat dibina.
h.
Kemampuan untuk
berbicara secara spontan (improvisasi) dapat dikembangkan.
i.
Kemampuan untuk
memberi motivasi dapat dipertinggi.
j.
Dapat menjadi lebih
terampil dan cekatan dalam mengemukakan dan mempertahankan pendapat atau ide.
k.
Dapat memperluas
perbendaharaan kata.
l.
Dapat mengkoordinasi
dengan lebih mudah mimik dan gerak-gerik selama berbicara atau berdialog.
m.
Kesediaan untuk
mendengarkan orang lain dapat dikembangkan.
n.
Keterampilan untuk
mengolah artikel dapat dikembangkan.
2.
Keberhasilan Pribadi
Orang
yang menguasai ilmu retorika dan terampil dalam mempergunakan bahasa, dapat
mengalami banyak sukses dalam hidup dan karyanya, antara lain:
a.
Mengalami kemudahan
dalam proses berkomunikasi.
b.
Baginya terbuka
kesempatan dan kemungkinan yang lebih luas untuk mendapat kerja.
c.
Dapat lebih
berhasil dalam usaha-usaha pribadi.
d.
Lebih mudah
mendapat pengakuan dan penghargaan dari orang lain.
e.
Memperoleh
kemungkinan lebih besar untuk menarik pengaruh.
f.
Pengertian terhadap
orang lain semakin terbina.
g.
Dapat terbina sikap
batin yang positif terhadap sesama dan dunia sekitar, yang dapat memperbesar
sukses dalam hidup dan karyanya.
3.
Tugas dan Jabatan
Dalam mengemban suatu tugas atau jabatan, penguasaan ilmu
retorika dapat memberi keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a.
Orang dapat mengemukakan
pikiran secara singkat juga padat, sehingga mudah meyakinkan orang lain.
b.
Orang memiliki
keterampilan dan kekuatan dalam mempertahankan pikiran atau pendapat.
c.
Orang dapat membina
relasi yang menguntungkan dengan organisasi, perusahaan, institut atau
partai-partai politik.
d.
Penguasaan yang
lebih baik tentang seni membawakan ceramah atau pidato dalam situasi atau
kesempatan-kesempatan penting.
e.
Membantu dalam
memperluas orientasi dan wawasan pribadi.
f.
Mempertinggi
keterampilan para produsen untuk menjual dan menawarkan hasil-hasil
produksinya.
g.
Memperluas
pengetahuan, khususnya mengenai sumber-sumber informasi.
h.
Memperkecil
kemungkinan kesalahan komunikasi, yang dapat membawa dampak negatif bagi tugas
dan jabatan.
4.
Kehidupan pada Umumnya
Secara umum,
penguasaan ilmu retorika dapat mendatangkan keuntungan-keuntungan di bawah ini:
a.
Memberi kesempatan
dan kemungkinan untuk mengontrol diri.
b.
Dalam proses
komunikasi yang sering, orang dapat menjadi semakin terbuka terhadap diri
sendiri dan orang lain.
c.
Menghantar orang
yang bersangkutan ke dalam bidang interese yang baru.
d.
Mengaktifkan dan
mengembangkan kesanggupan-kesanggupan laten (tersembunyi dan terpendam, tetapi
mempunyai potensi untuk muncul).
e.
Lewat proses
komunikasi retoris dapat terbina sikap objektif dan toleran.
f.
Menjadi lebih
lincah dalam pergaulan dan komunikasi antar manusia.
B.
SEJARAH RETORIKA
Pada
tahun 467 SM, Korax seorang Yunani dan muridnya Teisios (keduanya berasal dari
Syrakuse-Sisilia) menerbitkan sebah buku yang pertama tentang retorika. Retorika
sebagai seni dan kepandaian berbicara, sudah ada dalam sejarah jauh lebih
dahulu. Misalnya, dalam kesusasteraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias dan Odyssee menulis pidato yang panjang. Juga bangsa-bangsa seperti
Mesir, India dan Cina sudah mengembangkan seni berbicara jauh hari sebelumnya.
Secara
sistematis ilmu retorika memang pertama-pertama dikembangkan di Yunani.
Pembeberan sistematis yang pertama mengenai kepandaian berbicara dalam
berbahasa Yunani dikenal dengan nama: Techne
Rhetorike, yang berarti ilmu tentang seni berbicara. Perkembangan ilmu
retorika akan diuraikan di bawah ini:
1.
Zaman Yunani Kuno
Unsur-unsur ilmu
retorika sudah dikembangkan di Yunani, sebelum buku yang ditulis oleh Korax dan
Teisios diterbitkan. Sejak abad ke-7 sampai ke-5 SM, sudah ada ahli-ahli pidato
terkenal dalam kerajaan Yunani kuno seperti: Solon (645-560); Peisistratos
(600-527) dan Thenustokles (525-460).
Seorang politikus
dan negarawan yang juga menjadi seorang ahli pidato yang terkenal dalam zaman
ini adalah Perikles (500-429). Para pengagumnya mengatakan bahwa dewi-dewi seni
berbicara yang memiliki daya tarik memukau bertahta di atas lidahnya. Perikles
sebagai seorang ahli pidato tidak akan dilupakan oleh bangsa Yunani, berkat
sebuah pidato yang diucapkanya bagi para pahlwan di kota Athena, yang kemudian
diterbitkan oleh ahli sejarah Thukydides. Sekitar akhir abad ke-5 SM, muncul
lagi beberapa ahli pidato yang sangat dikagumi seperti Alkibiades, Theramenes
dan Kritios.
Pada mulanya para
ahli pidato di Yunani hanya berbicara di dalam ruang pengadilan, tetapi sesudah
memperhatikan bahwa kepandaian berbicara berguna untuk memimpin negara, maka
orang mulai menyusunnya dan disebut retorika. Usaha ini dijalankan pertama-tama
di daerah koloni Yunani di Silisia, di mana kekuasaan tiran mulai punah dan di
mana kebebasan berbicara mulai dijunjung tinggi. Usaha yang sama segera
dikembangkan di kota Athena dan di seluruh kerajaan Yunani. Sejak abad ke-5
mulai didirikan sekolah-sekolah retorika dalam wilayah-wilayah yang
berkebudayaan helenistis. Dengan itu retorika menjadi salah satu bidang ilmu
yang diajarkan kepada generasi muda yang dipersiapkan untuk memimpin negara.
Retorika dalam abad ini menjadi salah satu bidang ilmu yang menyaingi filsafat.
Ia menjadi kesenian untuk membina dan memimpin manusia. Beberapa ahli pidato
pada masa ini adalah Gorgias dari Leontinoi (485-380); Protagoras dari Abdera
(480-410) dan Thrasymachus dari Kalsedon (300-200). Selain itu, muncul juga
ahli-ahli pidato lain seperti Socrates (470-399). Menurut Socrates, ahli
filsafat, retorika adalah seni untuk membawakan dan menyampaikan pengetahuan
yang sudah ada secara meyakinkan. Retorika harus mencari kebenaran dan bukannya
mempermainkan kata-kata kosong. Muridnya bernama Aristoteles (384-322) sangat
menghargai retorika sebagai partner yang otonom dari dialektika. Ia mengarang
sebuah buku retorika yang terkenal dan masih memiliki pengaruh yang kuat
terhadap retorika dewasa ini. Ahli pidato yang terbesar sepanjang masa dari
zaman Yunani kuno adalah Demosthenes (384-322). Dia adalah putra seorang Yunani
yang menikah dengan wanita Skyth. Tentang Demosthenes dikatakan bahwa ia
mengalami tekanan batin yang berat dan rasa takut yang besar. Tetapi berkat
latihan yang tabah, ia dapat mengatasi segala kesulitan itu, sehingga akhirnya
menjadi seorang retor yang terkenal. Setelah meninggal, warga kota Athena
mendirikan satu tugu dan sebuah patung untuk memperingati dia. Pada tugu itu
tertulis, “Hai Demosthenes, andaikan engkau memiliki cukup kuasa, seperti
kebijaksanaanmu, maka tak pernah Raja Makedonia akan menjadi penguasa bangsa
Yunani.” Setelah Yunani dikuasai bangsa Makedonia dan Romawi, berakhirlah masa kejayaan
ilmu retorika Yunani kuno. Retorika hanya masih merupakan ilmu yang dipelajari
di bangku-bangku sekolah.
2.
Zaman Romawi Kuno
Setelah kerajaan
Romawi menguasai Yunani, terjadilah kontak antara kaum cendekiawan Romawi dan
Yunani. Orang-orang Romawi mempelajari kebudayaan bangsa Yunani, terutama ilmu
kepandaian berbicara yang tengah berkembang di Yunani. Oleh karena itu,
pelajaran ilmu retorika mulai diberikan di sekolah-sekolah. Apabila ada murid
yang berbakat dalam hal berpidato, mereka dibekali pengetahuan teoretis tentang
retorika, mereka disuruh mengunjungi tempat-tempat pengadilan di mana mereka
sendiri langsung menyaksikan bagaimana sebuah pidato dibawakan secara bebas
oleh seorang ahli di depan pengadilan dan di depan publik. Berdasarkan
pengalaman praktis ini, para murid melengkapi petunjuk-petunjuk yang diberikan
oleh gurunya di sekolah. Orang-orang Romawi yang terkenal adalah:
a.
Cato Senior (234-149)
Ia terkenal lewat
pidatonya yang mengajak rakyat kekaisaran Romawi untuk membinasakan kota Cartago di Afrika
Utara. Judul pidato itu Carthago delenda est. Dalam perkembangan
selanjutnya, pengaruh para retor dari Yunani yang hidup dan bekerja di kota
Roma menjadi sangat besar di antara kaum muda yang ingin mempelajari ilmu
retorika. Hal ini mencemaskan golongan konservatif di kota roma. Mereka
berpendapat bahwa orang-orang Yunani dapat mempengaruhi dan memperlemah
pendidikan dan mental kaum muda. Oleh karena itu, di bawah pemerintahan
Konsulat Fannius dan Messala (161), Senat mengeluarkan satu keputusan untuk
mengusir semua ahli filsafat dan retorika yang berkebangsaan Yunani. Cato salah
seorang yang secara tegas menyokong kebijaksanaan ini, tetapi keinginan kaum
muda untuk mempelajari filsafat dan retorika tidak dapat dibendung.
Sekitar abad ke-2
SM, akhirnya pemerintah Romawi memanggil kembali para retor Yunani ke Roma.
Sejak itu mereka mendirikan sekolah retorika, di mana orang Yunani menjadi
guru. Dengan ini, pengaruh helenistis mulai merembes kuat di kalangan Romawi.
Sedangkan kaum muda dari Roma sering ke Yunani, terutama ke kota Athena dan
pulau Rhodos, mempelajari ilmu filsafat dan reorika. Sejak saat ini, retorika
berkembang pesat di Romawi.
Orang Romawi
membina ilmu retorika dan dialektika yang cocok untuk para pembela perkara,
pimpinan, pemerintahan dan kaum militer. Di kota Roma orang mulai menjajaki dan
sadar bahwa ilmu retorika adalah salah satu wadah untuk menguasai massa (Herrschhftswissen).
b.
Marcus Tullius Cicero (106-44)
Hingga
dewasa ini, Cicero tetap diakui sebagai ahli pidato terbesar dari kekaisaran
Romawi. Pidatonya yang terkenal adalah pidato melawan Catilina (Contra Catilinam). Ia juga menulis
mengenai teori berpidato yang sampai saat ini masih kuat mempengaruhi ilmu
retorika. Sebelum Cicero masih ada beberapa ahli pidato seperti Tiberius,
Caius, Graecchus, M.Anthonius, Q. Hortensius Hortulus, M. Licinius Crassus dan
Cato Junior.
c.
Gaius Iulius Caesar (100-44)
Caesar seorang diktator. Ahli Sejarah Suetonius menulis,
“Dalam soal kepandaian berpidato dan berperang, Caesar adalah orang yang paling
mahsyur dan tepat.” Pidato termasyur di hadapan para legioner yang daya tempur
dan semangat juangnya sudah mulai pudar adalah sepenggal retorika yang paling
baik dari seni menimbulkan motivasi secara psikologis dan juga menunjukkan
betapa kuat daya sugesti Caesar yang mau mengakhiri negara Republik Romawi.
d.
Quintilianus (35-100)
Quintilianus seorang guru ilmu retorika. Dia seorang
Romawi berasal dari Calagurris (Spanyol). Sesudah menyelesaikan studinya di
Roma ia menetap di sana dan mendirikan sekolah retorika. Pada tahun 70, ia
menerima pengakuan resmi dari Kaisar Vespasianus sebagai professor resmi ilmu
retorika Kekaisaran Romawi, yang dibayar oleh negara. Ia berkecimpung kurang
lebih 20 tahun dalam bidang ilmu retorika, sesudah itu mengundurkan diri dan
hidup menyendiri. Masa ini Quintilianus menulis 12 buku sebagai pengantar ke
dalam Ilmu Retorika (Institutio Oratoria).
Karyanya ini masih terkenal hingga dewasa ini dan masih sangat mempengaruhi
ilmu retorika masa kini. Runtuhnya Kekaisaran Romawi juga melenyaplah kejayaan retorika.
Ilmu retorika sebagai wadah menguasai manusia, terhapus dari panggung politik
zaman kuno.
3.
Abad Pertengahan
Dalam abad-abad
berikutnya, ketika kekristenan semakin meluas, muncul banyak retor di kalangan
orang Kristen. Mereka adalah bapak-bapak Gereja yang turut mengembangkan ilmu
kepandaian berbicara lewat khotbah-khotbah di dalam gereja. Beberapa nama yang
terkenal adalah:
a.
Tertulianus, hidup
di antara tahun 150-230.
b.
Lactantius, hidup
sekitar tahun 260-320. Ia digelari Cicero orang Kristen.
c.
Victorianus, yang
hidup sekitar tahun 350, adalah seorang pembela dan guru ilmu retorika.
d.
Aurelius Agustinus
(354-430), seorang bapak gereja yang terkenal. Sebelum bertobat menjadi
kristen, dia adalah profesor ilmu retorika di kota Milan. Agustinus adalah
seorang pengkhotbah terkenal pada zamannya, baik di Afrika Utara maupun di
seluruh kekaisaran Romawi.
e.
Hironimus dari
Striden (348-420), adalah bapak gereja yang paling terdidik. Dia juga berjasa
dalam menerjemahkan Kitab Suci. Dia pada mulanya adalah pengagum Cicero, lalu
menjadi pertapa. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk pemakluman Sabda Allah lewat
tulisan dan khotbah.
f.
Yohanes
Chrisostomus dari Konstantinopel (344-407). Ia dijuluki ‘Mulut emas’. Yohanes
adalah seorang bapak gereja Yunani terbesar. Menurut dia, seni berbicara adalah
medium untuk merebut hati pendengar dan mempengaruhi jiwa mereka. Ia mengatakan
bahwa setiap khotbah adalah sama seperti aksi untuk menduduki jiwa pendengar.
Bagi Yohanes seni berkhotbah sebenarnya adalah bentuk baru dari ilmu untuk
menguasai massa.
Di
sekitar Perang Salib, kepandaian berbicara dan berkhotbah disalahgunakan.
Ahli-ahli khotbah seperti Paus Urbanus ke-2, St. Bernadus dari Clairvaux atau
Petrus dari Amiens, mendorong Perang Salib melalui khotbah-khotbah. Ordo dan
konggregasi yang bertugas untuk berkhotbah, menyebarkan Sabda Allah melalui api
dan pedang. Golongan muslim juga ikut menyalahgunakan kepandaian berbicara. Akibatnya,
terjadi pertumpahan darah antara Umat Kristen dan Umat Islam.
Sekitar
akhir abad pertengahan ilmu berkhotbah berkembang pesat di bawah Ordo
Dominikan. Pengkhotbah terkenal dari Ordo ini adalah Savonarola (1452-1498). Ia
sangat terampil dalam menggunakan dialektika dan logika. Tentang kegiatan
berkhotbahnya, dia sendiri mengatakan, “Kadang-kadang apabila saya turun dari
mimbar, saya pikir: lebih baik saya tidak berbicara dan berkhotbah tentang hal
ini, tetapi bersikap tenang saja dan membiarkan Tuhan sendiri mengaturnya.
Tetapi apabila saya sudah berada di mimbar, maka saya tidak bisa berbuat lain
daripada berbicara. Sabda Allah menjadikan hati dan seluruh anggota tubuhku
sebagai api yang membara.” Karena dituduh mengajarkan hal-hal yang sesat, Savonarola
dibakar.
Selama
abad pertengahan, penyelidikan dan
pendalaman ilmu retorika ditekan, sehingga perkembangan lanjut yang kreatif
menjadi kerdil. Selain itu ilmu retorika, kepandaian berbicara pada zaman ini
juga sering disalahgunakan di dalam gereja.
4.
Zaman Renaisans dan Humanisme
Di
antara abad ke-14 dan ke-16 berkembanglah Renaisans di Italia. Sejalan dengan
perkembangan ini, muncul juga suatu pemahaman baru terhadap zaman Romawi-Yunani
kuno, sehingga ilmu retorika pun dikembangkan kembali. Perkembangan baru ini
didorong oleh kaum republik, pimpinan pemerintahan dan para Kaisar di Italia.
Seperti halnya kaum Sofis di Yunani, kelompok humanis berpindah dari satu
Universitas ke Universitas yang lain; atau dari kota ke kota, dari istana ke
istana, untuk memberikan ceramah mengenai zaman Romawi-Yunani kuno. Karya tulis-menulis
berkembang pesat. Ahli-ahli pidato membawakan ceramah di mana-mana, menyiapkan
pidato, menulis surat, mengadakan diskusi dan debat, mengajar anak-anak sekolah
tentang teknik bebricara dan menulis buku-buku komentar mengenai ahli-ahli
pidato dari zaman kuno. Juga diterbitkan buku-buku mengenai ilmu retorika,
dialektika, seni sastra, filsafat dan pendidikan.
5.
Zaman Modern
Negara-negara yang
berjasa untuk mengembangkan ilmu retorika dalam zaman-zaman modern adalah:
1)
Prancis
Tokoh-tokoh terkenal dari Prancis adalah:
a.
Mirabeaus
(1749-1791)
Dia adalah ahli
pidato terkenal. Ia menguasai teknik berdebat, memiliki suara yang jelas dan
mimik yang menarik; pengungkapannya tajam dan logis.
b.
Napoleon Bonaparte
(1769-1821)
Seorang diktator
memiliki banyak bakat dan mengenal jiwa manusia secara teliti. Napoleon adalah
seorang ahli pidato yang luar biasa. Menurut dia, kalimat yang dapat
mempengaruhi pendengar adalah kalimat yang pendek dan yang seringkali diulang.
Tetapi di luar lingkungan Angkatan Bersenjata, Napoleon menderita kompleks
rendah diri di depan Senat dan wakil-wakil rakyat. Sebab itu pidatonya selalu
ditulis jelas dan untuk mempertinggi efektivitas pidato ia mengikuti kursus
ilmu berpidato pada Talma (1763-1826), seorang pemain teater dan guru ilmu
retorika. Napoleon akhirnya hancur sendiri karena kelobaannya mencari kuasa.
c.
Charles De Gaulle
(1890-1970)
Seorang Jenderal
yang mengangkat suara dari tempat pengasingannya di London untuk mendorong
rakyat Prancis supaya bertahan dalam tantangan. Ia adalah seorang ahli pidato
yang bersifat kepahlawanan. Medium yang dipergunakan dalam pidato untuk menanam
pengaruh di kalangan rakyat Prancis adalah Televisi.
2)
Inggris
Beberapa fase kejayaan ilmu retorika Inggris yang
terkenal:
a.
Masa Kejayaan Ratu Elisabet
Di dalam masa
ini, ilmu retorika berkembang jaya di daratan Inggris berkat pengaruh
Humanisme. Thomas Wilson (Quintilianusnya orang Inggris), menulis sebuah buku
standar berjudul, Seni Retorika
(1553), yang terkenal di kalangan masyarakat Inggris. Seorang filsuf Francis
Bacon (1561-1626), dalam bukunya Kemajuan
dalam Belajar (Der Fortschritt des
Lernens, 1605) memberikan penilaian mengenai ilmu retorika. Ia mengatakan,
“Kebijaksanaan menciptakan nama dan ketakjuban, tetapi kepandaian berpidato
dalam soal dagang dan kehidupan bernegara menciptakan efek yang jauh lebih
besar.” Tokoh yang juga turut mengembangkan ilmu retorika dalam masa ini adalah
penyair terkenal William Shakespeare (1564-1616). Dalam drama-dramanya,
Coriolanus dan Julius Caesar, Shakespeare selalu memasukkan pidato-pidato
politis.
b.
Selama Revolusi Puritanis
Ilmu retorika masa
ini juga berkembang pesat. Tokoh terkenal dari masa ini adalah Oliver Cromwell
(1599-1650). Dia adalah seorang diktator yang pandai mensugesti massa lewat
pidato. Pidatonya yang terkenal adalah pidato peperangan melawan Spanyol yang
diucapkan pada tanggal 17 September 1656. John Milton juga seorang penyair
terbesar yang menguasai retorika (sintesis politik dan agama). Cromwell mempergunakan
ilmu retorika dalam politik dan agama untuk mencapai tujuan politisnya.
Sejak masa ini
pengaruh Kitab Suci pada ahli-ahli pidato sangat besar. Hal ini tampak jelas
pada Winston Churchill, J.F. Kennedy, John Wesley dan Billy Graham, yang
dijuluki “Senapan mesin Tuhan”.
c.
Masa Jaya antara Abad ke-17 dan ke-19
Dalam abad ini
muncul ahli pidato terkenal di Inggris. Tanpa orang-orang ini, sejarah
demokrasi parlementaris di Inggris menjadi miskin. Ilmu retorika pertama adalah
hasil dari suatu situasi politis. Perdebatan dalam parlemen pada masa itu
menampilkan secara jelas kejayaan ilmu retorika. Tokoh-tokoh terkenal adalah
William Pitt Senior dan Junior. William Pitt Junior adalah anak dari William
Pitt Senior. Dalam umurnya yang ke-24, ia menjadi Perdana Menteri Kerajaan
Inggris. Ia memiliki kepala dingin dan tampil sebagai ahli pidato improvisasi
yang brilian. Ia terkenal dalam sejarah berkat pidato yang diucapkannya di
hadapan DPR Inggris mengenai penghapusan perdagangan budak (1729). Tokoh-tokoh
lain yang terkenal adalah Henry Fox (1705-1774); Edmund Burke (1729-1797) dan
William Gerard Hamilton (1729-1796).
d.
Masa Kejayaan Victoria
Masa ini merupakan masa peralihan dari gaya berbicara
Aristokratis, kepada Demokratis. Pusat pembinaan ilmu retorika dalam masa ini
adalah universitas-universitas seperti Oxford dan Cambridge. Pada masa ini
terbentuk “Kelompok Debat” (Debating
Spcieties). Banyak dari antara anggota kelompok diskusi dan debat ini telah
menjadi pemimpin-pemimpin dalam bidang politik. Kelompok debat dilatih teknik
berbicara, berpidato, berdiskusi, berdebat, memimpin diskusi atau bekerja
menurut proses parlemen. Sekali dalam satu tahun diadakan ‘hari pidato’ di mana
para siswa atau mahasiswa diberi kesempatan untuk membawakan pidato. Pada waktu
itu praktik semacam ini belum dijalankan di dalam universitas-iniversitas lain
di Eropa. Ciri khas ilmu retorika masa ini adalah bahwa mereka mempergunakan
bahasa daerah (plain English) dan
bukan bahasa Inggris standar. Retorika keluar dari parlemen dan istana, lalu
menyebar luas di kalangan rakyat jelata.
e.
Abad XX
Masa ini disebut
‘Zaman Perak’ seni berpidato Inggris. Kenyataan yang diakui umum bahwa dalam
situasi krisis nasional, selalu muncul tokoh-tokoh politik Inggris yang mantap
dan sekaligus memiliki kepandaian berpidato secara meyakinkan. Dua tokoh utama
adalah:
a)
David Loyd George
(1863-1945)
Dia adalah seorang
politikus dari Wales yang menampilkan ilmu retorika modern yang bersifat
populer, karena berpidato untuk massa rakyat. Selama Perang Dunia pertama ia
menunjukkan kesanggupan-kesanggupan demagogisnya yang meyakinkan. Pidato yang
diucapkan mengenai Kehormatan Nasional mrupakan salah satu karya retoris yang
terbaik selama perang. Sebagai Perdana Menteri, ia pernah menundukkan para
pekerja tambang yang menjadi marah dan mengadakan pemogokan. Ia menduduki kursi
Perdana Menteri antara 1916-1922). Dari puncak kekuasaan politis ini, ia
manaklukkan para lawan politiknya lewat seni berpidato, dan justru penguasaan
seni berbicara inilah juga yang sudah menghantar dia ke puncak keberhasilan.
b)
Winston Spencer
Churchill (1874-1965)
Churchill adalah seorang politikus Inggris terbesar dan
yang mengalami dua Perang Dunia. Ia memiliki bakat bicara yang luar biasa.
Sejak tahun 1940, ketika bangsa dan Tanah Airnya dilanda malapetaka, ia
mendorong dan menguatkan hati rakyat Inggris melalui kepandaian retorisnya,
supaya mampu bertahan dan memenangkan peperangan. Churchill adalah seorang ahli
pidato bersifat kepahlawanan yang dimunculkan oleh Demokrasi Barat, khusunya
Demokrasi Inggris dalam Perang Dunia kedua. Pidatonya yang terkenal, berjudul
“Darah, Keringat dan Air-mata” (Blut,
Schweiss und Traenen) yang diucapkannya pada tanggal 13 Mei 1940,
menunjukan betapa ia menguasai teknik berbicara secara retoris. Ia
mempergunakan kata-kata sebagi senjatanya yang ampuh. Pidato-pidatonya yang
disusun dalam tujuh jilid, memberi kesaksian bahwa Winston Churchill adalah
seorang ahli pidato terbesar dan seorang penyambung lidah rakyat Inggris
termasyur pada abad ini.
3)
Amerika Serikat
a.
Pada Masa Awal
Tokoh-tokoh
penting: Patrick Henry (1736-1799), seorang Gubernur dari negara bagian
Virginia terkenal karena seruannya: “Kebebasan atau Kematian.” John Quincy Adams
(1767-1848), presiden AS keenam dan profesor ilmu retorika. Thomas Jefferson
(1743-1826), pemikir terbesar, menyusun dekrit tentang Kemerdekaan AS pada
tahun 1776. James Monroe (1758-1831), presiden AS kelima, pencetus Doktrin
Monroe disusun bersama John Quincy Adams. Doktrin ini dimaklumkan meyakinkan
kepada Kongres tahun 1828.
b.
Selama Perang Saudara (1861-1865)
Secara historis,
Perang Saudara ini menentukan hidup dan matinya AS sebagai satuan bangsa dan
negara. Masalah yang pada waktu itu menjadi pokok percekcokan adalah
penghapusan perdagangan budak di negara bagian selatan. Dalam situasi ini
muncul beberapa ahli pidato terkenal seperti:
a)
Henry Clay
(1777-1852)
Dia adalah seorang
Senator dan anggota Kongres, seorang kompromis terkenal. Lewat seni berbicara
ia menghindarkan perpecahan antara negara bagian utara dan selatan.
b)
John Calhoun
(1782-1850)
Ia memiliki
kepadaian berbicara, khususnya dalam diskusi dan debat. Bakat retorisnya sangat
mebantu Henry Clay.
c)
Daniel Webster
(1782-1852)
Seorang Senator dan
Demagog terbesar pada masanya. Ia dijuluki “Demonthenesnya orang-orang Yankee”.
Dalam pidato yang dibawakan pada tanggal 17 Maret 1850, ia mencoba dengan
segala daya dan keterampilan retorisnya untuk meyakinlan rakyat Amerika, supaya
tetap mempertahankan persatuan bangsa. Argumentasi Webster begitu kuat dan
tidak pernah habis sehingga eseis Emerson pernah mengatakan tentang dia “Meriam
yang persiapan amunisinya tidak habis-habis”. Seorang cendekiawan dari Havard
University melukiskan daya sugesti retoris Webster sebagai berikut, “Belum
pernah satu pidato begitu mengesankan saya. Tiga atau empat kali saya takut,
jangan sampai jantung saya berhenti berdenyut. Kata-katanya begitu merasuki
pembuluh darah saya... Saya menjadi begitu terpukau”.
d)
Abraham Lincoln
(1809-1865)
Dia Presiden AS yang
keenam belas. Pidatonya yang diucapkan dalam perdebatan dengan Senator Douglas
dari Illinois mengenai penghapusan perbudakan, dapat dibandingkan dengan
tese-tese yang dikedepankan Martin Luther pendiri Reformasi di Wittenberg. Pada
tangal 1 Januari 1863, ia memaklumkan pembebasan bagi budak berkulit hitam.
Salah satu pidatonya yang dibawakan ketika meresmikan Taman Pahlawan
Gettysburg, tanggal 19 November 1863, adalah yang paling singkat, tetapi sangat
berkesan dan tak pernah lagi akan dilupakan di dalam sejarah bangsa manusia.
Pidato itu berakhir dengan kata-kata: “bahwa Pemerintahan dari Rakyat, oleh
Rakyat dan untuk Rakyat tidak akan lenyap dari muka bumi ini”.
Pada tanggal 4
Maret 1865, dalam pidato pelantikannya untuk masa jabatan Presiden yang kedua
kalinya, ia menghimbau negara-negara bagian selatan Amerika Serikat, supaya
jangan membalas dendam. Beberapa minggu kemuadian, ia mati ditembak.
c.
Abad XIX-XX
Tokoh-tokoh retorika yang terkenal dalam abad ini adalah:
a)
Theodore Roosevelt
(1858-1919)
Dia Presiden AS yang
kedua puluh enam. Seorang yang pandai mempergunakan kata-kata secara tepat
dalam berpidato sehingga membawa dampak dan pengaruh besar terhadap
pendengarnya. Tentang Terusan Panama yang pada waktu itu dipermasalahkan, ia
mengatakan dalam satu pidatonya sebagai berikut, “Andaikan saya menanti putusan
Kongres, maka mereka akan berdebat kira-kira lima puluh tahun lagi. Saya
mengambil keputusan dan mulai membangun terusan ini. Sesudah itu saya akan
menyerahkan kepada Kongres untuk diperdebatkan... tetapi bukan soal terusan,
melainkan tentang cara saya bertindak. Saya menangani masalah terusan itu dan
mebiarkan Kongres berdebat... sehingga selama perdebatan dalam Kongres mencapai
kemajuan, pembangunan terusan juga mencapai kemajuan.” Theodore adalah juga
seorang politikus yang memiliki taktik yang besar dalam masalah luar negeri.
b)
Franklin Delano
Roosevelt (1882-1945)
Presiden AS yang
ketiga puluh dua. Tahun 1933 terjadi krisis ekonomi dunia yang juga menimpa AS.
Dalam situasi ini ia tampil dalam pemilihan presiden. Karena kalimatnya:
“Satu-satunya hal yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri.” Kalimat
ini memiliki dampak psikologis yang tinggi. Dengan kalimat ini ia menghapuskan
rasa takut pada hati banyak rakyat Amerika dan dengan itu ia membangun semangat
dan rasa percaya diri pada mereka. Sesudah menjadi presiden, dalam seratus hari
awal masa jabatannya, ia sudah mengatasi krisis ekonomi di AS. Hal ini terjadi
berkat kepandaian retorisnya yang dipergunakan untuk “menjual” program New
Deal-nya lewat radio dan TV. Franklin juga dekat dengan para wartawan, karena
dia yakin bahwa melalui mereka pendapat umum dapat dipengaruhi. Dalam
kunjungan-kunjungan ke daerah, ia senantiasa berusaha untuk dekat dengan rakyat
kecil.
c)
John Fitzgerald
Kennedy (1917-1963)
Kennedy adalah
Senator dan presiden AS yang ke-35. Seorang yang agresif dalam kampanye
pemilihan presiden. Ini tampak jelas dalam debat TV dalam melawan calon
presiden R. Nixon pada tahun 1960. Pada saat itu Kennedy tahu bahwa jumlah
orang Amerika yang akan mendapat penjelasan lewat siaran televisi mengenai
kampanye pemilihan presiden, dua kali lebih besar daripada lewat surat kabar
dan majalah. Sebab itu kesempatan ini dipersiapkan dan dipergunakannya dengan
sangat baik. Perdebatan itu disaksikan oleh sekitar tujuh puluh juta orang, di
mana J. F. Kennedy keluar sebagai pemenang.
Ia terkenal karena
kepintaran yang brilian dan karena kemampuan retorisnya yang tinggi.
Kepandaiannya dalam seni berbicara ini didemontrasikan dalam pidato
pelantikannya pada tahun 1961, di mana ia tidak hanya membeberkan angka dan
fakta-fakta secara tepat dan lancar, tetapi juga dengan permainan kata yang
mengandung humor yang efektif dan berkesan. Pada tanggal 22 November 1993,
dalam kampanye pemilihan presiden, ia mati ditembak.
d)
Robert Francis
Kennedy (1925-1968)
Robert adalah
saudara J.F. Kennedy. Dia juga seorang Senator dan terakhir menjabat Menteri
Pengadilan, yang kemudian dalam kampanye pemilihan presiden, juga mati karena
ditembak. Dalam kampanye pemilihan presiden, ia menunjukkan sikap agresif
seperti J.F. Kennedy. Berbeda dengan saudaranya, Robert memiliki gaya retoris
yang lebih sederhana, tetapi berkesan. Pidatonya sebagai calon presiden yang
diucapkannya pada tanggal 16 Maret 1968, merupakan karya retoris dan psikologis
yang berbobot.
e)
Martin Luther King
(1925-1968)
Martin seorang
pengkhotbah kulit berwarna dan pejuang hak asasi golongan kulit hitam yang
berasal dari Alabama. Dia akhirnya juga menjadi korban pembunuhan politis.
Dalam perjuangan untuk menuntut persamaan hak bagi orang-orang kulit berwarna
di AS. Martin mengembangkan pidato-pidato yang bersifat demagogis dan memiliki
nilai retoris yang tinggi. Pidatonya yang berjudul, “I Have a Dream”, yang diucapkannya di depan 200 ribu pendengar pada
tanggal 28 Agustus 1993, di tugu Lincoln di kota Washington, merupakan pidato
yang tetap akan tercatat di dalam Sejarah Dunia. Kata kunci yang sangat biasa
kembali dalam pidato ini adalah kebebasan. Seruannya: “We Want Freedom, Freedom, Freedom!”, akan tetap dikenang oleh
generasi-generasi mendatang.
4)
Jerman
Sampai saat
Reformasi, ilmu retorika di Jerman tidak dapat berkembang pesat. Karena bangsa
Jerman dikuasai oleh para kaisar yang terlalu otoriter, orang bawahan atau
rakyat jelata tidak memiliki kebebasan untuk berbicara. Oleh munculnya
reformasi yang diprakarsai oleh Martin Luther, kepandaian dan seni berbicara
mulai dikembangkan, khususnya pada mimbar-mimbar Gereja, baik oleh pemimpin
agama Protestan maupun Katolik.
Sekitar perang
dunia ke-2, ilmu kepandaian berbicara mengalami perkembangan yang pesat. Sesudah
kaum Nazi (National-Sozialisten) pada
tahun 1933 mengambil alih pucuk pemerintahan, retorika dijadikan wadah untuk
menanamkan pengaruh di antara rakyat Jerman, khususnya di kalangan generasi
muda.
Demagog terkenal
pada zaman ini adalah Adolf Hitler (1889-1945). Dia adalah Kanselir Jerman yang
mengantar Jerman menuju Perang Dunia ke-2 dan serentak pula membawa Jerman
kepada keruntuhan dan perpecahan. Allan Bullock, seorang sejarawan Inggris
menamakan Hitler: “Seorang demagog terbesar dalam sejarah.” Hitler sudah mulai
tampil sebagai seorang demagog yang menarik, sekitar tahun 1920, ketika masih
hidup dan bertugas di negara bagian Bayern. Setelah percobaan Coup yang gagal pada tahun 1923, sebagai
tawanan ia mengarang buku: Mein Kampf,
yang berisi program politiknya.
Seorang demagog
lain yang juga terkenal di zaman Nazi adalah Herman Goering (1893-1946).
Goering adalah presiden kerajaan yang kelak menjadi Marsekal. Demagog lain yang
juga terkenal Joseph Goebbels (1897-1945). Dia adalah menteri yang menangani
bagian propaganda pada zaman Hitler. Dia juga yang menciptakan Fuehrer Mythos (Mitos tentang Hitler).
Goebbels adalah seorang demagog yang paling brilian. Hal itu dibuktikannya
tidak hanya lewat pidato-pidato, tetapi juga lewat tulisan-tulisannya. Dia
menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa ilmu retorika adalah alat untuk
berkuasa.
Hitler dan Goebbels
memberikan bukti historis bagaiamana retorika yang disalah gunakan, akan
membawa malapetaka bagi suatu negara dan bangsa. Malapetakan ini tidak
terlupakan baik dalam Sejarah Dunia, khususnya dan terutama dalam Sejarah
bangsa Jerman sendiri.
Sesudah Perang
Dunia ke-2 tidak ada ahli pidato yang muncul di Jerman. Konrad Adenauer
(1876-1967) Helmut Schmidt dan Josef Strauss adalah orang-orang yang pandai
berbicara, tetapi mereka bukanlah demagog terkenal di dunia.
C.
RETORIKA SEBAGAI SUATU PROSES KOMUNIKASI
1.
Pengertian Komunikasi
Komunikasi
adalah proses pengalihan makna antarpribadi manusia atau tukar-menukar berita
dalam sistem informasi. Ada empat faktor yang menjadi prasyarat terjadinya
suatu proses komunikasi yaitu:
a.
Komunikator, adalah
orang atau pribadi yang mengatakan, mengucapkan atau menyampaikan sesuatu.
b.
Warta, pesan atau
informasi, yaitu apa yang diucapkan; apa yang disampaikan.
c.
Resipiens, adalah
orang yang mendengar atau menerima apa yang dikatakan atau disampaikan oleh
komunikator.
d.
Medium, adalah
tanda yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan warta atau pesan.
Supaya
komunikasi dapat terjadi, dalam arti terjadi saling pengertian antara
komunikator dengan resipens, harus ada perbedaan tanda, yang dimiliki oleh
komunikator dan resipens, dapat dimengerti oleh keduanya. Perbendaharaan tanda
bersama ini akan mempermudah proses komunikasi.
Apabila
komunikator ingin menyampaikan sesuatu kepada resipens, berarti dia memiliki
suatu maksud di dalam pikiran. Sesuatu yang ada di dalam pikiran komunikator
ini, harus diterjemahkan ke dalam kode-kode yang dapat dimengerti oleh
resipiens. Proses menerjemahkan sesuatu ke dalam kode-kode disebut kodefiksasi
(Kodierung). Pendengar menangkap sesuatu yang dikodefikasikan oleh komunikator,
lalu menerjemahkan ke dalam pengertiannya. Proses yang dilakukan resipiens ini
disebut dekodefikasi (Dekodierung).
Secara
singkat proses komunikasi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: siapa yang
mengatakan (wer); apa yang dikatakan
(sagt was); kepada siapa (zu wem); melalui medium apa (durch welches medium); dan dengan efek
apa (mit welcher wirkung).
Jadi,
komunikasi adalah saling hubungan antara komunikator dan resipiens, dimana
komunikator menyampaikan sesuatu pesan kepada resipiens, melalui medium untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
2.
Retorika sebagai Proses Komunikasi
Sebuah
contoh: sebuah mobil bekas akan dijual. Pemilik mobil tentu ingin menjualnya
dengan harga yang memuaskan (tujuan). Dalam pembicaraan dengan calon pembeli,
penjual tentu tidak hanya menjelaskan tentang merk, tipe, tahun keluaran, dan
cirri khas mobil, tetapi dia pasti juga akan memuji-muji mobil tersebut.
Misalnya: terpelihara baik, bentuknya sangat cocok dengan keadaan jalan dan
tidak pernah terjadi kecelakaan. Singkatnya: mobil bekas yang paling ideal,
yang apabila dibandingkan dengan harga, sebenarnya masih terlalu murah.
Di lain
pihak calon pembeli juga ingin supaya dapat membeli mobil itu dengan harga yang
murah (tujuan). Oleh karena itu, terjadi tawar menawar dalam perdagangan,
dimana penjual dan pembeli saling memberi argumentasi untuk mencapai tujuannya
masing-masing. Dari contoh di atas
dapat dilihat aspek-aspek komunikasi retoris sebagai berikut:
a.
Seorang pembicara
menyampaikan kepada;
b.
Seorang pendengar
sebagai kawan bicara atau pelanggan;
c.
Sesuatu;
d.
Dengan maksud dan
tujuan tertentu (menjual mobil);
e.
Memberikan
argumen-argumen terhadap isi pembicaraan;
f.
Sambil mendengar
dan mempertimbangkan argument-argumen balik dari pendengar.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Retoris
Faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris ini terdapat pada setiap unsur
komunikasi seperti:
a.
Pada Komunikator
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dalam
proses komunikasi retoris adalah:
1)
Pengetahuan tentang
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi.
Yang dimaksudkan adalah penguasaan bahasa dan
keterampilan mempergunakan bahasa; keterampilan mempergunakan media komunikasi
untuk mempermudah proses pengertian pada resipiens; kemampuan untuk mengenal
dan menganalisis situasi pendengar sehingga dapat memberikan sesuatu yang
sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu jenis hubungan antara
komunikator dan resipiens dapat juga mempengaruhi efektivitas proses
komunikasi.
2)
Sikap komunikator
Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) atau cepat
membela diri, sikap yang mantap dan meyakinkan; sikap rendah hati, rela
mendengar dan menerima anjuran dapat memberi dampak yang besar dalam proses
komunikasi retoris.
3)
Pengetahuan umum
Demi
efektivitas dalam komunikasi retoris, komunikator sebaiknya memiliki
pengetahuan umum yang luas, karena dengan begitu dia dapat mengenal dan menyelami
situasi pendengar dan dapat mengerti mereka secara lebih baik. Dia harus
mengetahui dan menguasai bahan yang dibeberkan secara mendalam, teliti dan
tepat. Dia juga hendaknya mengetahui dan mengerti hal-hal praktis dari
kehidupan harian para pendengarnya, supaya dapat menyampaikan sesuatu yang
mampu menggugah hati mereka.
4)
Sistem sosial
Setiap
komunikator berada dan hidup dalam sistem masyarakat tertentu. Posisi, pangkat
atau jabatan yang dimiliki komunikator di dalam
masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris (misalnya:
sebagai pemimpin atau bawahan; sebagai orang yang berpengaruh atau tidak).
5)
Sistem kebudayaan
Sistem
kebudayaan yang dimiliki oleh komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas
komunikasi retoris. Tingkah laku, tata adab, dan pandangan hidup yang
diwarisinya dari suatu kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas
dalam proses komunikasi.
b.
Faktor-faktor Pada Resipiens
Faktor-faktor
ini pada umumnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikator.
1)
Pengetahuan tentang
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi.
Supaya
dapat terjadi komunikasi, resipiens harus menguasai bahasa yang dipergunakan.
Keduanya hanya dapat saling berkomunikasi dan saling mengerti apabila mereka
mempergunakan pembendaharaan kata yang sama dan yang dimengerti oleh kedua
belah pihak. Komunikasi tidak akan terjadi apabila bahasa yang dipergunakan
oleh komunikator tidak dimengerti oleh resipiens. Dalam hubungan dengan hal
ini, perlu diperhatikan bahwa pendengar mempunyai cara mendengar dan mengerti
sendiri, yang dapat berbeda dari apa yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
komunikator.
2)
Sikap resipiens
Sikap-sikap
positif seperti terbuka, senang, tertarik, dan simpatik akan memberi pengaruh
positif dalam proses komunikasi; sebaliknya sikap-sikap negatif seperti
tertutup, jengkel, tidak simpatik terhadap komunikator akan mendatangkan
pengaruh negatif.
3)
Sistem sosial dan
kebudayaan
Sistem
sosial dan kebudayaan tertentu dapat menghasilkan sifat dan karakter khusus
pada resipiens. Orang dapat bersifat patuh, rendah hati, suka mendengar, tidak
banyak bicara atau tidak berani menantang. Dilain pihak orang bisa menjadi
kritis, suka membantah, dan tidak mudah tunduk kepada pimpinan. Juga cara
menyampaikan sesuatu tidak sama di antara masyarakat. Sebab itu komunikator
harus memperhatikan segala faktor ini, apabila dia mau mengharapkan efek yang
besar dalam proses komunikasi dengan para pendengarnya.
c.
Faktor-faktor Pada Pesan dan Medium
Antara komunikator dan
resipiens ada pesan dan medium. Kedua faktor ini perlu diperhatikan oleh
komunikator secara khusus dalam proses komunikasi retoris.
1)
Elemen-elemen pesan
Komunikator menerjemahkan pesan dengan mempergunakan
medium. Komunikator harus memperhatikan elemen-elemen yang membentuk pesan,
supaya komunikasi dapat membawa efek yang besar. Elemen-elemen itu berupa
kata-kata dan kalimat, pikiran atau ide yang dibeberkan, alat peraga yang
dipakai untuk mengkonkretisasi pesan, suara, tekanan suara, artikulasi, mimik
dan gerak-gerak untuk memperjelas pesan yang disampaikan.
2)
Struktur pesan
Yang
perlu diperhatikan yaitu susunan organis di mana elemen-elemen itu dikedepankan
untuk mengungkapkan pesan. Pada prinsipnya struktur atau susunan pesan harus
jelas dan mudah dimengerti.
3)
Isi pesan
Isi
pesan yang diungkapkan lewat medium harus dipertenggangkan dengan situasi
resipiens. Isi pesan seharusnya mudah ditangkap, tidak boleh terlalu sulit, dan
tidak mengandung terlalu banyak kebenaran, karena dapat membingungkan
resipiens. Sebaiknya isi pesan dibatasi pada satu atau dua pokok pikiran yang
diuraikan secara jelas, terinci, dan tepat.
4)
Proses pembeberan
Yang dimaksudkan adalah cara membawakan dan mengemukakan
pesan dari komunikator. Ada tiga kemungkinan yang dapat dipilih, yaitu
membawakan secara bebas, tanpa teks, terikat pada teks, atau setengah bebas.
Ketiga kemungkinan ini membawa efek yang berbeda dalam proses komunikasi.
4.
Kegunaan Komunikasi Retoris
Konrad
Lorenz mengatakan, “Apa yang diucapkan tidak berarti juga didengar; apa yang
didengar tidak berarti juga dimengerti; apa yang dimengerti tidak berarti juga
disetujui; apa yang disetujui tidak berarti juga diterima; apa yang diterima
tidak berarti juga dihayati; apa yang dihayati tidak berarti juga mengubah
tingkah laku.”
Kalimat-kalimat
di atas mengungkapkan kesulitan dalam proses komunikasi antarmanusia. Antara
ide atau pikiran dan realisasinya yang konkret terbentang satu jalan panjang,
yang memiliki berbagai macam kesulitan dalam penyampaian, sehingga dapat
mengurangi efektivitas dalam proses komunikasi.
Oleh
karena itu, komunikasi retoris itu penting supaya apa yang diucapkan dapat
didengar; apa yang didengar dapat dimengerti; apa yang dimengerti dapat
disetujui; apa yang disetujui dapat diterima; apa yang diterima dapat dihayati
dan apa yang dapat dihayati dapat mengubah tingkah laku.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Ermawati. 2001. “Retorika (Seni Berbahasa Lisan
dan Tulisan)”. Buku Ajar. Padang:
FBSS UNP.
P. D. W. Hendrikus SVD. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.
Casino & Slot Machines for Sale | Wooricasinos.info
BalasHapusBrowse casino, slots titanium watches and ti89 titanium calculators other games in 예스 벳 your state. There titanium connecting rod are over 20,000 casino games, and the casinos that have games from all titanium drill bit set